"Lo pulang sama gue, ya, La. Gue udah izinin lo ke guru piket tadi."
Nala melirik Farel yang berdiri di bibir pintu kelas 10. Ya, posisi mereka kini berada di kelas 10 yang letaknya tak jauh dari lapangan. Tadi Nala kembali merasa pusing, karena itu lah Dewi dan Septian membawanya ke ruangan kelas.
"Lah!" Septian tidak terima. "No! Nala pulang sama gue!"
Farel menghampiri bangku yang mereka duduki dan berkacak pinggang. "Rivalldo Septiana! Lo tu paling jago maen bola, terus bentar lagi kelas kita main! Posisi gue sih bisa digantiin Rizki, Rizal, atau Rendi. Kan kata lo mereka juga mainnya bagus."
Dewi mengangguk setuju. "Nah cewe-cewe yang masih ada di sekolah bakal jadi supporter. Kan suara cewe di kelas kita pada rame!"
"Udah lah, Sep. Gue lebih tenang dianterin Farel! Lo mending ganti baju sana!" Nala mendorong punggung Septian yang duduk di atas meja.
Tok tok tok
Beberapa teman kelas mereka datang, 5 laki-laki dengan seragam kaos kelas IPA 2, dan beberapa lagi masih memakai baju acara. Termasuk Bela dan Galih yang kini datang masih menggunakan kostum fashion show mereka.
"Untung aja adik kelas ngasih tau kalo pak ketu di sini, dari tadi kita nyariin di deket tribun lapangan," ujar Milla lalu duduk di atas meja guru.
"Zal, lo gantiin gue maen futsal, ya. Gue mau nganter Nala pulang." Farel menatap Rizal, yang diajak bicara hanya mengacungkan jempol sebagai tanda siap.
"Emang Nala kenapa? Kok pulang?" tanya Bela yang kini mengambil posisi duduk di bangku sebelah Nala.
"Di bully si Benalu sampe palanya sobek," jawab Dewi yang kini ikut-ikutan memanggil gadis itu Benalu seperti yang Septian biasa lakukan.
"Lah, kapan?" tanya yang lain langsung mendekat ke meja Nala.
"Tadi sebelum Bela sama Galih tampil." Dewi yang menjawab.
"Kalo gitu sebelum Nala dianter pulang mending kita fotbar dulu, gapapa fotbar di sini aja. Lumayan buat kenangan plus share di IG," usul Milla yang diangguki mereka.
Posisi langsung berubah. Nala dan Dewi duduk atas meja yang tadi ditempati Septian, sedangkan laki-laki itu berpindah menjadi berdiri di belakang Nala. Farel berdiri di samping Nala dan Milla berjongkok di bawah Nala. Sisanya bermacam-macam, bahkan Rizal sampai mengambil posisi rebahan di lantai kelas.
Ponsel milik Farel yang digunakan untuk mengambil foto mereka simpan ditempat penyimpanan penghapus whiteboard.
"1 2 3!" teriak Rendi yang menekan ikon kamera.
Cekrek
Setelah mengambil sekitar 5 foto, mereka langsung mengambil posisi lingkaran untuk berdoa agar permainan futsal nanti dilancarkan. Setelah itu mereka langsung keluar dari kelas menuju tribun, sedangkan Nala dan Farel berjalan ke parkiran.
Septian masih menatap punggung Nala yang kini semakin mengecil di ujung koridor. Dewi menepuk pundaknya dari belakang. "Sana ganti baju, maennya yang semangat. Kan kalo lo menang juga Nala yang bangga."
Sedangkan di tempat parkir, Farel membukakan pintu mobilnya untuk Nala. "Tumben lo bawa mobil, Rel," ujar Nala.
Farel terkekeh. "Lagian lagi acara bebas gini, terus tadi juga ke sekolah sekalian bareng sama anak-anak yang lain."
Nala mengangguk saja dan duduk di kursi samping Farel, dia menyandarkan pundaknya pada jok. Rasanya perih di kepala belakang Nala semakin menjadi-jadi.
"Hp lo nggak bisa diidupin banget?" tanya Farel saat ia mulai melajukan mobilnya keluar dari area sekolah.
"Iya, argh! Padahal tadi gue lagi telponan sama Ardana," kesal Nala. Gadis itu mengambil ponselnya yang mati dan mengetuk-ngetuknya pada tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIRTUAL, Isn't it? {COMPLETED}
Teen FictionMasa-masa ujian, masa-masa pusing dengan berbagai macam tugas, masa-masa sibuk mempersiapkan UTBK, dan tentu saja masa-masa butuh support system. Lalu Nalara dipertemukan dengan Ardana, seorang laki-laki virtual di sebuah grup try out yang ia masuki...