"Jadi, Edgar cemburu sama Leon?" tanya Nesa tidak percaya.
Kuanggukkan kepalaku membalas pertanyaannya yang sama untuk kesekian kalinya.
"Wahhh...kamu harus mempertemukan Leon dengan Edgar, Nai!"
"Setuju, setuju, biar Edgar tahu sama siapa dia cemburu."
Suara kikikkan Nesa dan Lisa terdengar mengusikku, mereka sepertinya senang sekali ketika kuceritakan jika acara makan siangku dan Edgar kemarin sedikit kacau. Terlebih saat kuberi tahu jika semua itu karena Leon, yang notabene adalah anak laki-laki Nesa.
"Dia sudah tahu, guys! Aku langsung memberitahunya saat itu juga, jadi tidak perlu mempertemukan mereka." Balasku dengan tidak bersemangat.
Kudengar helaan napas dari kedua sahabatku itu, kurasa mereka kecewa.
"Yahhh....sayang sekali kalau begitu."
Untuk sesaat kami kehabisan obrolan, aku yang biasanya memunculkan topik obrolan kami saat ini sedang tidak bersemangat. Selain karena moodku yang sedang jelek, tentu saja karena jadwal dadakan operasi Edgar yang membuat kami tidak bisa menggantikan makan siang yang kacau kemarin.
"Ah ya, aku baru ingat! Sabtu nanti jangan lupa untuk datang ke acara reuni angkatan kita, Putri memberitahuku kemarin ketika kami tidak sengaja bertemu di mall." Ucap Lisa tiba-tiba.
"Reuni? Wahhh...sepertinya akan sangat menyenangkan bertemu lagi teman-teman lama. Dan ummm...sepertinya juga akan menjadi ajang percobaan untukmu, Nai!" timpal Nesa yang langsung menarik seluruh konsentrasiku.
"Apa maksudnya dengan ajang percobaan, Nes?"
"Ya, untuk sekedar mengingatkanmu jika nanti kemungkinan besar Wisnu pasti hadir, lalu kita lihat apakah hatimu masih sama atau –"
"Atau Edgar sudah berhasil meruntuhkan dinding es-mu dan menyingkirkan laki-laki itu!" potong Lisa.
"Tepat seperti yang dikatakan, Lisa!"
Kutatap kedua sahabatku itu dengan wajah yang mengatakan 'Are you kidding me?'. Dan menjengkelkannya mereka hanya menggelengkan kepala mereka secara bersamaan. Oh ayolah...aku tidak harus mengingat laki-laki itu lagi, kan?
***
Kurapihkan barang-barangku yang tergeletak di meja, memasukkannya ke dalam tas Chennel-ku. Lalu tak sengaja tanganku menjatuhkan novel yang entah dari zaman kapan dipinjam Nesa dan baru dikembalikan tadi saat kami makan siang. Aku hampir tidak ingat pernah memiliki novel itu.
"Kayaknya ini novel kamu yang aku pinjam waktu SMA dulu deh, kemarin pas lagi beres-beres gudang nemu jadi yah aku kembalikan!" katanya ketika menyerahkan novel yang walaupun terbungkus sampul plastik itu ternyata tidak menyamarkan lamanya ia tersembunyi di gudang.
Kepingan Cinta Lalu karya Helga Rif .
Judul novel itu tertera jelas di balik sampul plastik, yang walaupun tadi aku sempat melupakan novel itu tetapi setelah aku membaca sampul belakangnya kilasan-kilasan dalam cerita itu menghampiriku. Salah satu cerita yang membuatku kesal kepada si tokoh wanita utamanya dan juga kepada diriku sendiri. Sudahlah, aku tak ingin mengingat-ingatnya lagi, itu sudah lama berlalu.
Kuambil novel yang jatuh ke lantai itu lalu secarik kertas tiba-tiba saja jatuh dari dalam novel itu. Namun setelah kertas itu benar-benar sudah di lantai, akupun menyadari jika itu bukan hanya secarik kertas biasa tetapi itu adalah sebuah foto kelulusan SMA-ku, fotoku bersama Wisnu.
"Ya Tuhan!" pekikku sembari menutup mulutku dengan tangan yang bebas.
Dari sekian banyak foto kelulusan SMA dan juga sekian banyak novel yang kumiliki, kenapa harus di novel ini dan saat ini?
"Nai, kamu udah selesai beres-beresnya?"
Tubuhku sedikit tersentak mendengar suara tiba-tiba Edgar yang kulihat berdiri diambang pintu.
"Udah selesai?"
Edgar mengulang kembali pertanyaannya yang tadi tidak kujawab karena terkejut. Melihat wajahnya yang mulai menampakkan gurat-gurat khawatir, langsung saja aku membalasnya dengan anggukan dan memasukan novel yang ada di tanganku dan dengan cepat mengambil foto yang tergelak di lantai itu ke dalam tas.
"Ayo, berangkat!" seruku, berpura-pura tidak terjadi sesuatu yang mengguncang hatiku.
Tetapi, benarkah foto itu mengguncang kembali hatiku? Atau justru malah mengingatkanku akan kesalahanku di masa lalu yang seharusnya tidak pernah terjadi?
***
Tatapan matanya yang biasanya hangat menatapku, kini dingin baikan es di Antartika. Membuat tubuhku membeku bahkan hatiku pun ikut merasakannya. Laki-laki yang ada di hadapanku saat ini sepertinya bukan laki-laki yang selama 3 bulan ini menemani hari-hari terakhirku di masa putih abu-abu. Dia seperti sosok lain yang tidak kukenal. Raganya mungkin saja sama, tetapi tatapan mata dan mungkin hatinya jelas berbeda.
Dan...aku sendirilah penyebabnya! Aku yang telah membuatnya berubah seperti itu, semua salahku, karena aku.
"Kita...akhiri saja, Naila! Gue rasa loe gak pernah bener-bener cinta dan sayang sama gue." Katanya dengan kejam, tidak lagi menggunakan aku-kamu sebagaimana kami biasa saling memanggil.
"Wisnu..."
"Nai! Naila!"
Suara Edgar yang memanggil-manggil namaku menyadarkanku dari kenangan masa lalu yang tiba-tiba saja hadir dalam benakku. Dari ujung mataku, aku dapat melihat jika Edgar tengah menatapku dengan wajah bertanya-tanya. Tidak ingin membuatnya penasaran dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa kujawab, lebih baik aku segera menormalkan diri. Bersikap tenang dalam keadaan mendesak adalah keahlianku, terlebih profesiku menuntutku untuk seperti itu.
"Iya, Gar. Kenapa?"
"Kamu gak apa-apakan? Aku perhatikan dari tadi kamu hanya melamun saja, bahkan kuajak bicara kamu diam saja."
Kuberikan senyum lembut menenangkan andalanku yang biasa kugunakan untuk meluluhkan pasien.
"Aku gak apa-apa, Gar. Hanya kepikiran beberapa laporan pasien tadi!" balasku sedikit berbohong.
"Jangan terlalu dipikirkan! Aku tahu kamu psikiater berbakat di rumah sakit." nasehat Edgar dengan pujian.
Baru saja akukan membalasnya, suara klakson mobil di belakang kami meminta kami untuk segera jalan karena lampu sudah berganti hijau. Dan percakapan kamipun berakhir begitu saja. Edgar tidak lagi mengungkit-ungkit sikapku bahkan ketika kami sudah sampai di depan rumahku. Dia justru malah bersikap manis dengan memberikan kecupan di keningku sebelum dia pergi. Lalu ketika mobil yang dikemudikannya menghilang dari rumahku, perasaan bersalah tiba-tiba saja menghampiriku.
Dan saat itulah aku menyadari satu hal penting akan hatiku.
Hatiku, belum sepenuhnya jadi miliknya!Pendek? Lagi bad mood sih. Sorry kalau kurang berkesan. And give vote and comments too. And sorry for typo. Thanks for read.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny is You!
ChickLitHarus menelan omongan sendiri dengan menerima lamaran yang diajukan dokter muda yang tidak pernah terbesit dalam pikirannya. Terima? Ditolak, aku sudah berjanji. Baiklah, kita coba saja. - Naila Melamarnya? Hal tergila yang kulakukan tanpa persiapa...