21

1.7K 242 29
                                    

"Kemarin Ibu menyuruhku untuk pergi ke rumah sakit, jadi aku pergi."

Sunghoon keluar dari mobil sambil berbicara lewat telepon dengan ibunya.

"Aku mengerti. Baiklah aku tutup telepon nya, sampai nanti."

Dia menutup teleponnya, kemudian berjalan memasuki rumah sakit di depannya.

Kakinya terus melangkah hendak menuju resepsionis rumah sakit, sebelum netranya tidak sengaja menangkap siluet seseorang.

Seseorang yang hampir membuatnya gila.

Ketika pandangan seseorang itu tanpa sengaja jatuh ke arahnya, Jantung Sunghoon kembali tersentak. Orang itu... Dia benar - benar Sunoo.

Bak adegan dalam sebuah film, diantara banyak nya orang yang berlalu lalang, mereka masih tegap berdiri di tempat masing-masing,  saling memandang dan tak ada yang mau berpaling.

Setelah beberapa lama, Sunghoon memberanikan diri untuk mendekat, menatapnya semakin dalam, mengamati setiap senti tubuh Sunoo. Dari yang paling atas—ujung rambut hingga ke bagian paling bawah.

Sunoo terlihat berubah. Pandangan Sunghoon jatuh pada perut buncit Sunoo. Tangannya yang gemetar hebat berusaha untuk menyentuh perut itu sebelum tangan kecil Sunoo lebih dulu menghempasnya kasar.

Sunoo sama terkejutnya dengan Sunghoon. Setelah berbulan - bulan mereka tak bersua kenapa semesta harus mempertemukan mereka lagi saat ini.

Entah benar atau tidak, Sunoo melihat mata Sunghoon memerah, lalu tetesan air bening keluar darisana. Ini adalah kali pertamanya melihat Sunghoon menangis.

"Sunoo... Bagaimana kabarmu dan anak kita?" Sunghoon berucap lirih, entah Sunoo dengar atau tidak.

Saat ini perasaan Sunghoon sangat bercampur aduk. Perasaan rindu, sedih, sakit, dan bahagia menjadi satu. 

Sunoo tersenyum getir, berusaha menahan air matanya yang bisa terjun kapan saja.

"Kabar ku sangat baik." Sunoo menjawab tenang. Sementara Sunghoon masih menatapnya sendu.

"Kenapa kau tega melakukan ini padaku, Sunoo?"

"Memang apa yang kulakukan padamu?" Sunoo masih mempertahankan ketenangannya.

"Kau pergi dengan anakku dalam perutmu tanpa mengatakan apapun. Kau berniat menyembunyikannya?"

Sunoo hanya memandangnya datar, seolah tak ingin mengatakan apapun.

"Kenapa kau harus menghukum ku dengan cara seperti ini? Katakan padaku apa yang membuat mu pergi begitu saja?!"

"Aku hanya tak mencintaimu!" Sunoo berujar. Sedang lidah Sunghoon terasa kelu. Tatapannya pun tak bergeming.l mendengar apa yang dikatakan orang di depannya.

"Lupakan lah apa yang pernah terjadi dimasa lalu. Lagipula kita sudah lama berpisah, bukankah seharusnya kau memiliki pasangan saat ini?"

"Kau salah besar! Bagiku kesetian adalah harga mati dimana semua orang yang menjalin cinta harus mempunyai komitmen untuk saling setia dan saling percaya satu sama lain. Dan sejauh ini aku sudah menjaga komitmen dan prinsip itu untuk mu meski kamu tidak disisiku. Selama ini, aku hanya mencari dan menunggumu kembali, Sunoo."

"Berhentilah, Sunghoon. Sampai kapanpun aku tak bisa bersamamu."

"Kenapa? Kenapa tidak? Apa yang membuatmu begitu sulit menerima ku? Selain hari dimana aku menyetubuhi mu, apakah aku pernah menyakitimu? Setelah aku mengatakan bahwa aku jatuh cinta padamu, pernahkah kau melihat ku bertingkah brengsek lagi? Untukmu, aku selalu berusaha untuk menjadi lebih baik dari hari ke hari. Lagipula kau mengandung anakku. Apa kau akan tetap bersikeras memisahkan seorang ayah dari anaknya? Kau akan membiarkan dia tumbuh tanpa seorang ayah, begitu? Apa egomu lebih penting dari anak kita, Sunoo?"

Perkataan Sunghoon terhenti kala tiba - tiba kekehan Sunoo terdengar.

"Siapa yang kau sebut sebagai anakmu, Sunghoon?"

Sunghoon mengernyit tak mengerti.
"Dia...  yang diperutmu, bukankah d-dia... anakku?"

Senyum samar terulas dibibir Sunoo. Dia berusaha mengikat kata dalam mata batinnya, meredam rasa dalam sanubarinya, menelan sakit yang merajai, dan dengan susah payah Sunoo berkata. "Tentu saja ini bukan anakmu."

Bak disambar petir di siang bolong, Sunghoon tercekat.

"Saat itu aku sudah memiliki kekasih. Dan sebelum kau memperkosa ku, tentu saja aku sudah lebih dulu berhubungan dengan kekasihku. Sebagai seorang bajingan, kau terlalu naif, Sunghoon."

Sunoo terdiam melihat raut wajah kecewa dan terkhianati Sunghoon, namun dia lebih memilih tersenyum sinis meskipun hatinya juga berteriak kesakitan.

"T-tidak! Itu.."

"Selamat siang Nyonya." Sapaan seorang suster menghentikan perkataan Sunghoon.

"Selamat siang. Apa dia ada di dalam?"

Sunghoon memperhatikan senyum ramah Sunoo pada suster itu. Satu hal yang membuat Sunghoon bingung, kenapa mereka terlihat akrab? Dan siapa yang dimaksud oleh Sunoo?

"Beliau baru saja menyelesaikan operasinya. Anda bisa menemuinya, Nyonya."

"Baiklah, terimakasih. Aku akan pergi. Selamat tinggal, Sunghoon." Masih dengan senyumannya, tanpa beban Sunoo melangkah meninggalkan Sunghoon yang masih mematung seperti orang bodoh.

Dia memandang punggung Sunoo yang mulai menjauh. Dia ingin berlari , merengkuh tubuh itu dan meminta Sunoo untuk mengatakan bahwa semua yang di dengar Sunghoon sebelumnya adalah kebohongan. Namun entah apa yang membuat kakinya seolah tertanam pada lantai.

"Tuan, anda baik - baik saja?" Teguran suster itu menyadarkannya.

"Oh, saya tidak apa - apa." Sunghoon berusaha mengulas senyum. Dia menghela napas, lalu bertanya. "Suster, lelaki barusan, jika boleh saya tahu, siapa dia?" Sunghoon  bertanya penasaran, berharap bahwa jawaban suster ini dapat membantunya.

"Beliau istri Dokter Park, pemilik rumah sakit ini."

Namun jawaban dari suster itu justru membuat Sunghoon mendadak pening. Tubuhnya terhuyung kebelakang. Rasanya sebuah benda tumpul baru saja menghantam keras kepalanya.








Ga vote, ga up lho yaaa

Brother_in_Law (Sungsun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang