14. El dan Masalahnya

42 20 44
                                    

"Setiap kelebihan pasti akan ada kekurangan. Begitulah manusia. Tidak ada yang sempurna."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






Pagi ini gue berangkat ngampus bareng El, si cowok dingin bin pendiem plus baek hati dan tidak sombong. Bahkan ia mengantar gue sampai depan fakultas padahal gue bilang cukup sampai di fakultasnya saja dan gue bisa jalan sendiri ke fakultas gue. Tapi, dia malah terus melajukan motornya sampai di sini.

''Makasi iya, El,'' ucap gue dan dia hanya mengangguk dengan mukanya yang datar tapi cenderung terlihat polos berbeda dengan An, adikknya. Kalau memasang muka datar ia akan terlihat menyeramkan, tatapan mataya tajam tapi lebih seperti mengantuk kalau gue lihat dua adik kakak ini memang punya kebiasaan yang sama, gak banyak omong tapi, memiliki aura yang berbeda.

Setelah mengantar gue El pamit dan pergi fakultasnya yang berada di luar Universitas Fortuna. Ya, fakultas kedokteran memiliki wilayah yang berbeda dengan universitas yang menaunginya. Tidak begitu jauh, fakultasnya terletak di belakang kampus Fortuna dan memiliki wilayah yang cukup luas dilengkapi dengan fasilitas rumah sakit tempat para alumni dipekerjakan dan mahasiswa praktik secara langsung. Rumah sakitnya juga disisi oleh dokter-dokter berkualitas yang siap menangani pasien pun membantu mahasiswanya belajar ilmu kedokteran.

El sangat beruntung punya otak encer yang membuatnya menduduki peringat pertama saat ujian masuk dan penerima beasiswa prestasi bukan beasiswa untuk siswa miskin. Universitas ini memang menyediakan dua jenis beasiswa. Satunya karena prestasi dan satunya lagi karena sisiwa miskin yang tidak mampu membayar kuliah tentu tetap dengan syarat harus lolos tes kepintaran dan tidak membuat masalah selama belajar di kampus apalagi sampai merusak nama kampus.

Namun, sayang hubungan pertemanan El tidak begitu lancar di kampusnya. Dia mahasiswa kebanggaan dosen tapi, selalu dicibir teman-temannya. Entah karena iri dengan prestasi El atau gengsi berteman dengannya. Tentu saja mahasiswa-mahasiswa kaya di sana mana mau berteman dengan orang miskin seperti El apalagi prestasi mereka selalu dikalahkan dengan cowok itu. Beberapa juga ada yang sebal dan memang tidak mau menjadi temannya karena katanya El terlihat sombong dan dingin. Padahal menurut kacamata gue El hanya canggung memulai pertemanan untuk itu dia jarang menyapa dan terkesan dingin apalagi dia kerap kali menyendiri dan memasang headset sambil baca buku.

Seolah dia hendak mengatakan pada semua orang bahwa, ''Jangan ganggu gue.''

Pffft.. Ya, gue tahu hanya kebiasaanya saja. Gue udah bilang kan dia canggungan orangnya. El itu sebenarnya mau-mau saja berteman dengan mereka hanya saja dia tidak tahu harus memulai dari mana sehingga memutuskan untuk menyendiri saja daripada salah ngomong dan membuat orang salah paham. Dan dalam diamnya itulah dia merenungi harus mengeluarkan kalimat apa yang cocok untuk memulai percakapan.

''El,'' suatu hari teman kampusnya memanggil saat El sedang baca buku di taman alias dalam diamnya dia berkutat dengan pikirannya sendiri. Dia menoleh dengan muka datar dan menghela napas seolah merasa terganggu sehingga orang yang memanggilnya memundurkan diri sebelum sempat mendekatinya.

Orang Miskin Baru (Hiatus) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang