Seleksi Menantu

35 6 1
                                    

"Calon Istri! Pulang sama gue aja!"

Teriakan itu membuat Nala cepat-cepat berlari ke arah gojek yang Ardana pesan. Gojek yang sudah menunggunya di depan gerbang sejak 10 menit yang lalu.

Septian mencekal tangan Nala saat gadis itu hendak menerima uluran helm dari gojek. "Pulang sama gue!" tekan Septian.

Nala menghempaskan cekalan Septian dengan paksa. "Apa sih lo? Sinting!"

Gadis itu cepat-cepat mengambil helmnya, mengenakan benda itu dengan benar lalu duduk menyamping di atas motor setelah menerima jaket yang gojek itu berikan. Sesuai pesan Ardana.

"Lo ada masalah apa lagi sih, La? Kalo emang ada masalah bicarain baik-baik sama calon suami lo ini, jangan apa-apa ngadu ke seling--"

"Stop! Berisik lo!"

Nala mendengus kesal. Apa kegilaan Septian benar-benar tak bisa disembuhkan?

"Kalo gitu ayo turun! Pulang sama gue!"

Sopir gojek itu jadi bingung sendiri, di satu sisi ia sudah dibayar oleh Ardana dan bahkan mendapatkan tip yang cukup banyak. Tapi di sisi lain laki-laki yang menahan penumpangnya ini terlihat mengotot ingin Nala turun.

"Gue nggak mau pulang sama lo! Naik darah lama-lama!" final Nala. "Pak maju aja, biarin orang gila ini!" titah Nala pada gojek yang membawanya.

"Gue udah dapet restu La! Selingkuhan lo belum!" teriak Septian saat motor yang ditumpangi Nala melaju menjauhi area sekolah.

Laki-laki seperti Septian sepertinya sudah kebal dengan umpatan Nala bahkan dengan kata-kata tak enak yang keluar dari mulut Nala. Tapi dia tak pernah mundur dari posisinya. Bahkan saat laki-laki itu telah meng-claim Nala sebagai mantannya beberapa waktu lalu, dia tetap gencar mendekati Nala dan berkata kalau mereka akan segera balikan.

"Neng, tadi si aa yang pesen bilang kalo Neng-nya spesial. Itu si Aa-nya beneran selingkuhan Neng?" tanya sopir gojek membuka percakapan.

"Bukan, Aa yang pesen itu gebetan saya. Kalo yang tadi nahan-nahan saya cuma cowo gila, Pak."

Pengemudi gojek itu hanya mengangguk-anggukan kepalanya, mencoba percaya dengan apa yang Nala katakan. Tapi sejujurnya sopir gojek itu melihat ketulusan di mata Septian saat tadi menahan Nala, membuat ia berpikir kalo ucapan laki-laki tadi adalah sebuah kebenaran.

"Nanti kalo si Aa yang pesen nanyain, jangan bilang ada yang nahan saya, ya, Pak. Saya takut dia marah," ucap Nala.

Sang pengemudi gojek hanya mengangguk, dan sesuai perintah penumpangnya ia tak akan mengatakan hal apapun tentang kejadian di depan gerbang sekolah tadi.

Sampai di rumah, Nala mengembalikan helm dan jaket milik gojek itu. Ia memasuki rumahnya masih dengan rasa kesal pada ulah Septian. Sepertinya semakin ke sini kewarasan Septian semakin ke sana.

"Laa, udah pulang? Sama siapa?" tanya ibu Nala saat gadis itu membuka sepatunya di dapur.

"Gojek, Bu."

Ibu Nala berdecak. "Lain kali minta jemput ke Ibu aja, jangan gojek mulu. Boros kamu inii," omel sang ibu.

Nala sedang malas meladeni omelan ibunya, ia hanya berdeham sebelum akhirnya naik ke kamar untuk mengistirahatkan badannya.

Gadis itu tertidur dengan seragam sekolahnya hingga pukul 6 sore, mengabaikan perutnya yang lapar dan puluhan chat dari Ardana yang belum sempat ia balas.

Setelah bangun dan membersihkan tubuhnya, Nala mengambil ponselnya. Ia tersenyum saat melihat pesan terakhir dari Ardana. Laki-laki itu mengirimkan foto dengan bibir cemberut dan kepala yang diletakkan di atas buku catatan. "Galau gabisa belajar gara-gara chatnya nggak dibales Ara." Cuitan itu lah yang membuat senyum Nala semakin lebar.

VIRTUAL, Isn't it? {COMPLETED}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang