18

1.8K 237 20
                                    

Lelaki itu berdiri memandang ke ujung senja tempat matahari yang samar tak terlihat lagi. Angin sore menerpa permukaan kulit memberikan perasaan kering yang tak biasa. Perasaan kosong itu begitu mengganggunya, perasaan yang tinggal di hatinya sejak beberapa bulan lalu.

Tepat sebelum matahari tenggelam sepenuhnya, Sunoo, lelaki itu melihat bayangan lelaki lain. Rambutnya cokelat tua, matanya sebiru laut, kulitnya sewarna pasir, dan senyumnya begitu menenangkan. Kunang-kunang terbang mengitarinya, membuatnya terlihat semakin bersinar.

Sunoo mengulas senyum saat pemilik bayangan semakin mendekat kearahnya.

"Kau pulang cepat hari ini?" Sunoo bertanya lembut pada lelaki yang kini duduk di sampingnya, di kursi taman halaman belakang.

"Tak ada pekerjaan lain, jadi aku langsung pulang. Sekarang sudah hampir gelap, kenapa belum masuk ke dalam?"

"Angin sore menenangkan ku."

"Sudah cukup menikmati angin sorenya. Sekarang ayo masuk ke dalam." Lelaki itu meraih tangan Sunoo dan hendak bangkit sebelum Sunoo menahannya untuk duduk kembali.

"Tunggu sebentar lagi saja, kak. Aku masih ingin menikmati suasana ini."

"Sejak tadi kau tidak sedang menikmati suasana. Kau pasti tengah merenung bukan? Aku sangat tau kebiasaan mu yang ini. Kenapa Sunoo? Sudah ku bilang agar jangan terlalu banyak berpikir. Itu tak baik untuk kesehatan kandunganmu."

Sunoo terkekeh mendengar perkataan yang lebih terdengar seperti gerutuan itu. Lelaki ini, lelaki yang ada di sampingnya ini adalah lelaki yang menyelamatkan dan mengurusnya selama enam bulan terakhir ini. Jika di ingat lagi, Sunoo tak bisa menahan kekehannya. Pertemuan pertama mereka bisa dibilang kurang baik. Sunoo memutar memori di kepalanya, mengingat kembali tentang awal mula dia mengenal lelaki ini.

Flash back on!

Sunoo memejamkan matanya, dia sudah bersiap untuk tertabrak dan melayang ke udara. Namun sampai beberapa saat dia tak kunjung merasakan apapun. Tak ada sesuatu yang menabraknya. Tubuhnya masih baik - baik saja. Sampai ketika sebuah suara berat membuatnya terkejut dan membuka mata.

"Kau pikir apa yang sedang kau lakukan? Kau ingin mati?"

Sunoo menundukkan kepalanya kala melihat seorang lelaki berdiri dihadapannya dengan wajah dinginnya. Menakutkan. Apa lelaki ini malaikat kematiannya?

"Permasalahan apa yang kau hadapi hingga berani melakukan ini? Kau masih kecil. Masih terlihat sangat muda!"

Lelaki itu berdecih ketika bocah di hadapannya tak memberi respon apapun.

"Bocah, kalaupun kau ingin mati kenapa dengan cara seperti ini? Kau akan membuat orang yang menabrak mu kerepotan. Jangan membuat orang lain susah hanya karena kematian konyol mu."

Sunoo meringsut kala mendengar nada suara lelaki itu semakin meninggi. Air mata yang sebelumnya sudah berhenti keluar kini kembali berjatuhan. Bibirnya pun bergetar menahan suara tangisnya yang bisa pecah kapan saja.

"Kau menangis?" Mendengar isakan kecil dari bocah di hadapannya, lelaki itu menunduk memeriksa wajah bocah yang sudah sembab dan memerah itu

"Kenapa kau malah menangis? Astaga! Kau benar - benar bocah menjengkelkan. Dimana rumahmu? Aku akan mengantarkanmu."

Sunoo menggeleng sambil terus menangis tanpa menjawab pertanyaan lelaki itu.

"Kau tak punya rumah?"

Lagi - lagi Sunoo hanya menggeleng sebagai jawaban, membuat lelaki di depannya merasa prustasi.

"Kalo begitu ayo pergi ke rumah ku dulu."

Brother_in_Law (Sungsun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang