"Makasih!" ketus Nala. Gadis itu menyimpan helm berwarna pink dan jaket milik Septian di tangki motornya. Setelah itu ia langsung melengos, mencari keberadaan orang-orang yang mengenakan seragam yang sama dengannya.
Nala mendengar jika Septian memanggil namanya beberapa kali, tapi gadis itu masih kesal. Dan mungkin akan selalu kesal pada Septian.
"Laa!" Itu suara Farel.
Gadis berkacamata itu mengedarkan pandangannya, sampai akhirnya berhenti saat melihat Farel dan beberapa teman laki-lakinya berdiri di dekat pintu masuk. Nala menghampiri mereka.
"Sorry gue nggak jadi jemput lo, tadi Septian maksa." Farel menangkupkan kedua tangannya depan dada.
Nala merotasikan matanya malas. Basi. "Lo harus tanggung jawab!" tekan gadis itu membuat Farel mengerutkan keningnya.
"Lo hamil? Perasaan gue nggak bunti--"
"Ardana marah gara-gara tau gue boncengan sama si Asepppp!!" kesal Nala membuat beberapa teman Farel tertawa.
Sebenarnya nama Asep adalah nama tukang cilok depan sekolah. Oleh karena itu, Septian tidak menyukai panggilan Asep. Hanya saja itu sebuah pengecualian untuk Nala.
"Ardana siapa, La?" tanya seorang perempuan yang Nala lupa namanya. Intinya dia masih satu angkatan dengan Nala.
"Doi dia, Sel. Kemarin pagi aja vc-an di kelas. Bikin si Asep dongkol parah!" Farel yang menjawab, dan tentu saja disambut gelak tawa orang-orang yang berada di sana.
Belum berhenti gelak tawa mereka, yang punya masalah datang dengan wajah polosnya. "Widihhh gue dateng lagi pada ketawa aja, segitu lucunya, ya, gue?"
Plakk
Farel menempeleng kepala Septian agar otak laki-laki itu sedikit lebih benar. "Jangan kepedean lo Asep!"
"Ini gara-gara kalian berdua, ya. Gue jadinya gatau harus gimana biar Ardana nggak marah lagii!" omel Nala dan ikut menempeleng kepala Septian.
"Ouhh, jadi namanya Ardana?" gumam Septian sambil mengusap-ngusap kepalanya yang ditempeleng.
"Dari namanya aja cakepan gue," lanjutnya tanpa dosa.
Beberapa teman Farel termasuk perempuan yang tadi Farel panggil Sel langsung berlaga ingin muntah. Tingkat PD Septian ternyata semakin hari semakin tinggi aja. Udah kayak harga bbm.
"Kalo cakepan lo nggak mungkin Nala milih si Ardana itu daripada lo." Celetukan itu membuat hati mungil Septian sedikit tergores.
"Halah, jangan salah. Semalem gue mimpi kalo gue sama Nala udah balikan. Yeeee lo nggak tau aja se stress apa Nala kalo nggak ada gue di sampingnya!"
"Heh! Cukup ya bawa-bawa gue ke mimpi lo! Muak banget gue!" amuk Nala sebelum akhirnya melangkahkan kaki menuju kemana pun tempat yang sekiranya sepi di sekitar sini.
"KALO GUE MENANG NANTI, LO WAJIB PULANG SAMA GUE, LAA! GUE MAU KENALIN LO KE MAMA!!"
Nala mendengar teriakan gila itu, tapi ia tidak peduli. Septian hanya orang stress! Mana mau dia diajak ke rumah laki-laki itu. Bisa-bisa ia semakin naik darah dan berujung stroke jika berlama-lama dengan Septian.
Langkah kaki Nala berhenti di sebuah toilet. Ia langsung menyalakan ponselnya dan menghubungi Ardana. Tapi ponsel laki-laki itu tak dapat di hubungi. Profil yang tadi pagi masih di isi oleh foto Ardana bersama pialanya sekarang sudah kosong. Apa mungkin Nala diblok?
Bagaimana dengan impian mereka tentang sama-sama berjuang untuk masuk UPI?
Nala tak mau ini terjadi, gadis itu panik, membuat air matanya tanpa sadar mengaliri pipinya begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIRTUAL, Isn't it? {COMPLETED}
Teen FictionMasa-masa ujian, masa-masa pusing dengan berbagai macam tugas, masa-masa sibuk mempersiapkan UTBK, dan tentu saja masa-masa butuh support system. Lalu Nalara dipertemukan dengan Ardana, seorang laki-laki virtual di sebuah grup try out yang ia masuki...