Ukuran sebenarnya dari kekayaan lo adalah seberapa banyak lo akan berharga jika lo kehilangan semuanya"
Seperti yang gue bilang di chapter sebelumnya malam itu adalah malam terakhir kepala keluarga Sastra Wijaya bersama anak-anaknya. Sungguh sangat menyedihkan nasib mereka sekarang dan yang lebih menyedihkan adalah nasib gue dan para maid serta pekerja lainnya di rumah ini. Kalian mau tahu kenapa? Kami terpaksa meninggalkan rumah itu dengan gaji terakhir dibayar dimuka. Kali ini benar-benar bukan ditampol di muka seperti yang dilakukan Devan ke gue sebelum-sebelumnya dan yang membayar kami adalah Pak Santoso, sekretaris Om Dian.
Keesokan paginya setelah malam yang penuh haru dengan nasehat papa, polisi datang menjemput om Dian atas tuduhan korupsi dan penggelapan dana.
Apa kalian mikirnya kalau Om Dian meninggal karena penyakit yang dideritanya? DENG! Salah, wkwkwkwk. Sorry. Om Dian itu baik-baik aja kok, Guys. Cuma ya, itu. Gue terkejut bin syok atas penangkapan itu apalagi anak-anaknya yang gak kalah terkejut.
Gue benar-benar menganggap ini seperti mimpi. Gue setengah gak percaya, dong. Secara kehidupan pribadi Om Dian itu benar-benar bersih selain dia memang sangat menjaga kebersihan tapi, dia orangnya rajin ibadah, sering banget sedekah, dan tak jarang memberikan gaji bonus buat kami para pekerjanya. Dia sosok bapak yang lembut, kadang-kadang tegas dan sangat bijak.
Cukup sekian dari gue. Kelanjutan ceritanya bakal di kisahkan oleh tokoh utamanya sendiri. See you, guys.
.........
Parah. Parah. Parah. Gue masih gak percaya bokap ditangkap polisi apalagi dengan tuduhan korupsi dan penggelapan dana. Sebejat-bejatnya gue sebagai anak tapi jujur, bokap gue bukan orang yang bejat seperti itu. Please, Tuhan, jangan bilang semua sifat lembut dan ramahnya selama ini hanya kebohongan belaka hanya untuk menutupi sifat aslinya yang korup. No. Gue yakin ini salah besar.
Sialnya rumah kami disita dan tidak boleh ditempati. Ah~ (╥_╥)Terpaksa gue dan ketiga adik gue numpang di rumah paman, adiknya papa. Sebenarnya gue malas banget gegara gue musuhan dari kecil sama putra sulungnya si Reyhan. Dari kecil kami memang sudah hidup menjadi anak orang kaya. Imbasnya gue dan Reyhan yang sepupuan suka saling pamer dan menyombongkan kekayaan masing-masing.
Ya, jelas kekayaan bokap gue jauh lebih banyak dibandingkan kekayaan bokapnya dia yang notabene bokapnya dia bawahan bokap gue di perusahaan. Gue dan Reyhan kerapkali memamerkan entah itu sepatu baru, tas atau outfit khususnya di hadapan teman-teman. Kadang kami sampai bertengkar dan saling tonjok kalau barang punya gue lebih mahal dari punya dia.
Itu waktu kecil. Waktu udah dewasa kayak gini, kita emang udah gak saling tonjok walau, sebenarnya gue mau nonjok dia tiap kali lihat mukanya. Kita kadang suka pamer kegantengan. Syukurnya, Tuhan kasih muka ganteng kekita berdua tapi, tetap gue yang paling ganteng. Pamer berapa cewek yang berhasil kita taklukin baik dengan kegantengan atau kekayaan kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Orang Miskin Baru (Hiatus)
Teen Fiction[Jangan ditungguin karena gak bakal lanjut 🙃] Kehidupan mewah dan glamour bagi Devan dan ketiga adiknya kini hanya bayang-bayang belaka. Mereka harus tinggal di rumah susun dengan atap bocor, dinding tipis, ruangan tanpa AC dan segala kekurangan la...