Sorry for late post and typo!
Keep give vote and comments!!!Yang kemaren kecewa sama Naila, di bab ini bakal gak akan kecewa lagi deh.
Dan maaf kalau bab selanjutnya bakal agak telat postingnya, dikarenakan libur lebaran. Tapi kalau ternyata bisa, aku bakal posting. ^^ Salam sayang dari Naila & Edgar :*Setelah selesai dengan acara re-memory di Lembang, kami memutuskan untuk langsung pulang. Jujur saja aku mulai merasa tidak nyaman dengan perasaanku, takutnya aku akan merasa tidak rela melepas Kak Lukas menikah. Meninggalkan Lembang sama artinya dengan melepaskan semua perasaan dan kenangan kami berdua. Kak Lukas dan aku membeli beberapa jagung bakar dan kue pukis kesukaanku dan Ayah saat perjalanan pulang. Selama perjalanan kami sama sekali tidak membahas apa yang sudah terjadi di antara kami. Aku dan Kak Lukas sepertinya memiliki pemikiran yang sama untuk menganggap jika kejadian tadi hanyalah bagian dari masa lalu kami yang tak perlu lagi dibahas.
Setibanya di rumah, aku melihat Ayahku tengah bermain catur di saung-saungan halaman rumah bersama Mang Uman, orang yang telah bekerja dengan keluargaku sejak aku masih bayi. Ayah menyambutku dengan pelukan hangatnya yang kurindukan dan Mang Uman yang juga sudah kuanggap seperti keluarga sendiri memelukku juga dengan hangat. Ayah sedikit memarahi Kak Lukas karena terlalu lama membawaku jalan-jalan padahal katanya Ayah sudah kangen sekali kepadaku. Tapi ketika Kak Lukas akan berpamitan, Ayah justru malah agak tidak senang.
"Tidak menginap saja, Kas?" tanya Ayah saat Kak Lukas akan pamit pulang.
"Tadinya mau gitu, Yah. Tapi Nyonya besar nanti bakalan marah-marah!" canda Kak Lukas mengejek mamanya.
Aku tidak menanggapi percakapan mereka karena jujur saja aku sudah lelah. Terlebih rasanya malam ini sangat menguras emosiku. Aku bahkan tidak tahu bagaimana bisa aku mengembalikan perasaanku secepat ini padahal tadi adalah saat-saat yang mungkin tidak semua wanita bisa mengatasinya.
"Ahhh...benar juga, kalau begitu kau pulanglah! Biar besok Ayah suruh Nai bantu-bantu ke rumahmu."
"Sippp deh, Yah. Bye-bye, Nai!" pamitnya sembari tersenyum kepadaku.
Akhirnya setelah Kak Lukas pergi aku menemani Ayah dan Mang Uman menyelesaikan permainan catur mereka sembari menikmati jagung bakar dan kue pukis yang kubawa. 20 menit berlalu ketika mereka menyelesaikan permainan caturnya dengan hasil Ayah memenangkan permainan.
"Oh ya Nai, kau bilang Edgar akan datang, kapan?" tanya Ayah saat kami tinggal berdua saja setelah Mang Uman pamit untuk tidur.
"Mungkin besok, Yah. Sekalian ada yang mau dibicarakan dengan Ayah." Jawabku.
Ayah mengangguk-angguk lalu terdiam untuk beberapa saat hingga akhirnya Ayah menatapku. Tatapan hangat yang rasanya sudah lama tidak pernah kulihat lagi, ada raut lelah juga sedih yang kutangkap dari wajahnya. Walau Ayah tidak pernah memperlihatkan rasa sedihnya kepadaku ketika Ibu meninggal, aku tahu bahwa Ayahlah yang paling sedih saat itu. Dan aku yakin hingga saat inipun Ayah masih tetap merasakan kesedihan itu.
"Apa kau bahagia? Bersama Edgar apa kau bahagia, Nai?" tanya Ayah yang membuatku langsung tersenyum sedih karena mendengar nada bicaranya.
"Nai tidak pernah merasakan sebahagia ini, Yah!" jawabku.
Ayah lalu mengelus-elus kepalaku dengan sayang dan aku dengan manja menyenderkan kepalaku dibahunya. Aku merasa seperti anak belasan tahun lagi yang sedang bercerita tentang cinta pertamanya.
"Kalau begitu bahagiakanlah Edgar dengan sepenuh hatimu! Kau tidak akan tahu kapan maut akan memisahkan, jadi selagi pasanganmu masih bernapas bahagiakanlah dia." Tutur Ayah menasehati.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny is You!
ChickLitHarus menelan omongan sendiri dengan menerima lamaran yang diajukan dokter muda yang tidak pernah terbesit dalam pikirannya. Terima? Ditolak, aku sudah berjanji. Baiklah, kita coba saja. - Naila Melamarnya? Hal tergila yang kulakukan tanpa persiapa...