Hari-hari berlalu dengan bahagia menurut Chika.
Selama dia berada di rumah sakit Ara akan selalu ada bersamanya.
Seperti hari ini Ara yang baru saja pulang dari rumah kakeknya kembali ke rumah sakit.
Saat masuk ke dalam kamar inap Chika, dia melihat Tn.Torres dan Chika sedang mengobrol dan memakan buah jeruk.
Senyum Chika mengembang saat melihat sosok tinggi Ara.
"Heyyy udah pulang? Gimana?" Tanya Chika, Ara membalas senyumannya kemudian berjalan dan memeluk tubuh hangat Chika.
Tn.Torres yang melihat adegan manis di depannya batuk ringan, mengapa dia merasa seperti obat nyamuk?
"Halo om..." Ara akhirnya menyapa Tn.Torres.
Sudut bibir Tn.Torres berkedut dia lalu menatap Ara dan di wajahnya tergambar kamu baru ingat jika ada aku?
Ara terkikik geli, Chika yang melihat itu merasa gemas. Keduanya bertatapan penuh cinta.
Tn.Torres memutar matanya kesal, dia yakin jika tinggal lebih lama lagi hidungnya akan mimisan melihat adegan cinta di depannya.
"Ekhem..." Tn.Torres berdehem.
Ara dan Chika menatapnya bingung.
"Kata dokter kamu sudah bisa pulang dan istirahat, apa kamu ingin langsung terbang ke-"
"Luka ku belum sembuh total pa" Potong Chika cepat, matanya tanpa sadar menatap tajam Tn.Torres.
Tenggorokan Tn.Torres tanpa sadar tercekat, dia melonggarkan dasinya.
"Betul, kamu selama ini tidur dimana? Di hotel? Nginap di sana aja dulu" Celetuk Ara memberi solusi.
"Aku nginap di mobil" Jawab Chika cepat, jari lentiknya diam-diam mencubit pinggang Tn.Torres.
"Aww! Yayaya lukamu parah tidak baik naik pesawat sekarang, tidak baik tidur di mobil, dan kalau tidur di hotel itu pasti repot" Ucap Tn.Torres sambil mengusap pinggangnya yang memerah.
Ara yang mendengar jika Chika tidur di mobil selama ini merasa sakit.
"Kalau gitu di tempat aku aja gimana?" Tanya Ara hati-hati.
Chika dengan cepat mengangguk.
Melihat itu Ara tersenyum lebar.
"Ara kalau begitu om titip Chika untuk beberapa hari kedepan, karena Chika sudah sehat om harus ke Belanda ada pekerjaan di sana"
Ara mengangguk mantap mendengar ucapan Tn.Torres dia jauh lebih dari bersedia untuk itu.
"Dan kamu istirahat yang banyak supaya cepat pulih setelah itu kembali bekerja, karena papa akan keluar negeri perusahaan kita di sini harus diawasi"
Chika dan Ara sama-sama terdiam, keduanya larut dengan pikiran masing-masing.
Hari ini setelah Tn.Torres membereskan segalanya, Ara membawa Chika kembali ke apartemennya.
Di apartemen Ara.
Chika dan Ara yang baru saja keluar dari lift berdiri mematung saat melihat Shani duduk dan bersender di pintu apartemen Ara.
Chika dengan wajah cemburu yang tidak bisa dia sembunyikan tiba-tiba melepaskan pegangan Ara.
Shani yang melihat Ara dan Chika datang bergegas bangkit.
"Kenapa Shan?" Tanya Ara kikuk terlebih saat menyadari aroma mesiu dari Chika.
"Minta bos Kenzo pindahin aku ke kantor cabang lain" Keluh Shani, wajahnya di tekuk dan di bawah matanya terlihat lingkaran hitam.
Alis Ara terangkat, dia sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi. Bukankah Shani sekarang menjadi sekretaris lalu kenapa dia tidak ingin?
"Saudara kamu...dia...." Shani tidak bisa menyelesaikan ucapannya, setiap kali dia mengingat Gracia yang 'gila' kulit kepalanya terasa gatal.
Ara tersenyum masam mendengarnya, meski tidak melakukan banyak interaksi dengan Gracia tetapi dia tahu betul sifatnya.
Tetapi meski begitu Ara tidak bisa melakukan apapun, karena ini adalah perintah kakaknya dia tidak bisa membantu Shani.
"Raaa~~~"
Di samping Chika tiba-tiba memanggil Ara dengan suara lembut.
Shani yang menyadari jika Ara tidak kembali sendiri menatap Ara dengan mimik wajah penuh rasa ingin tahu.
"Dia Chika-"
"Pacar Ara" Potong Chika cepat sambil memasang senyumnya yang paling menawan.
Melihat penampilan lemah dan cantik Chika, Shani tanpa sadar mengangguk puas.
"Gak buruk, yaudah kalian masuk dulu" Shani yang tahu Ara tidak bisa melakukan apapun hanya bisa menghela nafas.
Dia kemudian pamit dan berjalan kembali ke apartemennya. Sepeninggal Shani, Ara menggandeng Chika masuk ke dalam.
"Dia siapa?" Tanya Chika setelah duduk di sofa.
"Namanya Shani, dia orang pertama yang aku kenal setelah sampai di sini" Jawab Ara jujur.
"Cantikan siapa dia atau aku?" Tanya Chika lagi sambil menatap intens ke arah Ara.
"Mau secantik apapun orang di luar sana, bagi aku kamu tetap pemenangnya"
"Maksud kamu aku jelek?"
Ara tersedak air liurnya sendiri, dia tiba-tiba tidak tahu harus berkata apa. Matanya yang jernih menatap Chika frustasi.
"Hausss..." Rengek Chika kemudian.
Perubahan mood Chika yang secepat kilat membuat Ara tertawa pelan, dia kemudian masuk ke dalam dapur dan mengambil segelas air putih.
Chika yang duduk sendirian di sofa menatap sekeliling, ini adalah pertama kalinya dia masuk ke dalam apartemen Ara.
Melihat ruangan yang terlihat sederhana dan hanya diisi beberala perabotan dia merasa tenang.
Beberapa detik kemudian Ara kembali dengan segelas air putih.
"Minum dulu..." Ara memberikan gelas tersebut ke Chika, karena lelah dia merebahkan tubuhnya di sofa tepat di samping Chika.
Tenggorokan Chika yang kering menjadi basah saat air dingin masuk, dia merasa segar sekarang.
Ara yang melihat Chika minum tanpa sadar ikut haus dia tanpa sadar bangkit, tetapi Chika dengan cepat menahan tangannya.
"Mau kemana" Tanya Chika, mata cokelatnya menatap Ara gusar.
"Aku juga haus mau ambil minum" Jawab Ara.
Tetapi Chika tetap menahan pergelangan tangannya dan menariknya untuk duduk.
"Mau coba minum dengan metode lain gak?" Tanya Chika sambil tersenyum ambigu.
Ara yang sama sekali tidak mengerti tanpa sadar mengangguk, melihat reaksi Ara untuknya senyum Chika semakin terangkat.
Dia kemudian kembali meminum air di tangannya tetapi tidak langsung menelannya, wajahnya yang masih sedikit pucat mendekat ke arah Ara.
Jari-jari kanan Chika yang lentik menahan tengkuk Ara.
Ara menelan salivanya saat wajah Chika perlahan mendekat ke arahnya.
Tangan lain Chika yang masih bebas bergerak ke atas dan mengusap bibir Ara, memberi isyarat agar Ara membuka mulut.
Dan saat mulut Ara terbuka Chika memajukan bibirnya. Chika merapatkan bibirnya ke mulut Ara yang terbuka dan air yang semula berada di mulutnya kini berpindah ke mulut Ara.
Merasakan air dingin yang berubah hangat mengalir di tenggorokannya tubuh Ara tanpa sadar menegang, terlebih saat bibir Chika tetap berada di bibirnya bahkan setelah 'memberi'-nya minum dengan metode baru.