Music Date

35 5 0
                                    

"Mau bungkus buat makan malem?" tanya Septian pada Nala sebelum gadis itu mengenakan helm milik Dewi.

Sementara teman-temannya yang lain satu persatu mulai menjalankan kendaraannya dan keluar dari area parkir baso malang.

"Nggak usah," tolak Nala.

"Lo kalo mau apa-apa tinggal bilang sama gue, ya, La. Jangan malah bilang sama selingkuhan lo itu," ujar Septian membuat Dewi yang berada di atas motor berdecak gemas.

"Masi aja nganggep Nala selingkuh. Cepet sadar Sep, cepet bangun!" seloroh Dewi.

Nala menepuk bahu Septian. "Tuh dengerin kata Dewi. Cepet sadar Sep!" Setelah itu Nala menaiki motor matic milik Dewi.

Septian tak menanggapi ucapan Nala, ia hanya melambaikan tangannya saat motor itu mulai menyala dan kelaur dari area parkir. "Hati-hati pacar!" teriak Septian sebelum motor itu benar-benar hilang dari pandangannya.

"Si Septian kenapa bisa gitu banget sama lo, sih, La? Heran gue." Dewi membuka obrolan.

Nala mengendikkan bahu. Ia sendiri tidak tahu kenapa Septian bisa segila itu pada Nala.  Ntah Septian benar-benar menyukai dirinya atau hanya sebatas guyonan semata, karena sejak masuk SMA Cakra Buana Septian dikenal sebagai laki-laki humoris dengan tingkah gila yang ada-ada saja. Jadi mau digombali dengan cara apapun Nala takan menganggap laki-laki itu serius, karena yang Nala tau dia memang sering bercanda.

"Sebenernya gue kadang risih banget tau sama dia," ungkap Nala.

"Pasti risih lah, apalagi tu cowo kalo udah gila nekatnya nggak ada yang bisa nandingin."

Nala mengangguk setuju. "Semalem juga gue nggak bukain pintu pagar buat dia, tu anak nekat sampe manjat pagar rumah gue. Kalo ada tetangga lewat kan bisa disangka maling."

Tawa Dewi menguar membayangkan bagaimana nekatnya Septian hingga menaiki pagar rumah Nala yang bisa dibilang tinggi itu.

"Tapi kalo dia serius dikit, gue yakin si lo bakal baper. Secara effort dia buat lo nggak main-main."

Kening Nala bergelombang. "Effort apaan? Yaelah Dew, dia mah modal ngomong doang."

Dewi menggelengkan kepalanya. "Nope, La. Menurut gue, dengan dia yang ngetreat lo beda sama cewe lain aja udah effort." Dewi bekum menyelesaikan omongannya, membuat Nala diam tak menyela.

"Mungkin sekarang lo udah ketemu cowo lo yang effort-nya lebih dari Septian, makanya lo bilang tu si Asep cuma modal ngomong doang."

"Masalahnya tu, Dew. Septian tu perlakuin gue beda dari cewe lain bukan karena dia bener-bener suka sama gue, dia tuh cuma jadiin gue guyonan biar kalian ketawa."

Kepala Dewi kembali menggeleng. "Tapi kayaknya tanpa adanya kita yang bisa dibuat ketawa gara-gara ulah dia ke lo, dia tetep perlakuin lo kayak pacarnya kan?"

"Gatau lah, Dew. Yang pasti dia bukan tipe gue dan gue cuma anggep dia bercanda sama gue." Final yang keluar dari mulut Nala menjadi pembicaraan terakhirnya dengan Dewi.

Motor Dewi berhenti di depan pagar rumah Nala, gadis itu turun dan menyerahkan helm milik Dewi. "Mau masuk dulu?" tawar Nala.

"Nggak usah, La. Abis ini gue mau sekalian jemput nyokap di tempat kerjanya," tolak Dewi, setelah menggantungkan helm bekas Nala di depan, gadis itu kembali tancap gas menjauhi rumah Nala.

Rumah Nala masih sepi. Dia masih sendiri.

Ponsel Nala berbunyi tepat saat pantat gadis itu menyentuh sofa, panggilan video call dari ayahnya. Dengan segera Nala menjawab panggilan itu.

VIRTUAL, Isn't it? {COMPLETED}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang