Bab 1

21.9K 1K 14
                                    


       “Jadi, anda  menerima lamaran saya, kan?”
Laki-laki tampan nan maskulin di hadapanku ini sudah mengatakan pertanyaan itu untuk yang kedua kalinya. Entah apa yang merasuki pikirannya hingga tiba-tiba datang ke ruanganku setelah pertemuan para dokter spesialis yang tadi baru saja selesai. Tanpa basa-basi terlebih dahulu, dia langsung masuk dan melontarkan pertanyaan yang tidak terpikirkan olehku akan keluar dari bibir seksinya.
“Dokter Naila, jadi bagaimana lamaran saya? Apa Anda menerimanya?” Lagi, laki-laki di hadapanku ini terus menodong pertanyaannya itu.
Aku menghembuskan napas kasar, lalu menatap lekat sepasang mata hazel di hadapanku.
“Kenapa anda melamar saya, Dokter Edgar?” Tanyaku tanpa melepaskan tatapanku dari kedua matanya.
Edgar Alfarizi Winoko, dokter spesialis bedah jantung di rumah sakit ini sekaligus putra tunggal dari pasangan Haryo Winoko dan Irina Winoko, pemilik rumah sakit tempatku berkerja ini. Laki-laki di hadapanku inilah yang nantinya akan mewarisi apa yang orang tuanya miliki, lalu apa yang membuatnya tiba-tiba melayangkan pertanyaan yang sudah lama kutunggu hadir ditelingaku.
Edgar tersenyum sebelum akhirnya menjawab pertanyaanku.
“Karena saya telah milih anda, saya yakin kita bisa membangun pernikahan yang harmonis dan …”
Edgar menghentikan kata-katanya yang membuatku penasaran. “Dan apa, Dokter Edgar?” tanyaku penasaran.
“Dan mungkin akan banyak menghasilkan keturunan.” Jawabnya dengan wajah mesum yang untuk pertama kalinya aku lihat.
Aku langsung memelototinya yang sedang tersenyum polos kepadaku. Astaga, dia berbeda sekali jika sudah berkutat dengan pekerjaan dan juga para pasiennya.
“Aku serius, Naila. Lusa, kedua orang tuaku akan mengadakan pesta di rumah mereka dan jika kau menerimaku, datanglah dan tolong kenakan ini sebagai langkah awal.” Tutur Dokter Edgar yang tidak lagi memakai sapaan formalnya, lalu dari saku jasnya dia mengeluarkan sebuah kotak beludru biru dan meletakkannya di mejaku.
“Selamat siang, maaf sudah mengganggu waktumu!” Ucapnya, lalu pergi begitu saja.
Dan tinggallah aku yang tertegun menatap kotak beludru biru di hadapanku. Aku tidak berani membuka apalagi menyentuhnya. Belum saatnya, belum saatnya aku membukanya. Atau mungkin tidak akan pernah?
***
“Kamu sudah bicara dengan Ayahmu?” tanya Lisa begitu aku menceritakan tentang lamaran Edgar.
Aku mengangguk.
“Lalu apa kata Ayahmu?” kali ini Nela yang menimpali.
Aku mendesah dan menatap mereka gusar. “Ayah menyerahkan semuanya kepadaku, jika aku menerimanya berarti Edgar tinggal ke rumahku untuk melamar secara resmi kepada Ayah.” Jawabku.
“Nah…kalau begitu ayo kita cari gaun untukmu!” seru Nela bersemangat.
Aku kembali mendesah, kali ini dengan tingkat kegusaran yang lebih tinggi.
“Apalagi sih, Nai? Kamu mau nolak lamaran ini? Kamukan udah janji, Naila!” Lisa memojokanku dengan mengingatkan akan janji yang kubuat.
“Aku hanya tidak yakin bisa menjadi istri yang baik, Lisa. Kamu tahukan siapa keluarga Edgar, aku tidak ingin membuat malu keluargaku dan juga keluarganya jika kami menikah nanti.” Tuturku mengeluarkan apa yang mengganjal dihatiku selama dua hari ini.
“Kamu akan menjadi istri yang baik untuk Edgar dan menjadi menantu yang baik untuk keluarganya, Nai. Aku percaya kamu pasti bisa, bukankah menikah adalah keinginanmu? Jadi, berusahalah untuk mendapatkan kebahagian pernikahan itu, Naila!” Nasehat Nela membuatku tertegun.
Haruskah aku menerima lamaran Edgar? Apa dia benar jodohku?
Pertanyaan-pertanyaan itu terus berkeliaran di benakku, bahkan setelah Lisa dan Nela mengantarku pulang dari acara belanja kami. Lalu mataku tertuju ke atas kasur, sebuah gaun selutut berwarna baby pink dengan bagian leher membentuk huruf V. Tidak terlihat mencolok tetapi terkesan seksi dengan keanggunan secara bersamaan. Itu adalah komentar Lisa ketika melihat gaun itu melekat di tubuhku.
“Haruskah aku pergi dan menerima lamarannya?”
***
Stiletto baby pink-ku melekat dengan cantik di kedua kakiku, membuatku dapat melangkah dengan percaya diri ditengah tatapan orang-orang yang menatap tak berkedip kepadaku. Tetapi aku tidak peduli, mataku mencari-cari seseorang yang menjadi alasanku datang ke acara seperti ini. Hingga aku menanggap sepasang mata hazel yang menatapku dengan tatapan yang sulit kuartikan. Tersirat kekaguman, keterpesonaan, dan …cinta? Entahlah…dan dengan percaya diri, pemilik mata hazel itu berjalan menghampiriku yang sedari tadi hanya berdiri di tempatku.
Langkahnya semakin mendekat dan di dalam diriku, tepatnya di jantungku, dia berdetak secara tidak normal. Sejujurnya, aku sudah lama mengagumi orang itu, dengan sikap tenang dan dinginnya yang juga menjadi ciri khasnya. Dan kini dia telah berada tepat di hadapanku dengan sebuah senyum menghiasi wajah tampannya.
“Kamu…sungguh sangat cantik, Nai.” Pujinya dengan tulus.
Aku tersipu, untuk pertama kalinya aku merasa seperti seorang wanita yang tergoda oleh ketampanan seorang laki-laki.
“Dan semakin cantik karena kamu bersedia menjadi calon istriku.” Lanjutnya sembari mengambil tangan kiriku yang tersemat cincin pemberiannya.
Tanpa kusangka ternyata dia mencium tanganku dengan takjub tepat di jari tanganku yang tersemat cincinnya.
“Edgar…” Lirihku atas perlakuannya.
Edgar, laki-laki itu lalu mengangkat wajahnya dan lagi tersenyum kepadaku. Tanpa banyak bicara, dia menggenggam tanganku lalu membuatku harus mengikuti langkah kakinya yang berjalan di depanku.
    “Ma! Pa!” Panggil laki-laki di hadapanku itu.
Oh Tuhan! Edgar memanggil kedua orang tuanya, Bapak Hartadi Winoko dan Ibu Irina Winoko, bahkan tanpa memberiku aba-aba untuk menarik napas. Kedua orang tuanya langsung menatapku, wanita yang di bawa anak semata wayang mereka dengan tatapan menyelidik. Belum hilang satu kesulitanku, Edgar sudah memberikan kesulitan yang lain dengan merangkulku hingga berada di sisinya.
     “Ma, Pa, kenalkan ini Naila! Calon istri, Edgar.” Katanya tanpa beban.
Aku merasa menahan napasku menunggu reaksi kedua orang di hadapanku ini. Dan tidak seperti yang aku bayangkan, jika Ibu Irina, Mama Egdar langsung tersenyum cerah dan memelukku seperti menemukan putrinya yang telah lama menghilang.
“Akhirnya, putra nakalku ini akan menikah juga.” Ucap Ibu Irina dengan senang.
“Dan sepertinya aku tidak perlu mengenal calon menantuku ini. Kenapa tidak kau umumkan saja acara pertunangan kalian di acara ini?” Kelakar Pak Hartadi.
     “Aku memang akan melakukannya, Pa!” Balas Edgar.
“Aku sangat bahagia karena kaulah yang menjadi menantuku.” Ucapan tulus Pak Hartadi kepadaku dengan tatapan hangatnya khas seorang ayah.
“Justu sayalah yang sangat beruntung karena dapat menjadi menantu Bapak.” Balasku dengan hormat.
Dan setelah itu kami terjebak dalam perbincangan yang tak pernah kuduga sebelumnya bisa terjadi terhadap keluarga yang satu itu. Bagaimana mungkin ayah dan anak itu tampak berbeda jika sedang berada di rumah sakit dengan di tengah-tengah keluarganya? Aku tidak menyangka jika Pak Hartadi dan Edgar bisa menjadi pribadi yang hangat dan cukup humoris seperti itu.
Aku lalu menatap laki-laki di sampingku, yang beberapa saat lalu telah mengumunkan pertunangan kami di depan kolega keluarganya dan dokter-dokter rumah sakit yang hadir. Laki-laki yang entah apa alasannya berani melamarku secara tiba-tiba dan menawarkan kehidupan masa depan bersama. Bahkan aku tidak pernah membayangkannya, sekalipun dalam mimpi.
     “Apa kamu diam-diam sudah jatuh cinta kepadaku, Nai? Atau kamu baru menyadari jika aku ini tampan?” Tanya Edgar yang menangkap basah kelakukanku.
Aku langsung membuang muka karena malu.
    “Kamu tidak usah malu, aku senang jika kamu menatapku seperti itu. Dan kuminta, teruslah menatapku seperti itu. Karena aku akan melakukan lebih dari itu!” Ucap Edgar sembari meraih wajahku agar menatapnya.
“Berusalah mencintaiku, ok?!”
Dan tanpa sadar sepenuhnya karena terhipnotis dengan tatapan Edgar, kepalaku mengangguk begitu saja. Menimbulkan efek yang bagus bagi Edgar karena laki-laki itu menampakkan kembali senyum mempesonanya. Sepertinya malam ini aku benar-benar terpesona oleh Edgar. Bersamanya tidak sedikitpun terlintas satu laki-laki pun dari masa laluku.

My Destiny is You!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang