LIMA

45 8 9
                                    

Semua akan indah pada waktunya. Apakah kata-kata itu benar adanaya? Taehun masih memikirkan hal itu. Jika Taehun mengingat kehidupannya, makin hari kian memburuk entah itu fisik maupun batin.

Hari ini Taehun sudah diperbolehkan untuk kembali ke rumah. Terhitung sudah dua hari dirinya meninggalkan keluarga dan teman tanpa adanya kabar. Taehun sengaja melarang Sungjun memberitahu Hyung dan sahabatnya.

Taehun sangat berterima kasih kepada keluarga Sungjun yang mau membantu dan menjaganya ketika di rumah sakit, bahkan biaya mereka yang menanggungnya.

Dengan nyali yang tak begitu besar, Taehun mengetuk pintu rumahnya yang tertutup rapat.

Tok tok tok.

"Iya, sia-- Taehun!"

Kyungjun langsung memeluk Taehun, setelah membuka pintu. Rasa khawatir dua hari itu masih belum hilang, Kyungjun sampai memutar badan Taehun untuk memastikan adiknya baik-baik saja.

"Apa ada yang terluka? Kau dari mana saja? Hyung merindukanmu, kami khawatir padamu," ujar Kyungjun.

Taehun tersenyum. "Aku baik-baik saja Hyung. Maafkan aku telah membuat kalian khawatir. Akan aku ceritakan--"

"Tidak perlu, nanti saja untuk yang satu ini. Sekarang ayo masuk, kau perlu beristirahat."

Kyungjun menggiring Taehun untuk masuk ke dalam. Hanya dua hari, namun cukup membuat Taehun merindukan tiap sudut rumah ini.

"Untuk apa kau pulang?"

Senyum Taehun luntur kala melihat Jooyuk berjalan mendekat kearahnya.
Tatapan benci terpancar dari mata pria paruh baya itu.

"Apa yang Appa katakan?" tanya Kyungjun murka.

"Appa hanya bertanya, untuk apa dia kembali? Ini bukan rumahnya--"

"Cukup Appa!"

Tahun mematung saat Kyungjun dengan lantangnya membentak Jooyuk, ayahnya sendiri.

"Kau membentak ayahmu hanya untuk orang lain?"

"Orang lain? Siapa orang lain di sini? Taehun itu adiku! Dia selamanya akan terus menjadi adik-ku!"

Jooyuk menggeram marah, dirinya memilih pergi dari pada kelepasan hingga berakhir menampar Kyungjun seperti beberapa hari yang lalu.

"Hyung, segarusnya kau tidak membelaku di hadapan appa," ucap Taehun.

"Jika bukan aku, siapa yang akan membelamu?"

Taehun tersenyum, ia bergeser lalu memeluk Kyungjun yang sudah duduk di sampingnya.

"Mianhae Hyung, terima kasih atas semuanya. Kita tidak mempunyai hubungan darah, tapi kau selalu menyayangiku seperti adik kandungmu sendiri."

Kyungjun tersenyum lantas membalas pelukan Taehun. "Mempunyai hubungan darah atau tidak, aku tidak peduli. Selamanya aku akan menganggapmu sebagai adik-ku."

"Eomma tenang saja, aku akan menggantikanmu menjaga dan membela Taehun dari Appa."

••••••

"Kenapa kau baru mengabariku? Dari mana saja kau? Asal kau tahu, Kyungjun Hyung sangat khawatir padamu, begitu pula denganku. Hey jawab, jangan diam saja!"

Taehun meringis pelan mendengar ocehan Hyunsoo yang berada di balik telepon.

"Bagaimana aku bisa menjawab jika kau terus mengoceh, Jang Hyunsoo?"

Terdengar tawa renyah dari Hyunsoo. "Ah... mianhaeyo, sepertinya aku terlalu senang mendapat telepon darimu."

"Ya! Apa kau masih normal? Seram sekali."

"Tentu! Aku masih sangat normal. Seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu, Choi Taehun. Menghilang selama 2 hari tanpa kabar apapun, apa itu bisa disebut normal?"

"Ah, kau pintar sekali membalikan pertanyaan. Akan aku ceritakan besok kenapa aku menghilang 2 hari kemarin," jawab Taehun.

Dari sebrang sana Hyunsoo berdecak kesal. "Terlalu lama, sekarang saja."

"Jika aku menceritakannya sekarang, aku sangat yakin kau akan mengomeliku hingga 2 kali."

Tut.

Taehun menutup panggilannya sepihak. Temannya itu akan terus mendesaknya jika tak segera diakhiri panggilan itu.

Di balik pintu Kyungjun tersenyum hangat sebelum akhirnya membuka pintu kamar Taehun yang sejak awal tidak tertutup rapat.

"Ah, Hyung? Kau membuatku terkejut," ucap Taehun.

"Benarkah? Maaf jika begitu. Ini, aku buatkan teh hangat." Kyungjun meletakan teh itu di nakas seraya duduk di samping Taehun.

"Tidak apa Hyung, terima kasih untuk tehnya."

Kyungjun mengangguk sebagai jawaban. Matanya kini terus tertuju pada wajah Taehun. Ia seakan melihat jiwoo di sana. Mereka benar-benar sudah kehilangan Jiwoo dan Kyungjun takut, sangat takut jika tidak ada Jiwoo.

"Hyung baik-baik saja?"

Lamunan Kyungjun buyar karena pertanyaan dari Taehun. Lagi-lagi Kyungjun menggeleng, matanya terus melihat wajah Taehun yang tengah meminum teh yang ia buat.

"Eomma, aku sekarang menjadi benar tak yakin bisa menjaga Taehun, aku rasa aku tidak akan sanggup jika harus menjaganya sendirian. Appa semakin membenci adik-ku, Eomma," batin Kyungjun.

Secara acak Kyungjun menepuk pundak Taehun setelah sang empu meletakan kembali gelas teh.

"Setelah ini istirahat, jangan belajar. Kau tidak boleh capek berlebihan," ucap Kyungjun sebelum akhirnya bangkit dan berjalan ke luar. "Istilahat, bukan belajar," peringat Kyungjun lagi sebelum benar-benar menutup pintu.

"Ne... Hyung." Taehun tersenyum melihat tingkah Kyungjun. Meskipun Jiwoo sudah tak ada di sisinya, Taehun masih punya Kyungjun, kakak laki-laki yang tak peduli mempunyai hubungan darah atau tidak.

"Eomma, meskipun Appa membenciku aku masih punya Kyungjun Hyung. Dia sepertimu, sangat baik dan perhatian padaku," gumam Taehun, ia sudah tidak begitu khawatir dengan apa yang akan terjadi ke depannya meskipun tanpa Jiwoo.

Perlahan Taehun berbaring dan memejamkan matanya. Ia berharap bisa beristirahat dengan tenang tanpa adanya gangguan dari siapapun. Kepalanya masih terasa pusing, itulah mengapa ia menuruti apa yang Kyungjun katakan, jika tidak mungkin ia sudah berada di depan tumpukan buku yang terkadang bisa membuatnya jenuh.











Satu kata buat bapaknya Kyungjun?
Kemarin gak up ya? Lupa bikin draf hehe...

Gomawo Hyung | TNXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang