Malam Minggu, harusnya malam ini Nala bisa rehat dari soal latihan UTBK itu. Tapi sekali lagi, mimpi Nala untuk masuk UPI lebih besar daripada keinginannya untuk bermalam mingguan. Meskipun malam ini ayah dan ibunya pergi makan di luar, Nala memilih untuk duduk di depan meja belajar.
Tiga pensil di samping gadis itu sudah patah menjadi dua bagian. Pertanda soal yang Nala kerjakan cukup menguras pikirannya. Kebiasaan buruk itu tak bisa Nala hilangkan, meskipun ayah dan ibunya berkali-kali mengingatkan kalau mematahkan pensil dengan giginya adalah hal yang buruk.
Di tengah kesulitannya mengerjakan soal itu, ponsel Nala berbunyi. Dengan langkah gontai ia mengambil ponselnya, Ardana menghubunginya di sana.
"Aktifin WA!" Suara tegas itu menyambut Nala. Dan panggilan terputus begitu saja.
Seolah melupakan soal-soal rumitnya, Nala duduk di atas kasur dan menyalakan Wi-Fi ponselnya. 3 detik kemudia panggilan Video dari Ardana masuk.
Laki-laki itu terlihat baru selesai mandi dengan rambut basah dan handuk putih yang tersampir di bahunya.
"Let's movie date!" ajak Ardana dengan entengnya.
Nala mengerutkan kening. Movie date? Sedangkan mereka saja berbeda pulau?
"Movie date gimana?"
Ardana terkekeh. Laki-laki itu menyimpan ponselnya di suatu tempat yang membuat Nala bisa melihat aktivitasnya. Terlihat kini Ardana membuka lemarinya dan mengambil kemeja hitam dari sana.
"Movie date, lo nonton di sana, gue nonton di sini. Tiketnya gue pesenin," ujar Ardana yang kini sedang menyisir rambutnya di depan cermin yang menempel pada dinding.
Sebelum menyetujui ajakan Ardana, Nala lebih dulu melihat jam dinding di kamarnya. Pukul 19.15. Memang belum terlambat untuk ia keluar di malam Minggu ini.
"Yaudah ayo, gue siap-siap dulu."
Ardana tersenyum senang karena ajakannya di terima. Laki-laki itu langsung membuka iPadnya dan duduk di meja belajar, berniat memesan tiket menonton sekalian memesankan popcorn dan minumannya untuk Nala.
"Nggak usah dimatiin!" cegah Ardana melihat gelagat Nala yang hendak mematikan video call-nya.
Kening gadis itu mengerut. "Kan gue mau siap-siap."
"Udah nggak usah siap-siap. Lo gitu aja udah cantik," puji Ardana, "tinggal pake jaket aja, nggak usah ganti baju."
Nala menggelengkan kepalanya. Menolak Ardana. "Nggak mauu, gue kucel banget."
"Kalo lo cantik banget nanti ada cowo lain yang lirik gimana?"
Tawa Nala pecah mendengar pertanyaan yang Ardana layangkan. Tapi mau bagaimanapun ia merasa tak pantas jika menonton dengan costum seperti ini.
"5 menit deh, Ar. Gue cuci muka sama ganti baju doang, janji deh nggak bakal dandan."
Di sana Ardana tampak berpikir. Sebelum akhirnya mengangguk.
"Kodenya gue kirim ke WA lo, ya. Sekalian gojeknya juga udah gue pesenin, 10 menitan lagi nyampe rumah lo. Terus sama ini!" Ardana mengarahkan ponselnya pada layar IPad agar Nala bisa melihatnya. Di sana terlihat bukti transfer. "Gue tf uang buat lo jajan sekalian gantiin ongkos gojek lo tadi sore."
Nala terdiam. Ya Tuhann. Ardana ini sebenarnya manusia beneran atau apa?
500.000. Uang itu Ardana kirimkan ke rekening Nala. Jika saja tadi sore Ardana tidak memaksa Nala mengirimkan nomor rekeningnya, mungkin hal ini tidak akan terjadi sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIRTUAL, Isn't it? {COMPLETED}
Teen FictionMasa-masa ujian, masa-masa pusing dengan berbagai macam tugas, masa-masa sibuk mempersiapkan UTBK, dan tentu saja masa-masa butuh support system. Lalu Nalara dipertemukan dengan Ardana, seorang laki-laki virtual di sebuah grup try out yang ia masuki...