Foto Kelas

33 7 3
                                    

"La dianterin pake mobil ayah aja, ya," tawar ayah Nala saat melihat anak gadisnya turun dari tangga dengan barang bawaan yang cukup banyak.

Nala dan teman kelasnya sudah berbagi tugas untuk acara foto tahunan kelasnya, dan kemarin ia mendapat bagian untuk membawa pernak-pernik seperti : kacamata hitam, beberapa topi, dan headband. Nala memang mempunyai banyak barang-barang seperti itu, jadinya ia tidak keberatan saat mendapat bagian tugasnya.

"Nggak usah, Yah. Ayah istirahat aja, kan mumpung libur juga. Tenang aja, Nala udah dipesenin go car sama Ardana," ucap Nala sambil menaik turunkan kedua alisnya.

Ayah Nala berdecak. Setelah beberapa bulan anak gadisnya dekat dengan laki-laki yang menurutnya terlalu semu untuk Nala, akhirnya ayah Nala mulai menerimanya. Lagi pula anaknya tidak berpacaran dengan laki-laki itu, jadi tidak ada ikatan yang jika suatu saat terjadi masalah akan membuat Nala kesulitan melepasnya.

"Akhi-akhir ini kamu udah jarang repotin Ayah lagi, ya, La. Ayah jadi kangen sama Nala yang suka minta dijemput, minta dianterin, minta dibeliin ini itu." Pria itu menepuk pundak anak gadisnya sambil tersenyum, setelah itu membantu Nala membawa 2 paperbag berukuran besar ke teras depan.

"Nala nggak makan dulu?" tanya sang Ibu yang berlari dari arah dapur dengan membawa pisau yang sedang ia gunakan.

"Nggak, Bu. Rencananya nanti Nala sama temen kelas mau makan di café sekalian foto." Nala menyalimi tangan ibunya.

"Sepatunya nggak mau di pake, La?" Ayah Nala bertanya saat melihat kaki Nala masih beralaskan sendal jepit.

Nala terkekeh. "Iya, Nala lupa pake sepatu. Tadi takut kesiangan, makanya buru-buru."

Ibu Nala dengan sigap kembali ke dapur untuk mengambilkan sepatu anaknya. "Mau pake sepatu yang mana?!" teriak ibu Nala.

"Yang putih aja, Bu." Nala balas berteriak.

"Nanti pulangnya Ayah jemput aja, ya. Sekalian malemnya kita makan di luar sama ibu. Udah lama kayaknya kita nggak family time," ujar ayah Nala sambil mengelus rambut pendek Nala dengan sayang.

Nala mengacungkan jempolnya. "Siap Ayah Bos."

Ibu Nala kembali membawa sepatu Nala yang berwarna putih. "Makasih Ibu," ucap Nala lalu mencium pipi kiri ibunya.

Nala mengenakan sepatunya dengan benar, setelah itu kembali menyalimi Ibu dan ayahnya.

Setelah berdadah ria, Nala melangkahkan kakinya menuju keluar pagar. Tepat saat Nala menutup pintu pagar, mobil yang Ardana pesan sampai.

"Atas nama Nalara?" tanya supir.

Nala mengangguk. Kemudia ia masuk ke kursi belakang dengan membawa dua paperbagenya.

Karena jarak dari rumahnya ke café milik Ibu Septian cukup jauh, Nala mendial nomor Ardana agar ia tidak bosan.

"Pake sabuk pengamannya cantik," perintah Ardana saat ia melihat Nala tak mengenakan sabuk pengaman.

Nala terkekeh, Ardana tetaplah Ardana. Si protective yang tak mau Nala-nya kenapa-napa.

Setelah cukup lama mengenal Ardana, Nala juga jadi tahu banyak tentang laki-laki itu. Perlakuan Ardana juga semakin manis pada Nala, dan bahkan Ardana juga menjadi pendukung setianya dalam proses ambis untuk dapat masuk ke kampus UPI. Mereka jadi sering belajar bersama membahas latihan soal persiapan UTBK, dan Ardana selalu menamainya dengan 'study date'.

"Awas nanti jangan deket-deket, ya sama manusia gila itu," peringat Ardana.

Siapa lagi yang Ardana maksud kalo bukan Septian.

VIRTUAL, Isn't it? {COMPLETED}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang