Bersih? Bersih!

52 7 2
                                    

"Laaaaa!!"

Teriakan ibu Nala menggema di setiap sudut rumah. Nala yang baru saja akan menyapu kamarnya langsung menghela nafas gusar. Pasalanya, teriakan ibunya bukan teriakan pertama di pagi ini. Sudah sekitar 10 kali ibunya meneriakkan nama Nala dari sepulangnya lari pagi. Alasannya? Hanya untuk memastikan bahwa Nala tidak sedang dalam tekanan orang lain.

Perlu dijelaskan. Nala adalah seorang gadis ambis! Tapi hari Minggu? Ia selalu memanfaatkannya untuk tidur! Ia akan bangun tengah siang lalu mandi dan kembali bercumbu dengan buku-bukunya.

Maka dari itu. Bangun pagi, olah raga, menyapu halaman, mengepel teras rumah, dan sekarang membereskan kamarnya? Biasanya gadis itu selalu meminta tolong ibunya untuk melakukan semua itu. Nala hampir tak pernah membereskan kamarnya sendiri.

"Apalagi Ibuu?" kesal Nala. Dia menyaut dari depan kamarnya dengan sapu yang masi ia pegang.

"Kamu beneran nggak kenapa-napa, 'kan? Nenda ada telpon kamu? Nenda ada marahin kamu?" Ibu Nala masih berteriak dari lantai bawah.

Nala menghembuskan nafasnya. Nenda adalah sebutan untuk neneknya dari pihak ibu. Nenda berarti nenek bunda. Yaa, memang nenek dari pihak ibunya tidak terlalu menyukai Nala karena gadis itu dianggap pemalas. Tapi, Ya Tuhannn. Hari ini Nala sedang berada di mood yang baik hingga ia mau membantu meringankan tugas ibunya. Apa itu salah?

"Nggak Buu! Nenda nggak ada telpon aku!"

"Ibu masi nggak habis pikir! Tumbennn bangetttttt kamu mau ngerjain pekerjaan rumah kayak giniii! Ibu takut kamu tertekan atau ...." ucapan ibu Nala menggantug. Suara wanita itu tidak lagi terdengar sampai akhirnya ia berada tepat di hadapan Nala, memegang kening gadis itu dengan raut khawatirnya.

"Kamu kesurupan? Hah? Siapa yang ada di dalem Nala?"

Bolehkan sekarang Nala menyesali kemalasannya? Sekarang giliran rajin ibunya menjadi panik dan berlebihan seperti ini.

"Nggak Ibuu cantikkk. Aku lagi mau beres-beres ajaa. Lagian kan sekalian persiapan buat ngekost nanti, masa aku gakan beresin kosan akuu."

Ibu Nala menggelengkan kepalanya. "Nggak ada acara ngekost! Kamu kuliah, ya tinggalnya tetep di sini. Ibu nggak pernah keberatan kamu nggak beres-beres, nggak keberatan kamu jadi maless, daripada ibu panik tiba-tiba kamu rajin."

Nala terkekeh. Dimanja? Jelas! Ia adalah anak gadis satu-satunya. Meski didikan itu terlihat salah, tapi ia yakin ibunya selalu punya alasan kenapa ia diperlakukan seperti itu.

"Buu," panggil Nala. Gadis itu menyelipkan jari-jarinya di sela jari tangan sang ibu, setelah menggeletakan sapu di lantai. "Aku tu sebenernya rajin, kalo nggak di suruh," kekeh Nala.

"Kamuu ini! Emang ibu pernah ada nyuruh kamu?"

Nala tertawa. Ya memang sih dia tidak pernah di suruh. Tapi ia tetap malas.

"Tapi hari ini aku beneran sehat, Bu. Aku cuma mau prodiktif sejak pagi ajaa."

Ibu Nala akhirnya menghela nafas. Oke ini yang terakhir dia mengecek anaknya pagi ini. "Yaudah, Ibu ke bawah lagi, ya."

Anggukan Nala menjadi jawaban. Setelah ibunya berlalu, Nala kembali masuk ke dalam kamarnya dengan membawa sapu yang tadi ia sempat geletakkan di lantai.

Baru saja gadis itu hendak menyapu bagian bawah tempat tidurnya. Ponselnya yang berada di atas kasur berbunyi.

Seperti biasa. Nama Ardana tertera di sana.

"Ada apa, Ar?" tanya Nala seraya duduk di bibir kasur.

"Lain kali nggak usah repot-repot ngirimin gue makanan, Raa. Kalo gue mau gue bisa beli sendiri. Gue mampu beli sendiri!"

VIRTUAL, Isn't it? {COMPLETED}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang