Family Time

31 6 5
                                    

Acara foto kelas 12 IPA 2 selesai tepat pukul satu siang. Mereka langsung membereskan café yang hari ini sengaja tutup, setelah itu Farel memberi tugas pada tim konsumsi untuk memesan sesuatu agar mereka dapat makan siang.

Semua acaranya berjalan dengan lancar, dan dengan Septian yang semakin siang kegilaannya semakin kembali. Sepertinya laki-laki itu mulai melupakan masalahnya.

"Abis makan mau langsung pada pulang?" tanya Septian setelah menutup pintu yang menghubungkan ruangan café itu ke ruangan yang biasa mamanya tempati.

"Terserah kalian, kalo mau ada acara lagi ya, ayo," balas Farel. Yang lain hanya saling melirik satu sama lain.

"Gue nggak bisa, ada acara keluarga," ujar Nala mengacungkan tangannya.

Gadis berambut pendek itu baru saja menerima kabar dari sang ayah kalo ternyata family time keluarga kecilnya dibatalkan, diganti dengan family time di keluarga dari pihak ibunya. Meskipun ia malas bertemu dengan Nenda dan para tante juga om-nya, Nala mau tak mau harus ikut acara itu. Kalau tidak, ia semakin gencar menjadi bahan perbincangan di keluarga ibunya itu.

"Wahh, berarti gue juga nggak bisa kalo gitu," saut Septian setelah laki-laki itu duduk di samping Nala.

"Lah, tadi lo nanya. Sekarang lo yang nggak bisa," celetuk Milla.

"Soalnya ada Nala ada acara keluarga."

Nala mendelik. "Ngapain lo nyangkut-pautin acara keluarga gue sama lo?"

"Kan acara keluarga Nala, acara keluarga gue juga." Septian terkekeh sambil menaik turunkan alisnya menggoda Nala.

Pletak

Kacamata hitam milik Nala berhasil mengenai kepala Septian dan terjatuh tepat di bawah kaki laki-laki itu. Pelakunya Dewi, karena sejak tadi Dewi masih asik mencoba semua aksesoris yang Nala bawa.

"Makin siang efek obatnya makin luntur!" Dewi mencibir.

Jelas cibiran Dewi dibalas dengan kekehan teman-temannya yang lain. Memang benar, sudah beberapa hari ini Septian seperti berubah menjadi kalem, tapi ternyata semakin siang kegesrekan laki-laki itu kembali lagi.

"Makanan datang!"

Seruan Juanda dengan dua kresek putih besar membuat mereka bersorak gembira. Beberapa bersiul bahkan berlagak menyambut Juanda layaknya seorang raja yang kembali ke istana.

"Buat Bela, ayam goreng tanpa tepung," ucap Galih yang datang bersama Juanda. Bedanya laki-laki itu hanya membawa satu kresek putih berukuran sedang, khusus pesanan yang berbeda.

Farel berdeham cukup keras. Ia menyadari kalo sejak sekitar 4 bulan yang lalu perlakuan Galih pada Bela sangat berbeda. Sepertinya mereka berdua sedang dalam masa pendekatan.

"Bakal ada yang nyusul bucin kayak gue sama Nala, nih," goda Septian sambil merangkul Nala.

"Apasih," desis Bela malu-malu.

Nala menyingkirkan tangan Septian dari bahunya. "Galih bucin sama Bela itu hubungannya jelas." Nala membenarkan kacamatanya sebentar. "Lah, lo? Bucin sama gue? Cuma ngimpi!"

Tawa orang-orang yang ada di sana jelas langsung menggema. Tapi Septian yang tidak tahu malu itu justru tersenyum bangga. "Nanti gue realisasikan, La."

"Udah udah," lerai Farel. "Sekarang makan dulu. Karena bucin juga butuh tenaga. Iya nggak, Sep?"

"Yoi mas brow!" Septian membalas ucapan Farel sambil membuka styrofoam berisi ayam geprek miliknya.

Acara makan siang itu berjalan lama karena diselingi canda tawa, dan saling lempar guyonan.

VIRTUAL, Isn't it? {COMPLETED}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang