"Sedalam apapun sebuah rahasia ditumput. Pasti akan kebongkar juga."
Pagi ini aku memulai aktivitas seperti biasa. Memasak untuk kedua adikku untuk mereka sarapan sebelum berangkat sekolah dan kuliah. El dan An masih bersiap di dalam kamar sementara aku menata piring dan gelas di lantai yang dialasi karpet.
Hari ini aku membuat sayur sup yang penuh dengan kentang sebagaimana kesukaan Andra. Ini bagus juga kan untuk kesehatan dan pertumbuhannya. Waah, aku jadi teringat, dulu Andra yang paling pendek di antara kita bertiga. Dia bahkan selalu menangisi tinggi tubuhnya yang tidak setara dengan teman sebayanya. 🤭
Andra selalu berlari pulang memelukku kala dia dijadikan bahan ejekan teman-teman sekolahnya. Diam-diam aku tertawa mengingat momen itu. Namun, sekarang lihatlah. Dia tumbuh jauh lebih tinggi dibandingkan kedua kakaknya.
"Abang ngetawain apa?" Tahu-tahu Andra sudah siap dan duduk bersila di depan sayur sup.
Aku menggeleng dan bangkit untuk mengambil nasi yang sudah kumasak. Kalau aku bilang apa yang kutertawakan, mungkin dia akan langsung menjitak kepalaku. Saat kukembali usai memgambil nasi aku bisa melihat mata Andra yang berbinar tatkala menyendok sayur sup yang penuh kentang. Aku kembali tertawa dan meletakkan nasi di tengah-tengah dan bersamaan dengan datangnya El dari kamarnya.
Dia langsung duduk dan menghela napas. Apa El merasa kecewa aku hanya membuat makanan kesukaan Andra? Aku kemudian bangkit lagi untuk mengambil sesuatu. Setelahnya kembali lagi duduk bersama mereka.
"Taraaa. Nih tempe mendoan kesukaan Elvanooo." Mata El langsung berbinar dong tatkala melihat lauk kesukaannya menjadi hidangan sarapan kami juga.
Dia tidak berkata apa-apa selain mengacungkan jempol dan langsung mencomot satu tempe untuk dia lahap kemudian. Aku senang melihat adik-adikku senang seperti ini. Mereka menyantap masakanku dengan lahap.
Semenjak kami memutuskan hidup sendiri tanpa orangtua dan peristiwa itu kedua adikku ini kehilangan selera untuk tersenyum. Mereka bahkam tidak bicara dan cenderung jadi pediam. Apalagi Andra yang sikapnya berubah dingin. Aku tidak tahu harus melakukan apa untuk mengembalikan senyum mereka selain dari masakan yang kubuat.
Aku harap mereka tidak lagi menderita atas apa yang menimpa kami.
"Abang gak makan?" Tanya Andra yang melihatku sama sekali belum menuangkan nasi keatas piring.
"Oh iya, abang harus cuci baju. Kalian lanjutin aja dulu. Nanti abang makan belakangan."
Andra menghela napas dan meletakkan piringnya di lantai. Dia menatapku dengan dingin. Apa ada yang salah dengan ucapanku iya?
"Bang, hari ini jadwal gue yang nyuci. Nanti pulang sekolah gue sikat habis tu cucian. Jadi abang udah, diem aja."
Kami memang membuat jadwal mencuci dan bersih-bersih agar terkesan adil. Padahal aku tahj mereka melakukan ini karena tidak mau membebaniku. Aku sih sebenarnya fine-fine saja mengurus pekerjaan rumah agat mereka fokus belajar. Tapi mereka berdua sama sekali tidak bisa dibantah. Alhasil kami membuat jadwal yang selanjutnya ditempel ditembok sebagai pengingat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Orang Miskin Baru (Hiatus)
Teen Fiction[Jangan ditungguin karena gak bakal lanjut 🙃] Kehidupan mewah dan glamour bagi Devan dan ketiga adiknya kini hanya bayang-bayang belaka. Mereka harus tinggal di rumah susun dengan atap bocor, dinding tipis, ruangan tanpa AC dan segala kekurangan la...