"Penyesalan itu memang selalu berada diakhir. Kalau diawal itu namanya pendaftaran :)"
Gue membantu mendorong bangkar rumah sakit yang di atasnya terdapat Alvin dalam keadaan tidak sadarkan diri. Sumpah gue panik alang kepalang bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Ini mulut juga sih, pakai gak bisa dikontrol dan beneran kejadian kan. Gue terus memanggil-manggil Alvin berharap dia akan sadar. Pasalnya sekarang, wajahnya jauh lebih pucat dari sebelumnya dan mimisanya pun lebih parah.Lo bakal nyesel Andra, udah ngomong kayak tadi ke abang lo. Sekarang gue cuma berharap kalau hal buruk itu tidak akan benar-benar menimpa kalian.
Alvin berhasil masuk ke UGD dibawa oleh para perawat itu. Gue nyaris ikut masuk kalau salah satu perawat tidak mencegah gue dan meminta gue buat menunggu di luar. Shit.
Gue mondar-mandir sambil gigit jari. Gue harus apa sekarang? Rasa panik dan jantung yang berdebar melanda gue sekarang. Bahkan peluh keringat sudah dari tadi membasahi pakaian yang gue kenakan. Dengan tangan gemetar gue meraih smartphone disaku celana berusaha mencari kontak siapa yang harus gue hubungi.El.
Elvano.
Nggak. Dia pasti sedang kuliah sekarang. Gue gak mungkin mengganggu perkuliahannya. Apalagi Andra yang masih sekolah. Lalu gue terus menggeser layar benda pipih ini sampai muncul nama Friska si Mata Duitan. Begitulah gue kasih nama dia kontak gue. Sial. Ya, udah pada akhirnya gue menghubungi perempuan itu. Lagi pula kalau seginian palingan dia bantuan bang Mirza di kantin jualan.
Gue teken tombol dengan simbol telpon.
Berdering.
Cepet angkat dooong.
"Friska!!" Pekik gue segera setelah dia memberikan jawaban dari seberang telpon.
"PELANAN TAI!! BISA BUDEG TELINGA GUE INI."
"AL. AL. AL." Sial. Gue tambah panik dan tenggorokan gue tercekak rasanya. Kenapa begitu sulit untuk mengatakannya?
"Tenang dulu begok! Ada apa sebenarnya? Al kena---. Shit! Dimana lo sekarang?" Seakan dia sudah tahu kalau Al kambuh. Tanpa repot-repot basa-basi atau menunggu kejelasan dari gue. Friska langsung menanyakan posisi gue dan tentunya Al dimana?
"Ru-ru-rumah sakit Universitas kita."
Telpon langsung ditutup usai gue mengatakan posisi gue dan Al sekarang. Dan dalam waktu kurang dari tiga puluh menit Friska dan Mirza datang dengan langkah tergesa. Jika dalam waktu sesingkat itu mereka sampai, gue tebak mereka dari kampus.
Friska langsung mengguncang tubuh gue menanyakan kondisi Alvin. Dia terlihat super panik dengan tatapan matanya yang melebar dan keringat yang bercucuran. Gue yakin Friska menaruh perasaan sama Alvin sampai sekhawatir ini. Maksud gue, ingat aja saat gue menelponnya barusan. Seolah dia sudah tahu apa yang terjadi pada Alvin, Friska buru-buru menanyakan lokasi dan tahu-tahu sudah ada di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Orang Miskin Baru (Hiatus)
Teen Fiction[Jangan ditungguin karena gak bakal lanjut 🙃] Kehidupan mewah dan glamour bagi Devan dan ketiga adiknya kini hanya bayang-bayang belaka. Mereka harus tinggal di rumah susun dengan atap bocor, dinding tipis, ruangan tanpa AC dan segala kekurangan la...