Hari ini acara sekolah masih berlangsung, tim futsal putra dari kelas Nala berhasil memasuki babak final. Tapi tidak dengan tim futsal putri, mereka kalah telak dengan skor akhir 7-2.
Karena acaranya bebas dan tidak ada absensi, hari ini Nala berniat pergi ke optik untuk membeli kacamata baru sebelum berangkat ke sekolah. Semalam ia dan Ardana sudah membicarakan itu. Tadinya Ardana akan memesankan Nala kacamata, tapi setelah berdiskusi Ardana menyarankan Nala untuk pergi ke optik saja. Siapa tau minus matanya bertambah atau bahkan turun.
Sejumlah uang Ardana transfer pada Nala, meskipun Nala menolak mentah-mentah, Ardana tetap memaksanya. Katanya itung-itung ganti rugi karena tidak bisa menemani Nala.
Ting nong
Nala keluar dengan seragam kelasnya yang sudah disepakati kemarin sore oleh Farel dan yang lain, gadis itu menggendong tas kecil berisi dompet dan powerbank yang tak pernah ia tinggalkan. Padahal ponselnya kemarin sore dibawa Farel untuk diperbaiki.
Gojek yang dipesan Ardana sudah menunggu Nala di luar pagar. Nala tersenyum ramah dan menerima uluran helm dari abang gojek itu.
"Saya udah dipesen sama Aa-nya buat nganterin Tetehnya ke mana pun hari ini, tapi tujuan pertamanya optik Bintang, kan?"
Nala sedikit tak menyangkan dengan apa yang Ardana lakukan. Memesankan gojek seharian untuk Nala? Berapa banyak uang yang Ardana keluarkan hari ini untuk Nala?
"Iya, ke optik Bintang," jawab Nala sebelum akhirnya motor itu bergerak menjauh dari rumah Nala.
Sampai di optik, Nala langsung turun, membuka helmnya, lalu memberikannya pada abang gojek dan segera masuk ke dalam optik besar yang baru buka tersebut. Sedangkan sopir gojek itu menunggu Nala di kursi depan optik.
"Selamat pagi, ada yang bisa di bantu?" sapa receptionist dengan ramah.
Nala membalasnya dengan senyuman. "Saya mau cek mata sekalian beli kacamatanya."
"Sebelumnya pernah ada riwayat minus?" tanya perempuan cantik itu.
"Iya, kiri 5,5 yang kanan 6."
Receptionist itu mengangguk. "Ayo ikut saya," ajaknya lalu memimpin jalan menuju sebuah ruangan yang tidak terlalu besar, ruangan pemeriksaan.
Nala duduk di kursi yang disediakan. Mengikuti semua arahan dari perempuan itu yang ternyata adalah receptionist sekaligus dokter matanya. Kacamata yang kemarin memang tidak Nala beli di sini, gadis itu membeli kacamatanya saat berlibur di Jakarta bersama ayah ibunya 6 bulan yang lalu karena kacamata sebelumnya patah tak sengaja diduduki sang ayah. Sebenarnya salah Nala karena gadis itu teledor, tapi ayahnya dengan baik hati dan tanpa mengomeli Nala dulu langsung mengajaknya membeli kacamata yang baru. Pria paruh baya itu malah berujar, "Kacamatanya udah rapuh, pengen diganti."
Optik Bintang menjadi pilihan Nala karena hanya Optik itu yang berada tidak jauh dari sekolah Nala. Di tambah ratingnya di gugel mencapai angka sempurna.
"Ini minusnya nambah, De," jelas perempuan itu setelah Nala selesai melakukan beberapa rangkaian pengecekan. "Buat lensanya mau pake yang kaya gimana?"
"Pake yang anti radiasi aja, Ka."
Setelah itu Nala memilih frame kacamata yang kira-kira cocok untuknya. Setelah mencoba beberapa frame, akhirnya pilihan Nala jatuh pada kacamata berbingkai hitam dengan bahan yang tidak mudah patah.
"Kacamatanya bisa langsung jadi sekarang?" tanya Nala yang diangguki oleh perempuan itu.
"Tunggu 15 menit, ya."
Nala menurut. Ia menunggu kacamatanya selesai sambil melihat-lihat koleksi frame kacamata yang ada di sana. Pantas saja ratingnya tinggi, banyak sekali koleksi frame kacamata yang sedang trendy di sini. Dari berbagai ukuran, berbagai warna, dan berbagai harga.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIRTUAL, Isn't it? {COMPLETED}
Ficção AdolescenteMasa-masa ujian, masa-masa pusing dengan berbagai macam tugas, masa-masa sibuk mempersiapkan UTBK, dan tentu saja masa-masa butuh support system. Lalu Nalara dipertemukan dengan Ardana, seorang laki-laki virtual di sebuah grup try out yang ia masuki...