12. Cucian Menumpuk

43 21 38
                                    

    "Hargai apa yang kamu miliki saat ini. Ingat, kebahagian tak akan pernah datang kepada mereka yang tidak menghargai apa yang telah dimiliki."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





 

  Dasar kurcaci berani-beraninya dia lempar sendal gue ke atas rooftop. Kan gue jadi capek harus naik tangga tiga lantai buat ngambil sendal gue di atas rooftop seperti yang gue lakukan saat ini. Napas gue tersengal akibat menaiki tangga-tangga yang sangat banyak karena ketiadaan lift di sini sebagaimana apartemen sungguhan. Gue menyeka keringat saat sudah sampai. Gue tarik napas dan menghirup udara sebanyak-banyaknya.

Gue mulai mengambil langkah kembali dan mencari keberadaan sendal gue yang dilempar oleh si kurcaci itu. Mirza makhsud gue.  Kalau Friska kasih dia julukan Vacum Kebersihan maka, gue kasih dia julukan kurcaci karena selain mukanya yang kayak bayi dia juga memiliki tubuh yang terbilang mini plus kurus.

Pandangan gue tertuju pada seorang perempuan berambut panjang dengan kaos putih lengan pendek. Bukan kunti ya, kalau kunti mah pakai daster. Gue perhatikan dengan saksama, mukanya sedingin es, persis seperti Andra dan mulutnya cemberut. Dia memegang sendal gue dengan tatapan mengherankan.

''Ngapain ni sendal mendarat di sini,'' begitu mungkin pikir si cewek.

Gue alamat nelen ludah dong. Gue tafsir kalau sendal itu mendarat tepat di kepalanya dan jatuh menimpa buku yang sekarang ada dipangkuannya. Terlihat jelas dari beberapa butir pasir di sana. Cewek satu ini, dia seumuran sama gue dan denger dari Friska dia satu kampus dengan gue di fakultas teknik. Mukanya yang super datar dan gak banyak berinteraksi dengan para penghuni rusun di sini membuat dia tak jarang digosipkan oleh ibu-ibu rusun kalau sedang kumpul. Lihat aja tatapannya yang gak ramah ke arah gue sekarang. Mampus.

Beberapa hari yang lalu gue gak sengaja nubruk dia dan menjauhkan setumpuk buku yang dibawa. Dia baru pulang kuliah saat itu. Bukan hal-hal romantis yang terjadi seperti yang ada didrama-drama, gue bantu dia ambil buku dan tangan kami tak sengaja bersentuhan lalu berakhir pada tatap-tatapan. Tidak sama sekali. Dia malah berdecak dan menatap gue dengan tatapan tajam. Segera gue minta maaf dan memungut buku-bukunya dan dibantu dia. Setelahnya apa? Dia pergi begitu saja. Mirip Andra nomor 2.

Gue memberanikan diri menghampiri hendak mengambil sendal yang ada di tangannya. ''Lu, jangan salahin gue. Nu, si kurcaci yang salah yang lempar sendal gue,'' cerocos gue sedikit gagap. Etdah ngapa gue jadi yang ciut. Lalu dia hanya menghela napas dan menyerahkan sendal itu ke gue dan gue terima dengan senang hati. Setelahnya gue lebih memilih pergi. Ngapain juga basa-basi. Gue kagak mau cari mati.

* * *

Gue masih kesel dengan kak Devan yang nampar gue gegara masalah di sekolah mana aksi tamparan itu dilihat oleh hampir semua orang rusun termasuk Rere, adiknya Friska. Sore ini gue berjongkok menekuk lutut di sisi lapangan sambil memainkan sepotong lidi pendek dan  menggarisnya asal-asalan di tanah.

Orang Miskin Baru (Hiatus) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang