Yuk biasakan vote dulu yukkkk
Sunoo menyeruput teh nya, hari ini benar-benar dingin. Cuaca di luar sana memang tak bersahabat–hujan. Dia menaruh kembali cangkirnya. Matanya sibuk menatap jendela kamarnya yang sekarang perlahan mulai buram akibat air hujan.
Perlahan ia merasakan pelukan dan kepala seseorang yang jatuh dibahunya. Dan ia tahu siapa seseorang yang memeluknya dari belakang kali ini.
Orang itu masih sama–Jay.
"Melamun lagi?"
Sunoo melepas dekapannya dan berbalik menghadap Jay.
"Kau tidak pergi ke rumah sakit hari ini?" Tanya Sunoo kemudian.
Jay mendengus. "Mencoba mengalihkan pembicaraan, heh?"
"Tidak juga, aku sungguh bertanya." Elaknya dengan mengulas senyum.
"Aku mengambil cuti untuk beberapa hari."
"Kenapa? Kau sakit?" Sunoo menempatkan punggung tangannya pada dahi Jay.
"Tidak. Aku hanya ingin menemanimu. Aku menghawatirkan mu, Sunoo."
"Jangan karena rumah sakit itu milikmu, kau bisa mengambil cuti seenaknya. Aku baik - baik saja, kau harus bertanggung jawab pada pekerjaan mu."
"Wahh lihatlah, anak kecil ini sudah bisa menggurui ku sekarang, hmm?" Jay menaik turunkan alisnya, menggoda. Sementara Sunoo memutar bola matanya malas.
"Kau sudah tua, berhentilah bersikap menyebalkan!"
Jay tertawa renyah, dia kemudian mendudukan dirinya di tepi ranjang.
Untuk beberapa saat suasana mendadak hening, sebelum akhirnya Jay kembali membuka suara.
"Sunoo, apa kau masih sering memikirkannya?"
Jay menunggu jawaban Sunoo dengan penasaran. Sejujurnya dia berharap bahwa Sunoo tak lagi memikirkan orang dimasa lalunya.
Namun sepertinya harapan hanya akan menjadi harapan ketika sebuah jawaban dari Sunoo akhirnya terdengar.
"Mungkin tak ada cara bagiku untuk melupakannya selain kematian?" Sunoo kembali memandang ke arah luar, napasnya terdengar memberat. Tangannya dia bawa untuk mengelus perutnya yang sudah membesar. "Ada darah dagingnya dalam diriku. Bagaimanapun, ini adalah sebuah kenyataan yang tak terelakan. Semakin hari, saat anak ini semakin tumbuh, ingatan tentangnya pun semakin menjadi di kepalaku."
Jay kini sudah berdiri disamping Sunoo. Tak peduli apa yang lelaki manis itu katakan, semanyakit kan apapun itu, Jay tetap berdiri di sampingnya. Mereka menghadap ke depan, memandang ke arah yang sama.
"Lalu mengapa kau perlu menyiksa dirimu terlalu lama, Sunoo? Kenapa kau tak mencoba untuk kembali dan menerimanya."
"Aku memang mencintainya, tapi aku tak memiliki hasrat atau ambisi untuk memilikinya. Sejak awal, aku dan dia hanyalah kesalahan. Lagipula aku tak tau apa yang terjadi sekarang. Sudah lebih dari enam bulan. Dia bisa saja sudah melupakan ku sekarang. Lelaki sepertinya tidak pernah serius soal cinta. Mungkin sejak aku pergi dia kembali pada kakak ku, atau kemungkinan lainnya dia sudah berganti pasangan berkali - kali. Dia memang orang yang pertama jatuh cinta, tapi yang mencintai hingga sekarang, kurasa itu hanya aku."
Jay meremat kuat dadanya. Bertemu dengan Sunoo merupakan ketidaksengajaan yang mengacaukan hatinya. Sekilas dia menemui sosok masa lalu pada diri Sunoo.
Semua berawal dari rasa penasaran yang terus membawanya pada ketertarikan. Pembawaan Sunoo yang dingin dan tenang diam-diam memikat hatinya. Menghidupkan lagi saraf-saraf di hati yang lama tak berfungsi. Menghadirkan kembali rasa yang telah lama pergi.
Menatap Sunoo tersenyum, memperhatikannya berjalan anggun, bahkan mendengarnya bersuara pun adalah hal-hal sederhana yang berhasil membuat hati Jay jatuh.
Dia bahkan tak memperdulikan resiko terburuknya ketika dia jatuh cinta pada Sunoo. Sudah jelas, dalam hati Sunoo hanya terukir satu nama. Dan itu bukan dia.
>
>
>
"Nak, selamat atas kelulusan mu. Kau menyelesaikan ujian mu dengan begitu baik." Nyonya Park berucap seraya menaruh beberapa lauk pada mangkuk Sunghoon.
Beliau sangat terkejut sekaligus bahagia saat mengetahui anaknya lulus dengan nilai yang memuaskan. Padahal sebelumnya beliau sudah mewanti wanti menyiapkan sejumlah uang untuk di berikan pada pihak sekolah andai kata Sunghoon tak lulus.
Namun ternyata ini diluar perkiraannya.
"Sepertinya ayah terlalu menyepelekan kamu selama ini, Sunghoon." Tuan Park bergabung dalam obrolan.
Sementara yang menjadi objek pembahasan hanya mengulas senyum tipis nya yang lagi - lagi membuat kedua orang tuanya merinding.
Sejak kapan anak semata wayang mereka yang urakan itu menjadi lelaki dewasa yang terlihat berwibawa seperti ini.
Tuan Park meletakan sendoknya, dia lantas berkata, "Mari buat semuanya jelas. Apa yang kamu inginkan, Sunghoon?"
Sunghoon turut menaruh sendoknya, dan menatap bingung pada ayahnya.
"Tak perlu bersandiwara lagi, Nak. Barang mahal apa yang sekarang kamu inginkan hingga kamu berusaha keras untuk bersikap baik?"
Kini nyonya Park yang melemparkan pertanyaannya.Dahi Sunghoon semakin berkerut, namun tak berselang lama ia terkekeh kecil. Sepertinya orang tuanya salah paham. Dulu Sunghoon mungkin akan menggunakan trik semacam ini, berpura - pura bersikap baik untuk meminta sesuatu pada orang tuanya. Namun saat ini dia jelas sedang tak melakukan trik apapun.
Dia hanya ingin menjadi lebih baik untuk dirinya, Sunoo, dan anak mereka yang entah ada dimana.
"Aku sudah dewasa, aku hanya ingin menjalani kehidupan yang lebih baik. Sudah bukan waktunya untuk ku bermain - main lagi kan?"
Tuan dan Nyonya Park saling melempar pandangan tak percaya. Sunghoon sudah benar - benar berubah.
Ini baik!!
Mereka akhirnya tidak akan lagi bermasalah dengan banyak orang hanya karena ulah putra semata wayangnya .
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother_in_Law (Sungsun)
RomanceKim Sunoo memiliki kepribadian yang gelap dan suram, saudara perempuannya yang cantik dan lembut adalah satu - satunya cahaya dalam hidupnya, tetapi iblis itu tiba - tiba muncul dan mencuri cahayanya, membuatnya menjadi gila. Bagaimanapun, dia tida...