Ardana's Side

35 7 3
                                    

Rumah besar bercat putih dengan dua pilar yang berdiri kokoh menopang bangunan bagian depannya. Di sana, di rumah itu, seorang remaja laki-laki tinggal. Dibiarkan hidup sendiri dengan uang yang melimpah namun batin tersiksa. Ya, dia Ardana. Laki-laki malang yang saat ini sedang duduk di teras balkonnya sambil menatap jauh ke langit-langit sore dengan mentari hampir tenggelam.

Ardana membuka kembali ponselnya, menatap foto yang dikirimkan gojek yang ia pesan untuk memata-matai Nala tadi siang. Foto di mana gadis yang ia suka tertawa lepas bersama laki-laki yang selalu diceritakan bahwa itu hanya 'teman prik'.

"Adannn!"

Panggilan itu menggema, bersumber dari seorang remaja berusia 16 tahun yang ntah bagaimana bisa dijodohkan dengan Ardana. Gadis polos bernama Reya yang tak tahu apa-apa. Gadis polos yang tak bisa membuat jantung Ardana berdegup kencang seperti saat ia bersama Nala.

"Adannnn! Kenapa dikunci pintu kamarnya!"

Ardana menghela nafas lelah. Rasanya ia malas meladeni bocah kecil itu. Hanya saja, jika ia mengabaikan Reya maka uang jajannya selama satu bulan menjadi taruhan. Dan tanpa uang jajan itu, bagaimana cara Ardana memanjakan Nala.

Tolong beri Ardana sumpah serapah. Tolong maki Ardana agar laki-laki itu sadar kalau yang ia lakukan pada Nala selama ini hanya akan memperumit segalanya di kemudian hari. Mungkin bukan cuma Nala yang jatuh hati pada Ardana, tapi Ardana juga yang jatuh hati secepat itu pada Nala. Mengabaikan kenyataan bahwa di kehidupannya sudah ada seorang Reya yang jelas menjadi pacar Ardana meskipun awalnya mereka dijodohkan.

"Kenapa lama buka pintunya?" amuk Reya saat Ardana berhasil membuka kunci pintu kamarnya.

Reya masuk begitu saja dan duduk di bibir kasur Ardana, sedangkan laki-laki pemilik kamar itu berdiri di depan meja belajar dengan menyandarkan punggungnya pada kursi belajar.

"Ada apa, Re?" tanya Ardana to the point.

Ahh, ntah kenapa. Jika bersama Reya, rasanya Ardana malas berbasa-basi.

"Ada film baru di bioskop, temen-temen Reya udah pada nonton."

Perkataan Reya membuat kedua alis Ardana terangkat tak paham.

"Ihhhh harusnya Adan ngajak Reya buat movie date!"

Ardana menarik nafas sebelum akhirnya duduk di samping Reya yang saat ini sudah menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Re, besok aku ada acara foto kelas. Tempatnya jauh, jadi aku butuh tenaga ekstra buat nyetir besok." Ardana harap dengan ia berbicara seperti itu Reya bisa mengerti.

Tapi dugaan Ardana salah. Gadis kekanak-kanakan itu justru cemberut dan menekuk wajahnya kesal. "Adan tuh cuma nggak mau berusaha bikin Reya bahagia. Padahal besok Adan bisa aja kan pake supir kayak biasanya?"

"Supirnya lagi izin, Re."

Reya berdecak. "Kan bisa minta supir di rumah Reya."

"Aku nggak enak kalo harus pake supir dari rumah kamu."

"Ahhhh, Adan cuma alesan. Bilang aja Adan nggak mau movie date sama Reya."

Mendengar itu, Ardana mengangguk. Kesal juga ia lama-lama meladeni Reya yang tidak sepenurut Nala. "Iya, aku nggak mau movie date sama kamu!"

Mata Reya langsung berkaca-kaca. "Adan jahat! Kenapa nggak mau? Reya jodoh Adann, kenapa Adann nggak mau bahagiain jodoh Adan sendiri?"

Kalau sudah seperti ini, Ardana hanya bisa mengacak rambutnya frustasi tanpa bisa menjelaskan lebih lanjut alasan dari balik semua itu. Alasan yang bisa membuat Reya semakin marah dan akan berimbas juga pada mimpinya untuk kuliah di Bandung, menemui Nala.

Jika diberi pilihan, mungkin saat dijodohkan 2 tahun lalu Ardana akan menolaknya. Tapi sayang sang ayah tak memberinya pilihan. Dan berakhir lah dengan Ardana yang terikat dengan Reya.

Soal Nala? Sebenarnya sebelum sejauh ini Ardana sudah sempat merasa bersalah pada gadis itu dan memutuskan untuk pergi dari hidup Nala. Tapi respon yang Nala berikan juga membuat Ardana nggan meninggalkan gadis manis itu, dan ia tak bisa membohongi hatinya sendiri kalau ia juga jatuh cinta pada Nala.

Reya tiba-tiba memeluk Ardana dari samping. Gadis itu menyandarkan kepalanya di bahu Ardana dengan raut wajah yang masih ditekuk.

"Adann," panggil Reya yang dibalas dehaman oleh Ardana.

"Kalau Adan nggak bisa menuhin kemauan Reya buat movie date, Adan bisa menuhin kemauan Reya yang lain, nggak?"

"Apa?" tanya Ardana tanpa membalas pelukan gadis itu.

"Adan stop berhubungan sama kakak cantik yang di hp itu, ya. Reya nggak mau Adan bikin dia sakit hati."

Ardana tertegun. Selama 4 hampir 5 bulan ia dekat dengan Nala, ia bermain rapih. Lalu dari mana gadis kecil ini tahu tentang kedekatan Ardana dengan Nala?

"Ree?" panggil Ardana seakan minta penjelasan Reya.

Reya menggelengkan kepalanya. "Dia cantik, Adan. Dia bisa dapetin laki-laki manapun asal bukan Adan. Tapi aku?" Gadis itu menunjuk dirinya sendiri. "Aku nggak cantik, aku penyakitan. Dan aku cuma bisa dapetin Adan."

"Kamu tau dari mana?" tanya Ardana tak mau menghiraukan ucapan Reya barusan.

"Namanya Nalara Agnessia, kan? Sekolah di SMA Cakra Buana di Bandung, kelas 12 IPA 2. Dia pake kacamata dengan ciri khas rambut lurus sebahu. Ayahnya bernama Mahesa, dan ibunya bernama Marisa." Reya tersenyum bangga pada Ardana karena ia bisa mengetahui tentang Nalara se-detail itu.

"Kamu nyuruh orang buat cari tau dia?"

Dan bahkan Ardana pun segan untuk mencari tahu lebih dulu tentang latar belakang Nala. Ia hanya tau semua informasi Nala dari mulut gadis itu sendiri.

Tapi Reya mengangguk. Ini yang Ardana takutkan saat Reya mengetahui kedekatannya dengan Nala. Kekayaan yang Reya punya dan kaki tangan ayahnya yang berada di mana-mana membuat gadis itu dengan mudah mendapatkan informasi apapun yang ia mau.

"Reya nunggu Adan berenti. Tapi Adan kayaknya makin menikmati, deh. Sampe-sampe tadi siang Adan pesen gojek cuma buat mata-matain dia."

Ada yang tidak beres.

"Dari mana kamu tahu semua itu, Reya?" tekan Ardana membuat Reya mengeratkan pelukannya pada Ardana.

"Kamu nggak perlu tau Adan. Aku cuma minta kamu jauhin kakak cantik itu sebelum dia suka sama kamu lebih dalam."

Ardana hendak beranjak dan melepaskan pelukan Reya. Tapi gadis itu semakin mengeratkan pelukannya seakan menyuruh Ardana diam.

"Aku nggak bisa kayak gini terus, Re! Aku nggak bisa terus-terusan terikat sama kamu tapi hati aku sendiri bukan buat kamu!"

Reya justru mengendikkan bahunya masa bodoh. "Reya nggak mau aduin apapun tentang Adan ke ayah. Resikonya terlalu besar. Nanti imbasnya bukan cuma ke Adan, tapi juga ke om Ardi sama keluarga barunya."

Ardana menarik nafasnya, mencoba mengumpulkan rasa sabar agar ia bisa mengontrol emosinya sendiri saat ia kembali diperalat oleh Reya. Gadis yang selalu Ardana anggap polos.

"Chat kakak cantik sekarang dan bilang kalo Adan mau pergi dari hidup dia, dan bukannya kakak cantik juga punya cowo, ya, di sana?"

□♧♧♧□

Oke, ini part terpendek dan ter-aneh yang aku tulis. Ngerasa nggak nyambung but, this the reality.

Thanks a lot buat kalian yang udah baca. Hope you like it. Kalo suka boleh ss dan share di ig, jangan lupa tag @z_naaaaaaaa

VIRTUAL, Isn't it? {COMPLETED}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang