Simplify Our Heartbreak | [34]

51.7K 10.3K 5.6K
                                    

Kasih satu emoticon dong :p

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kasih satu emoticon dong :p




Jadi udah jelas sekarang ya Tante Ardani warnamu. Tidak abu-abu lagi.





Bakar duluuuuu. Mana apinya manaaaaaa 🔥🔥🔥🔥🔥

***







Davi masih duduk di meja itu. Sementara Tante Ardani sudah beranjak pergi, Rui memberinya sebuah genggaman tangan singkat saat bangkit dari tempat duduknya. "Kita harus bicara berdua setelah ini," ujarnya. Ada begitu banyak perdebatan di kepalanya yang kentara sekali, tapi sejak tadi dia tidak bisa melakukan apa-apa.

Dan Davi tidak menjawab apa-apa, membiarkan dua wanita yang tadi duduk di hadapannya pergi begitu saja. Dia merasa perlu lebih lama diam sebelum kembali pada pekerjaannya, karena segalanya akan kacau jika membiarkan tangannya yang masih gemetar memegang benda.

Sesaat kemudian Davi melihat Jena menghampiri, dia pikir itu adalah teguran karena dia diam terlalu lama, tapi yang Jena lakukan setelah hadir di dekatnya hanya mengembuskan napas kasar. Setelah itu, Davi merasakan ada sebuah gerakan di belakang tubuhnya, melepaskan simpul di tali apronnya, meloloskannya lewat kepala.

"Favita, bisa tolong gantungkan apronnya di ruang karyawan nggak?" tanya Jena seraya mengulurkan kain hitam itu pada Favita.

Dengan terburu Favita menyambutnya, wanita itu sempat tertegun di sisi Davi. "Saya tunggu Ibu di belakang, ya," ujarnya, seolah-olah mengerti bahwa saat ini tidak seharusnya dia terus mengikuti. Setelah itu dia pergi.

Jena menarik kursi, memilih duduk di sisi Davi, tatapnya terarah pada pemandangan di luar Blackbeans. Mendung membuat suasana di luar berubah menjadi keruh, lalu perlahan ada titik-titik air yang membasahi pelataran, sebelum akhirnya air itu berubah menyerupai tirai yang rapat.

"Dunia ikut sedih lihat lo kayak gini ...," ujar Jena.

Davi terkekeh. Dan itu membuat air matanya benar-benar meleleh sekarang. Padahal sejak tadi Davi bersikeras menahannya. Jemarinya bergerak mengusap, tapi air itu tidak habis, meleleh lagi.

"Ngelihat gimana ekspresi wajah lo setelah Tante Ardani pergi ..., gue tahu sehsrusnya lo butuh waktu untuk sendiri. Gue tahu lo nggak mau mendengar apa pun untuk saat ini." Jena menyerongkan posisi duduknya, berhadapan dengan Davi. "Tapi gue nggak bisa diam aja, gue nggak bisa pura-pura nggak lihat lo yang kayak gini."

Davi ingin sekali berkata bahwa dia tidak apa-apa, dia hanya sedang menangisi kebodohannya sendiri. Sebelum mengusap lagi air mata dengan jemarinya, Jena lebih dulu memberinya selembar tisu.

"Tante Ardani nyakitin lo?"

Davi menggeleng. "Nggak." Dia menoleh sekilas, tapi cepat-cepat berpaling karena tidak ingin sedihnya terlihat semakin jelas. "Dia memenuhi perjanjian kami, menyerahkan kembali kepemilikan rumah dan Sweetness Slice."

Simplify Our HeartbreakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang