"GAK"
Gracia berseru keras yang sukses membuat Tn.Allan terperanjat.
"Gracia ini demi kamu juga, kalau papa yang jadi pemimpin nantinya dia bisa ngasih ke kamu. Tapi kalau ke Kenzo kita berdua akan jadi gembel ketika papa mati" Bujuk Ny.Alise.
"Kamu mendoakan aku agar mati?" Tn.Allan bertanya tidak suka.
"Bukan begitu, itu kan seandainya"
"Tapi aku mendengarnya berbeda"
"Itu pendengaran kamu yang salah"
Tn.Allan dan Ny.Alise terus berdebat, Gracia yang tidak ingin masuk di antara mereka berdua memilih untuk pergi begitu saja.
Gracia terus melangkah dan masuk ke salah satu ruangan yang sunyi. Alisnya tanpa sadar mengkerut.
"Dia kemana..."
Gracia bingung, sejak tadi dia telah berkeliling rumah dan halaman mencari keberadaan Shani akan tetapi hasilnya nihil.
Gracia menekan pelipisnya yang berdenyut, dia kembali berjalan dan meninggalkan ruangan tersebut.
Di tempat yang berbeda, Ara dan Chika sedang duduk di sudut dan mengamati beberapa tamu.
"Kamu kenal mereka?" Tanya Ara tiba-tiba sambil menunjuk beberapa tamu yang berdiri tidak jauh dari mereka.
"Ngga" Jawab Chika singkat, dia sedang sibuk dengan sepiring kue di tangannya.
"Kok ngga, kan mereka semua juga pengusaha"
"Sayang, waktu aku terlalu berharga buat ngurusin siapa mereka. Mau?" Tawar Chika, tangannya terangkat ke arah mulut Ara.
Ara yang masih diam saat mendengar kata 'sayang' dari Chika hanya mengangguk kecil.
"Aaaa...buka mulut"
Ara membuka mulutnya dan sepotong kue yang lembut serta manis lolos masuk ke dalam mulutnya.
"Enak gak?" Tanya Chika.
"Enak, tapi terlalu manis"
Chika mengangguk mendengar jawaban Ara.
"Mau kue yang manisnya pas?" Tanya Chika lagi, Ara hanya mengangguk pelan.
Chika tersenyum miring mendengar itu, dia kemudian meletakkan piring di tangannya lalu menggandeng Ara berjalan ke arah taman.
"Chik, ngapain kita di sini?" Ara menatap Chika bingung, terkadang dia merasa tidak dapat memahami tingkah Chika.
"Katanya mau kue"
"Iya mau, tapi di sini gak ada kue adanya bunga"
"Ada Araaaa..."
"Dimana?" Ara menatap sekelilingnya.
"Ada namanya kue kukiss"
Setelah menyelesaikan ucapannya Chika menarik tengkuk Ara dan mengikis jarak di antara mereka.
Bibir Chika yang lembut dan manis dengan cepat menyapu bibir tipis Ara.
Keduanya memejamkan mata saat merasakan daging mentah yang lembut saling mengigit dan melumat.
Ara yang tidak ingin ciumannya dengan Chika berakhir cepat bergegas meraih pinggang Chika agar semakin dekat.
Chika tersenyum tipis saat merasakan kedua tangan Ara melingkar dipinggangnya dengan posesif, dia kemudian mengangkat kedua tangannya dan memeluk leher Ara.
Keduanya berciuman penuh gairah. Aroma bunga mawar malam itu membuat mereka berdua mabuk.
Tanpa Ara dan Chika sadari, di kejauhan dua pasang mata yang sama-sama berdiri di tempat yang berbeda menatap ke arah mereka berdua.
•••
Fiony meremas gaunnya ketika melihat Ara dan Chika yang berciuman dengan mesra.
Sekarang dia tahu alasan Ara tidak pernah bisa menerimanya, itu karena Chika.
Fiony tersenyum sedih, ketika melihat Ara yang berjalan masuk bersama Chika dia telah merasakan sakit yang dalam dan itu bertambah ketika mereka berciuman di depannya.
Karena tidak ingin merasakan sakit yang lebih banyak Fiony memilih untuk pergi dan kembali ke sisi papanya.
Bukan hanya Fiony yang merasakan sakit, tetapi Christy yang juga sejak tadi bersembunyi dan diam-diam mengamati pergerakan Ara dan Chika juga merasa sakit hati.
Dia yang tidak tahan dengan adegan intim di depannya memilih untuk pergi dan ke kamar pribadi Kenzo dan tidak pernah keluar lagi hingga pesta selesai.
Setelah pesta selesai Ara dan Chika memilih untuk kembali ke apartemen.
Tn.Ben yang sudah kelelahan hanya memberi beberapa kata kemudian kembali ke kamarnya sendiri.
"Hati-hati..." Kenzo yang mengantar Chika dan Ara sampai ke pintu bersuara.
"Pasti, lagian yang bawa mobil supir kok" Balas Ara.
Mendengar itu Kenzo sedikit lega, setelah mengucapkan beberapa kata dia kembali masuk.
Ara dan Chika juga masuk ke dalam mobil setelah bayangan Kenzo hilang.
Setelah berada di dalam mobil Ara meregangkan tubuhnya dan mengeluh lelah ke Chika.
"Nanti aku pijitin" Ucap Chika dengan senyum manisnya tetapi sukses membuat Ara bergidik ngeri.
"Makin capek yang ada..."
"Loh kok gitu?" Chika menatap Ara bingung, bukannya menjawab Ara malah bersender dan menutup matanya.
"Ara~~~"
Ara sama sekali tidak bergeming.
"Raaa...Ara....ihhh Araaaaa"
Deg!
Ara membuka matanya saat suara menggemaskan Chika mengisi kepalanya.
"Kamu kok lucu sih..." Puji Ara.
Pipi Chika memanas mendengar itu, dia ingin membuka suara akan tetapi suara di kursi penumpang bagian depan menghentikannya.
"Berisik banget!"
Ara dan Chika sama-sama terkejut, keduanya menatap ke arah depan.
"Gracia? Ngapain?" Tanya Ara bingung sekaligus malu, dia yakin jika Gracia pasti mendengar dan melihat semuanya tadi.
"Ikut balik lah, tapi ke apartemen Shani"
"Shani balik sendiri?"
"Gak tau, dia tiba-tiba ngilang" Graci memajukan bibirnya kesal.
Chika yang tidak ingin berurusan dengan Gracia memilih untuk bersender di pundak Ara dan memejamkan matanya.
"Tadi Shani cuman jalan-jalan doang"
"Tapi dia gak ada"
"Ohh berarti udah pulang" Balas Ara santai yang membuat Gracia semakin kesal.
"Tapi kenapa dia pulang gak ngasih tau?"
"Mungkin gak sempat"
"Kenapa gak sempat? Kan tinggal pamit, aku juga bisa nganterin"
"Yaaa mana saya tau Gracia, dia sekretaris kamu bukan sekretarisku"
"Susah ngomong sama empedu ayam, jalan pak!" Kesal Gracia.
Ara di bangku belakang menghela nafas kasar, dia ingin marah akan tetapi jari lentik Chika yang mengelus lehernya menghentikan niatnya.
Ara berdehem pelan, dengan gerakan pelan dia menurunkan tangan Chika.
"Kenapa?" Tanya Chika dengan suara serak.
"Gak..."
"Trus kenapa dipindahin? Tangan aku jelek atau-"
Ara menutup bibir Chika dengan tangannya, dia kemudian meraih tangan Chika dan kembali meletakkannya di lehernya sendiri.
Chika tersenyum geli dengan reaksi Ara.
Sepanjang perjalanan Ara berkali-kali menghela nafas panjang, itu karena bukan hanya jari-jari Chika yang bermain di lehernya tetapi telah berganti dengan bibir lembut Chika.