Ketidakhadiran Ardana benar-benar membuat Nala gila seharian ini. Gadis itu sudah berkali-kali memfokuskan pikirannya pada catatan yang ia buat untuk membantu bu Nenden mengajar besok. Tapi sial, ponsel yang tergeletak di atas nakas selalu mencuri perhatiannya. Benda pipih itu seakan melambaikan tangan meminta Nala untuk segera mengeceknya, memanggil Nala dan memberi tahu gadis itu bahwa Ardana sudah kembali menghubunginya.
Mata Nala melirik ke arah jam dinding, jarum pendeknya baru menunjuk angka 8. Artinya Nala baru 30 menit duduk di meja belajarnya. Tapi rasanya sudah lama sekali ia duduk di sana.
Nala menyerah. Ia menutup catatannya dan berjalan menuju ranjangnya, mengambil ponsel lalu duduk di bibir ranjang. Kembali mengecek sosial media Ardana.
Tetap nihil. Nyatanya Ardana tak kunjung aktif. Membuat Nala mendesah kesal.
"Laaa, mau nitip sesuatu nggak? Ibu mau ke luar sama ayah!"
Nala membuka pintu kamarnya, melirik ayah dan ibunya yang sudah siap. "Aku boleh ikut?"
Kening ayah Nala mengerut. "Kamu nggak belajar? Katanya besok mau bantuin guru kamu ngajar di kelas 10?"
"Aku nggak bisa fokus, Yah," adu Nala sambil menggisik matanya di balik kacamata.
"Kenapa, sih? Kayak abis putus cinta gitu sampe nggak bisa fokus belajar," komentar Ibu Nala membuat gadis berambut sebahu itu cemberut.
"Yaudah ayoo, katanya mau ikut."
Perkataan ayahnya itu membuat Nala melebarkan senyumnya. Dia kembali masuk ke kamar untuk sekedar mengambil ponselnya. "Ayoo," ajaknya.
"Nggak mau ganti baju?" tanya Ibu Nala, meliriknya dari atas sampai bawah.
Nala ikut menatap dirinya sendiri. Dia hanya memakai piama tidur pendek berwarna hitam dengan motif panda. Ia rasa itu pakaian yang masi wajar, dan lagi pula ini sudah malam, kan?
"Nggak ahh, aku males milih baju lagi," jawab Nala lalu tersenyum menunjukkan deretan giginya.
"Udah lah, Bu. Lagian udah malem juga, yuk."
Mungkin dengan family time seperti ini akan membuat pikiran Nala teralihkan dari Ardana. Ntah apa yang terjadi pada laki-laki itu sampai-sampai tak menghubungi Nala hingga saat ini.
Nala duduk di jok belakang, ia memasang seat belt dengan benar setelah mengacungkan jempol pada ayahnya. Mengintruksi pria paruh baya itu agar menjalankan mobilnya.
"La, kalo ayah sama Ibu ke luar kota kamu mau ikut lagi?" tanya ibu Nala saat mobil yang mereka tumpangi sudah keluar dari gerbang komplek.
"Emang mau ke mana?" Nala justru balik bertanya.
Sebenarnya setiap orang tuanya pergi ke luar kota, Nala selalu ikut. Tapi sepertinya tinggal di rumah sendiri juga bukan hal yang buruk.
"Minggu depan Ayah ada acara kantor di Bali, tiket dari kantornya cuma dua. Kalo kamu mau ikut juga nanti Ayah beli tiket lain buat kamu."
Nala berpikir sejenak. Bali? Pulau Dewata itu terdengar begitu menggoda bagi Nala. Sudah lama sekali ia tak menginjakkan kaki di sana. Dan ... minggu depan?
"Yahh, minggu depan Nala ada acara pergantian masa jabatan osis di sekolah. Biasanya banyak acara terus semua murid wajib ikut." Nala sedikit mendesah, padahal setelah mendengar kata 'Bali' tadi, Nala berniat ingin ikut.
"Kalo kamu mau di rumah, nanti Ayah minta tolong anaknya temen Ayah buat jagain kamu. Sekalian kalian belajar bareng --"
"Nggak!" tolak Nala memotong ucapan ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIRTUAL, Isn't it? {COMPLETED}
Teen FictionMasa-masa ujian, masa-masa pusing dengan berbagai macam tugas, masa-masa sibuk mempersiapkan UTBK, dan tentu saja masa-masa butuh support system. Lalu Nalara dipertemukan dengan Ardana, seorang laki-laki virtual di sebuah grup try out yang ia masuki...