"Iya ini gue udah ke depan Ar, udah pake sendal juga," dengus Nala dengan posisi kepala mengapit ponselnya dengan bahu. Kedua tangan Nala membawa paperbag berisi sepatu dan jaketnya, sedangkan ia kini hanya memakai sendal jepit sebagai alas kaki.
Jika saja Ardana tak menelponnya terus menerus, sudah pasti Nala akan bangun tepat pukul 7. Untung saja nada dering telpon dari Ardana ia bedakan, jadinya ia terbangun saat laki-laki itu men-spam telpon.
"Gojeknya udah sampe, kan?" Ardana memastikan. Laki-laki itu jadi ikutan panik sendiri saat mengetahui Nala kesiangan, ditambah ia ikut merasa bersalah karena semalam menelpon Nala hingga larut.
"Ini gojeknya udah depan pager. Telponnya gue tutup, ya, Ar. Makasih banyak sekali lagi," ucap Nala setelah itu ia mengambil ponselnya dan memasukkan benda pipih itu ke dalam tas kecil yang ia bawa.
Nala membuka pintu pagar dengan terburu-buru, memakai helm yang diberikan oleh tukang gojek lalu menaiki motornya dan tak lupa menyampirkan jaket di atas pahanya sesuai dengan yang sudah Ardana wanti-wanti saat mengetahui hari ini Nala memakai rok pendek lagi.
"Ke Cakra Buana, kan, Neng?" Abang gojek itu memastikan.
"Iya, ngebut aja, ya, Pa. Saya kesiangan," pesan Nala.
Motor yang membawa Nala benar-benar mengebut, perjalanan menuju sekolah yang biasanya membutuhkan waktu 30 menit hanya ditempuh kurang dari 20 menit.
Sampai sekolah Nala buru-buru berlari ke tempat yang sudah direncakan teman-temannya. Sambil berlari, Nala juga menggulung jaketnya dan memasukkannya kembali ke dalam paperbag.
"Ya Tuhan! Nalara Agnessia. Kenapa bisa kesiangan gini, si? Untung nggak telat-telat banget," omel Farel yang sudah mondar-mandir saat Nala datang. "Lo dapet giliran ke 4." Ketua kelas itu memberikan kertas lomba pada Nala.
Nala berjongkok menetralkan nafasnya yang memburu, berlari dari gerbang menuju lapang belakang bukan lah suatu hal yang mudah bagi Nala yang jarang olah raga. Gadis itu menerima kertas lomba dari Farel lalu menempelkannya di dada sebelah kiri.
"Sorry, Rel. Gue bangun telat, maklum gada ibu yang bangunin. Ditambah semalem gue tidur larut banget," ucap Nala setelah nafasnya cukup normal.
Nala menyimpan paperbagnya, setelah itu duduk di kursi samping Farel dan mengeluarkan sepatunya dari dalam paperbag.
"NALARA AGNESMONICA!"
Teriakan itu menghentikan gerakan Nala memakai sepatu, gadis itu menengok ke arah belakang di mana Septian sudah berkacak pinggang di sana.
Nala kembali melanjutkan acara memakai sepatunya, sedangkan Septian duduk di kursi samping Nala yang masi kosong. Jadi posisinya kini Nala di apit oleh Farel dan Septian.
"Kenapa lo nggak minta jemput gue aja kalo lo kesiangan?"
Farel berdecak. "Alah lo nya aja nggak peka, Sep."
"Gue nggak perlu jemputan lo, Sep. Kebetulan Ardana udah pesenin gue gojek tadi, cuma guenya aja bangun kesiangan."
Nala menghembuskan nafas lega setelah memakai sepatunya. "Ah dia nyelamatin pagi gue, kalo gue nggak ditelponin terus sama dia, gue yakin bakal bangun jam 7 lewat."
"Abis ngapain si lo semalem sampe gadang gitu?" tanya Dewi, gadis itu berjongkok di depan Nala.
"Gue latihan nyanyi sama Ardana."
"Halah, pasti itu mah selingkuhan lo aja yang ngajak gadang, kan?" cibir Septian.
Farel mengerlingkan matanya, rasanya ia jadi ikutan kesal karena sejak tadi Septian selalu menyebut Ardana sebagai selingkuhan Nala. Bahkan sebelum gadis itu datang, Septian terus-menerus menyalahkan Ardana karena Nala telat datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIRTUAL, Isn't it? {COMPLETED}
Teen FictionMasa-masa ujian, masa-masa pusing dengan berbagai macam tugas, masa-masa sibuk mempersiapkan UTBK, dan tentu saja masa-masa butuh support system. Lalu Nalara dipertemukan dengan Ardana, seorang laki-laki virtual di sebuah grup try out yang ia masuki...