3. Nasehat Papa Untuk Anak-Anaknya

79 46 154
                                    

"Kekuatan sebuah keluarga, mirip seperti kekuatan tentara, yakni terletak pada kesetiaannya satu sama lain."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Menjelang malam keluarga Sastra Wijaya sudah berkumpul di meja makan. Ada bapak Dian Sastra Wijaya terhormat, kepala keluarga ini, lalu Devan si putra sulung yang kelak akan menjadi penerus perusahaan milik bokapnya yakni WJ Grup, Lisa putri pertama, serta Julian dan Noah putra kedua dan ketiga keluarga Sastra Wijaya yang diharapakan juga bakalan menjadi penerus WJ Grup Sastra Wijaya setelah abangnya.

Hidangan makan malam sudah siap di meja makan tinggal disantap aja. Buset dah hidangannya buanyak banget padahal yang makan cuma lima orang tapi, ini mah kelihatnya buat porsi prasmanan tamu kondangan. Biasalah, itu karena anak mereka selain banyak makan tapi, juga sangat pemilih.

Huh, gue aja makan di rumah bareng adek dan bokap gak sampai lima lauk. Minimal cuma satu lauk dalam sehari. Tempe tepung goreng, lah, tempe goreng aja lah. Masih beruntung kalau ada duit ditambah ama ayam goreng disambelin (plus) sayur sup buatan bokap yang kadang terasa asin. Gue curiga bokap gue mau nikah lagi. Habisnya makanan yang dibuat kadang lebih sering asin.

Hidangan terakhir berupa buah-buahan sebagai makanan penutup gue letakkan di tengah-tengah meja makan. Saat gue hendak undur diri tetiba bapak Dian terhormat manggil gue. Lah ada apa ni? Ya udah gue manut aja dan berdiri samping beliau sambil mendengarkan dengan saksama apa titahnya kali ini?

''Friska, kamu sudah makan?'' tanya beliau dengan lembut selembut kain sutra. Beda sama anaknya yang kalau ngomong kagak ada lembut-lembutnya bagaikan kain ceruti.

Kenapa beliau nanya gue udah makan apa belom ya? Ya, memang sih gue belom makan dari tadi siang karena beberes rumah yang gede-nya kayak keraton Yogyakarta ini. Nafsu makan gue ilang juga gegara Julian dan Noah yang 'gak sengaja' numpahin setumpuk sampah di hadapan gue yang baunya amis seamis ikan basi, asem seasem bau ketek gue kalau habis maraton, dan seanyir bau muntah kucing. Sableng emang tu dua bocah.

Mereka pakai kejar-kejaran sambil bawa tong sampah kecil-tepatnya si Noah lagi kejer kakaknya gue gak tahu masalah mereka apa-dan pada akhirnya Noah nabrak gue dan menjatuhkan tong sampah itu tepat di baju gue. Bleeeuh! Sampai sekarang gue masih kebayang. Tapi, tenang aja, gue udah mandi barusan tujuh kali basuhan. Udah kayak bersihin najis aja.

''Belum, Om,'' jawab gue dengan sama lembutnya kayak beliau. Gue harus tetap sopan dong sama tuan besar.

''Kalau gitu gabung aja sama kami di sini,'' katanya seringan bulu hidung. Ini serius? Mimpi apa ni bapak Dian terhormat.

Ya, gue tahu sih dia adalah majikan super baek pakai kebangetan. Seratus persen berbeda dari keempat anaknya. Makanya gue sempet mikir apakah keempat anak itu adalah benar anak bapak Dian S. WJ?

Lupakan itu. Saat gue ingin memastikan si Lisa blackping KW nyahut dengan mulutnya super pedes sepedas mie pelakor depan Pitza Hut di jalan Dakota.

''Ngapain sih nyuruh-nyuruh Friska gabung sama kita? Gak level!'' ANJAY emang ni bocah.

Orang Miskin Baru (Hiatus) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang