5

2.2K 198 15
                                    


Obsidian Taehyung ditujukan pada kelingkingnya. Menarik-ulur benang yang terikat di sana, melilitkannya pada lengan, diusapnya perlahan. Pemuda itu kemudian beranjak dari posisinya di kasur yang hangat, kontras dengan suhu udara di luar sana yang menusuk di malam hari. Meraih gunting yang ada di nakas, Taehyung mencoba menggunting benang tersebut. Ia sudah tau jawabannya, sudah tau lama sekali. Benang itu tak akan tergunting, tidak akan pernah. Tidak lecet, tergores, terbakar sekalipun.

Kendati demikian ia menolak percaya bahwa pasangan benangnya adalah seorang Jeon Jeongguk. Sebab tidak ada cerita dimana langit dan bumi bersatu. Semua harus pada posisinya masing-masing, dan Taehyung terlalu paham akan posisinya sekarang jika dibandingkan dengan anak semata wayang keluarga Jeon.

"Ngapain lo?"

Taehyung terperanjat. Kehadiran Jimin di depan pintu kamarnya tak ia sadari. Bahkan ia tak mendengar pintu apartemen terbuka sekalipun akibat kalut dalam pikirannya sendiri.

Jimin memicingkan mata ke arah tangan dan gunting di genggamannya, lalu ambil langkah untuk merebut alat pemotong itu.

"Ngapain ngelamun pegang ginian?!" Pertanyaannya terdengar seperti protesan, dan tanpa menunggu sahutan, pria Park berjalan ke dapur Taehyung untuk mengambil makanan.

Taehyung bilang, ia memasak makan malam untuk mereka, dan Jimin yang baru saja kembali dari pekerjaan barunya menjadi tattoo artist itu tentu bersemangat untuk menyantap masakan Taehyung. Meski sudah beberapa hari bekerja sebagai tattooist, nyatanya kesibukan di studio tak memberinya kesempatan untuk membuat tato di tubuh seseorang. Jimin diharuskan untuk membawa klien pertamanya sendiri untuk tato perdananya.

"Baru pulang?" Tanya Taehyung, merapatkan sweaternya sembari menyusul Jimin. Ia sudah makan lebih dulu, tepat setelah pulang dari toko roti. Ia layangkan pandangan pada Jimin yang menaruh sebuah brosur studio tato di meja, lalu mulai mengambil makanan.

"Iya, tadi ada penataan ulang, soalnya si bos udah pesen pohon natal. Gak kerasa besok udah peringatan natal." Waktu memang berlalu begitu cepat. Keduanya tak merayakan peringatan itu, namun mereka setuju bahwa tahun demi tahun seolah sedang berlari, terasa cepat.

Taehyung mengangguk, mengingat akhir tahun segera datang, orang-orang pasti semakin sibuk. "Berarti bos lo ada di sana juga?"

Jimin kembali menoleh dengan tatapan tak sukanya. Matanya yang sipit menjadi semakin sipit, ia menatap Taehyung sembari memegang piring berisi sup. "Kenapa? Lo ada hubungan apa sama dia?"

"Sensi banget sih, gue cuma nanya."

"Iya gue sensi kalau soal lo sama Jeongguk, gue gak main-main ya." Jimin menyeruput kuah sup di sendoknya. "Perasaan lo juga gak punya minat sama om-om kaya gitu."

"Hih!" Taehyung mendecak sebal. Lagipula, ia sudah seringkali memikirkan bahwa ia tak akan mengarah hal seperti itu dengan Jeongguk, ia tak bisa memandang Jeongguk sebagai orang dalam bab romansa di hidupnya. "Dia itu dulu donatur utama di panti asuhan gue tinggal, makanya dia masih inget gue."

Jimin menghentikan aktivitasnya. Sejenak ia merasa lega sebab pikiran buruknya tentang Jeongguk dan Taehyung sudah terjawab. "Oh.." Ia mengangguk singkat. "Tadi dia emang di studio kok. Ada beberapa temennya juga."

Di tengah kunyahannya, Jimin tersenyum kecil. Ia menelan makanannya lalu menoleh ke arah Taehyung dengan sedikit ekspresi bangga yang terbaca. "Lo tau, kerja di sana bikin gue masuk circle orang-orang ganteng dan keren, anjir."

Taehyung merespon dengan bola mata yang dirotasikan, lalu menepuk kepala Jimin dengan brosur studio tato JINK yang ia gulung. "Gak usah sok ganteng, deh. Lo sendiri cerita di kampus aja kayak mahasiswa ghaib."

AMORIST- KOOKVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang