Jooyuk memutuskan untuk pulang lebih awal hari ini, ia berencana akan memasak makanan untuk anaknya.
Setelah ia mengusir Taehun, Kyungjun sama sekali tidak mau berbicara dengannya, mungkin bertemu pun sebebarnya enggan. Jooyuk tidak mau pertengkaran diantara keduanya terus berlanjut. Ia berharap setelah makan malam bersama hubungan keduanya menjadi lebih baik.
Satu persatu Jooyuk mengeluarkan bahan masakan dari tas belanja. Ini menjadi pertama kalinya ia memasak khusus untuk anak tunggalnya.
Di pertengahan aktivitasnya ponsel Jooyuk berbunyi, tanda panggilan masuk. Tanpa ragu Jooyuk menerima panggilan itu lalu mengeraskan suaranya.
"Ada apa?"
Seseorang di sebrang sana terkekeh kecil setelah mendengar suara Jooyuk. "Bagaimana kabarmu setelah Jiwoo mati?"
"Sudah seminggu setelah kepergiannya, kau baru bertanya kabarku? Yang benar saja." Jooyuk mengatakan hal itu seraya melanjutkan aktivitas memasaknya.
"Ini terbalik, Woo Jooyuk. Harusnya kau yang bertanya tentang kabarku, setelah kejadian itu aku merasa bersalah."
"Untuk apa merasa bersalah? Dia pantas untuk itu. Sekarang aku berada di tempat kejadian, dan aku tidak merasa bersalah."
"Kau sedang memasak? Aku hampir lupa menanyakan hal ini. Bagaimana dengan Taehun?"
"Sesuai rencanaku, aku sudah membuat anak itu pergi dari rumah ini."
"Sejak kapan mereka melakukan hal itu?"
"Itu dimulai sudah sangat lama, aku yakin kondisinya sudah sangat buruk. Aku ingin berterima kasih padamu, Jika tanpa bantuanmu aku tidak akan bisa menyingkirkan Jiwoo dengan mudah, tinggal satu lagi hingga semuanya berada dalam kendaliku."
"Jadi kepergian Eomma adalah rencana, Appa?"
Jooyuk yang terkejut dengan cepat berbalik. Matanya membulat kala melihat Taehun berdiri dengan mata yang memerah menahan tangis dan amarah.
"Apa salah Eomma? Jika Appa membenciku harusnya bunuh saja aku! Kenapa-"
"Karena dia pantas, Choi Taehun!" Tanpa sadar Jooyuk menodongkan pisau yang sehak awal ia genggam.
Taehun tertawa miris. "Jadi Appa baru terpikir untuk membunuhku?"
"APPA! APA YANG KAU LAKUKAN?!"
Teriakan itu seakan mengembalikan kesadaran Jooyuk. Tangannya bergetar setelah melihat benda yang ia todongkan pada Taehun.
"Kyungjun, Appa tidak bermaksud-"
Benar, teriakan yang menyadarkan Jooyuk adalah teriakan Kyungjun, anak kandungnya sendiri.
Kyungjun menatap Jooyuk penuh amarah sebelum menarik tangan Taehun untuk pergi dari sana.
Sedangkan Jooyuk hanya menatap kepergian dua anaknya penuh sesal.
"Maafkan aku, karena aku anakmu menjadi salah paham."
Jooyuk sadar jika panggilan dengannya masih terhubung. Ia dengan cepat mengusap bulir air mata yang sempat menetes.
"Ah, tidak. Bukan salahmu, aku yang teledor dan tak sengaja menodongkan pisau pada Taehun," jelas Jooyuk.
Seseorang di balik telepon itu memekik terkejut. "Kau gila? Jadi yang memergokimu itu, Taehun?"
"Aku bahkan meneriaki namanya. Apa kau tidak mendengar hal itu? Aku memang gila, untuk apa aku melindungi seseorang yang jelas-jelas bukan anak kandungku."
"Aku terlalu terkejut sampai tidak menyadarinya. Kau melindunginya karena jauh di lubuk hatimu kau sudah menganggapnya sebagai anakmu sendiri."
"Benarkah begitu? Aku harap iya. Selama tinggal denganku anak itu tidak pernah mendapatkan perhatian yang tulus."
Jooyuk mengingat-ingat kembali apa saja yng sudah ia lakukan pada Taehun. Ia sadar jika dirinya sudah sangat kejam, sebenci itu ia pada Taehun dulu.
••••••
"Hyung." Taehun melepaskan tangan Kyungjun yang ada di pergelangan tangannya. Hal itu membuat Kyungjun berhenti berjalan.
Tatapan Kyungjun jatuh pada mata Taehun. Ia sangat marah pada ayahnya sendiri.
"Hyung harus pulang-"
"Kau mau aku tinggal bersama seorang pembunuh?" tanya Kyungjun.
"Hyung, kau ..."
"Iya, aku mendengarnya juga. Aku berada di belakangmu, Choi Taehun."
Taehun memandang ujung sepatunya, keadaan seperti ini cukup membuatnya bingung. "Jika Hyung tidak pulang ke rumah, Hyung akan pulang ke mana? Aku ingin membawa Hyung ke tempat tinggalku yang baru, tapi aku tidak enak hati pada Yeonjun Hyung."
"Yeonjun Hyung?" tanya Kyungjun, ia tidak asing dengan nama itu. Kyungjun menggigit bibir bawahnya, ia mengingatnya sekarang. "Taehun, jawab aku. Kau bekerja?"
Taehun mengangguk.
"Untuk apa?" tanya Kyungjun lagi.
"Bagaimana aku bisa bertahan hidup jika tidak bekerja?"
Kyungjun mengusap wajahnya kasar kemudian menarik Taehun dan memeluknya. Ia sama sekali tidak berpikir jika Taehun akan bekerja. "Kau bisa meminta apapun padaku."
Taehun melepaskan pelukannya lalu menggeleng. "Aku merasa tidak berhak, Hyung."
"Kenapa? Karena kita tidak mempunyai hubungan darah? Choi Taehun, ingat satu hal. Aku saudaramu, sampai kapanpun itu. Aku memang masih seorang siswa, tapi aku masih sanggup menghidupimu. Kau tahu? Aku merasa gagal menjadi Hyung untukmu jika kau bekerja seperti ini."
"Tidak Hyung, kau sama sekali tidak gagal. Aku tidak bermaksud-"
"Aku tahu. Tapi jika kau terus bekerja di sana akan terus-menerus membuatku merasa tidak berguna. Berhentilah bekerja dan kembali tinggal bersamaku, kita bisa tinggal di rumah lama."
"Aku bisa tinggal bersamamu, Hyung. Tapi aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku." Taehun menatap Kyungjun, berharap Kyungjun dapat mengerti posisinya saat ini.
Kyungjun memijat kepalanya. "Baiklah, asalkan kau tinggal bersama denganku."
Taehun tersenyum senang sebelum akhirnya memeluk Kyungjun. "Gomawo, Hyung."
Di pelukan Taehun, Kyungjun menahan tangisnya. Ucapannya tadi tidaklah bohong, ia benar-benar merasa gagal.
"Eomma ... Semuanya sangat kacau. Aku sudah tidak tahu harus berlari ke mana setelah ini. Aku tidak ingin melihat adik-ku terus terluka. Aku ingin melihat senyum tanpa bebannya lagi, seperti saat bersama dengamu, Eomma ..." batin Kyungjun.
Cerita ini kemungkinan aku bikin gak panjang-panjang. Tapi sejauh ini kalian udah paham gak sama alurnya?
Stan The New Six guys!

KAMU SEDANG MEMBACA
Gomawo Hyung | TNX
Fiksi Penggemar"Mempunyai hubungan darah atau tidak, aku tidak peduli. Selamanya aku akan menganggapmu sebagai adik-ku." -Kyungjun. Start : 29 juni 2022 Publish : 20 oktober 2023