Fokus Ujian

30 6 6
                                    

Pilihan terakhir yang Ardana punya hanyalah menjaga jarak dengan Nala agar Reya percaya kalau dirinya sudah tak berhubungan lagi dengan Nala.

Butuh banyak pertimbangan agar ia tak membuat Nala curiga tapi juga meyakinkan Reya kalau keinginan bocah kecil itu sudah Ardana penuhi.

"Gue mau off buat sebulan kedepan. Bokap nyuruh gue persiapin diri buat ngadepin ujian." Ardana jelas berbohong pada Nala.

Sedangkan di sebrang sana Nala sudah memasang tampang sedihnya. "Masa mau off sebulan sih, lama bangett, Ar." Gadis itu tak terima.

Ardana hanya menghela nafas. "Mau gimana lagi, Ra."

"Tapi bukannya kita akhir-akhir ini sering belajar bareng? Kita kan belajar juga bukan cuma buat UTBK, tapi juga belajar dan sharing buat ujian."

"Sorry, Ra. Semuanya di luar kendali gue. Gue off mulai besok," putus Ardana membuat layar ponselnya berubah menjadi gambar langit-langit. Sepertinya Nala menangis dan tak mau menunjukkan tangisannya pada Ardana.

"Lo nggak asik, Ar. Yang lain mah mau ujian itu saling jadi support system, bukan malah mau off ninggalin gue." Suara Nala jelas parau.

Helaan nafas berat kembali Ardana hembuskan. Jujur ia tak tega melihat respon Nala yang seperti ini. Ingin sekali rasanya Ardana memilih Nala dan melepaskan Reya dari hidupnya. Tapi pilihan itu terlalu mustahil untuk Ardana, ia belum punya kekuatan yang besar untuk melawan orang tuanya.

"Raa, listen!"

Justru Nala malah meresponnya dengan suara isakan yang membuat Ardana semakin gelagapan.

"Gue harus dengerin apa lagi, Ar? Dengerin kalo lo sebenernya mau ngehindar dari gue?"

Deg

Rasanya jantung Ardana akan melompat dari tempatnya saat ini juga.

"Noo!" elak Ardana. Ia kembali meyakinkan dirinya sendiri. Entah meyakinkan diri untuk tetap mempertahankan Nala nantinya, atau meyakinkan diri untuk melepaskan Nala nantinya.

"Nanti gue hubungin lo lagi kalo kita udah selesai sama ujian sekolah masing-masing. Lo harus fokus sama ujian lo karena gue nggak mau denger nilai lo jelek." Ardana menjeda ucapannya. "Dan abis itu gue akan ke Bandung, survei kampus plus nyari-nyari kostan di sekitaran sana."

Nala kembali mengarakan kamera ponselnya pada muka. Mata gadis itu jelas merah karena menangis. "Promise me?"

Ardana mengangguk patah-patah. "I promise!"

"Gue nggak mau kehilangan lo, Ar. Gue bener-bener udah nyaman sama lo."

"Gue juga nggak mau kehilangan lo, Ra. I love you." Ardana menekankan kata terakhirnya.

"Don't say anything about I love you, Ar. Gue takut lo beneran hilang dari hidup gue buat selamanya." Nala menolak ungkapan Ardana.

"Sekarang lo tidur, ya, Cantik. Night and see you."

Panggilan video itu Ardana matikan tanpa menunggu respon dari Nala. Ia tak bisa berlama-lama melihat mata Nala yang sembab akibat menangisinya.

Nafas panjang kembali Ardana hembuskan dengan pelan. Sebelum akhirnya ia memblokir kontak Nala.

"Sorry, Ra. Gue harap ini yang terbaik buat kita berdua."

•••

Nala bangun dengan mata bengkak setelah hampir setengah malam ia menangisi Ardana yang pamit pergi. Pirasatnya seakan mengatakan kalau laki-laki itu takan kembali padanya, itu kah yang membuat Nala terlarut dalam tangisannya.

VIRTUAL, Isn't it? {COMPLETED}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang