.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Tak perlu membantuku, aku bisa sendiri!"Wanita cantik bermanik mata ceri itu membuang muka ke arah pria berjubah hitam yang mencoba membantunya bangkit saat terhempas ke pohon. Wanita itu mencoba melakukan ritual pelepasan untuk dirinya sendiri.
"Aku tidak ingin membantumu, aku hanya mencoba untuk ritual ini berhasil."
Pria berjubah hitam itu tak kalah dingin darinya, Aries.
"Kazazu adalah hasil dari perjanjian antara tiga manusia biasa dengan--"
"Aku tidak peduli!" Aries pergi meninggalkan pria asing itu.
Percuma jika pria itu menjelaskan segala asal usul masalah ini, tak akan ada yang berubah, tak akan. Takdir mereka memang digariskan diritual ini.
.
.
."Apa kau membawa bukunya?"
Seorang pria tua tua itu membisik dengan gelagat menyembunyikan sesuatu, terlihat jelas dari tatapannya."Tentu saja, apa kau sudah mengurus bayi-bayi itu?" Pria yang sedikit lebih tua darinya itu bertanya balik.
"Ya, aku sudah menyiapkan 7 bayi. Apakah cukup?" tanya pria tua itu kembali membisik.
"Aku dapat dua bayi lagi, berharap lah, ini cukup!"
Salah seorang membuat kedua pria itu menoleh ke sumber suara. Mereka menoleh, mendapatkan satu pria matang dengan dua bayi yang berada di tangannya.
"Bagus, Agab. Di mana kau mendapatkannya?" tanya pria tua itu dengan menerbitkan senyum manis.
"Istriku baru saja melahirkan. Ini juga demi kebahagiannya!"
Agab, sosok pria matang itu tersenyum bangga. Sedangkan dua pria tua yang sedikit terkejut dengan penuturan dari Agab.
"Apa istrimu tahu?" tanya pria agak lebih tua yang sering di sapa Haga.
"Tidak," jawab Agab enteng, tanpa rasa bersalah.
"Fang, apa tidak apa-apa?" tanya Haga dengan tatapan serius.
"Terkadang kita harus mengorbankan sesuatu untuk sesuatu yang besar. Ini juga untuk Azaz, Ayah mertua."
Agab mencoba memberikan alasan, agar mertua di hadapannya ini setuju untuk menjadikan cucunya yang bahkan baru ia lihat, menjadikannya tumbal untung kepentingan mereka sendiri.
"Ayo, lebih cepat, lebih baik."
Mereka mengangguk saat Fang memberikan saran. Mereka segera bergegas ke dalam goa, tepat di tengah hutan itu. Mereka masuk tanpa rasa takut, mereka adalah manusia-manusia yang haus akan keserakahan harta dan tahta.
"Ayo kita mulai!" kata Fang setelah menyusun bayi itu mengelilingi batu yang sedikit agak besar. Tampak api mulai muncul, bahkan terlihat bayi-bayi itu sebagai kayu yang siap menjadi arang untuk api yang sempurna.
"Keluarkan bukunya cepat!"
Haga mengeluarkan buku kuno itu dengan sangat tergesa-gesa. Menyimpannya tepat di hadapan ketiganya, agar mereka dapat merapalkan satu kalimat penuh misteri di dalamnya.
Semua diam, membuat suasana malam itu semakin tenang. Mereka mulai melakukan ritual perjanjian itu. Tangan mereka mencoba membuat bintang, mengarahkannya tepat di atas buku dan mulai merapalkan kata-kata itu.
"Fatayo za cao mi gotayu ma .... Fatayo za cao mi gotayu ma .... Fatayo za cao mi gotayu ma ...! FATAYO ZA CAO MI GOTAYU MA!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Legend of Twelve Stars [Revisi Akan Dilakukan Setelah End]
FantasiFantasy 80% Misteri 15% Romans 5%