Part 33

350 47 1
                                    

Quella yang terbangun dari tidurnya menatap William yang sedang tertidur dengan ekspresi polosnya. Tangan Quella terulur untuk mengelus pipi William yang membuatnya tersenyum.

'Dia sama sekali tidak takut padaku. Padahal aku bisa saja menyerangnya.' Pikir Quella lalu melirik tangan William yang berada di pinggangnya, William memeluk dirinya semalaman.

Saat William membuka matanya, ia bisa melihat Quella yang tersenyum menatapnya.

"Selamat pagi." Ucap Quella.

"Pagi." Ucap William sambil tersenyum juga. "Tumben bangun cepat."

"Itu terserah padaku." Ucap Quella lalu mencium bibir William singkat. "Ayo bangun dan kita sarapan. Mereka pasti sudah menunggu."

William menganggukkan kepalanya lalu mereka pun bersiap-siap dengan membersihkan diri dan mengganti pakaian mereka.

Setelahnya, mereka sarapan bersama yang lain lalu berkumpul di ruangan yang biasa mereka gunakan untuk membahas rencana mereka.

"Saya ingin melapor. Catatan pengadilan yang sengaja kita tinggalkan, telah diambil seseorang. Orang itu adalah Charles Augustus Milverton. Saya rasa tujuannya bukan untuk menyelidiki kasusnya, tapi menyelidiki masa lalu Tuan William." Ucap Fred.

"Milverton, ya? Dia menjalankan berbagai surat kabar dan perusahaan periklanan yang juga dikenal sebagai 'penguasa media'." Ucap Albert.

"Bukan kalangan bangsawan, tapi dia seorang pebisnis besar, ya?" Ucap Jack.

"Catatan pengadilannya Will?" Ucap James.

"Waktu William kecil, dia pernah mengajukan tuntutan hukum pada seorang bangsawan." Ucap Sebastian.

"Kenapa kau sengaja meninggalkannya?" Ucap James lalu menyadari sesuatu. "Jangan-jangan..."

"Semuanya, dengar. Sudah sangat jelas kalau dia mengincarku. Kita semua harus mewaspadai orang ini. Mulai sekarang, tempatkan Milverton sebagai musuh utama kita dan lenyapkan dia!" Ucap William dengan ekspresi seriusnya.

Quella hanya tersenyum mendengar itu. Seperti biasa, dirinya hanya akan menonton saja karena ia tau William pasti akan selalu menemukan suatu cara untuk menangani situasi.

Kini, Quella sedang berada di kamar bersama William. Mereka sedang minum teh bersama.

"Kau tidak lelah, Willy?" Ucap Quella.

"Tentu saja aku lelah." Ucap William lalu meletakkan cangkirnya ke atas tatakan. "Tapi aku melakukan ini semua untuk bisa mencapai tujuan kami."

Quella memejamkan matanya sesaat sebelum kembali menatap William. Ia lalu meletakkan cangkir teh di tangannya dan berpindah duduk di pangkuan William. Quella pun menatap William dan tersenyum.

"Kau tau, Willy? Kau juga bisa mengandalkanku. Aku bisa mewujudkan apapun yang kau inginkan, termasuk membunuh Milverton." Ucap Quella.

William sendiri merapikan poni Quella yang sedikit berantakan.

"Aku tau. Tapi akan berbahaya jika dia mengetahui tentangmu. Lebih baik dia hanya fokus padaku." Ucap William.

"Ayolah, Willy. Dia tidak mungkin bisa menyakitiku." Ucap Quella.

"Bagaimana jika dia bisa menyakitimu? Aku tidak ingin itu terjadi." Ucap William lalu melingkarkan tangannya di pinggang Quella. "Iblis memang kuat, tapi bukan berarti tidak terkalahkan. Aku sudah membacanya di beberapa buku, ada beberapa cara untuk melemahkan iblis. Salah satunya dengan menggunakan benda-benda suci. Kita tidak tau seberapa jauh Milverton mengetahui tentang kita. Yang paling penting, dia tidak boleh mengetahui tentang dirimu."

Quella tersenyum mendengar itu dan menyandarkan kepalanya pada dada bidang William.

"Kau terlalu khawatir, Willy. Tapi aku tidak membenci itu." Ucap Quella yang membuat William ikut tersenyum dan mengelus rambut hitam milik Quella.

'Aku ingin menikmati momen ini selama mungkin...sebelum waktunya tiba.' Pikir William.

-///-

Kini penghuni mansion Moriarty sedang berkumpul bersama untuk membahas rencana selanjutnya yang berkaitan dengan Adam Whiteley, salah satu anggota dewan. Berita menyebutkan bahwa adanya percobaan pembunuhan pada Adam Whiteley dengan menggunakan bom.

"'Percobaan pembunuhan Anggota Dewan Whiteley. Kabarnya dia sendiri yang melakukan aksi ini untuk menarik perhatian publik. Apakah ksatria suci ini hanya berpura-pura dengan mengatasnamakan kesetaraan?'" Ucap Louis yang membaca surat kabar terbaru.

"Sejauh yang aku tau, Anggota Dewan Whiteley tidak memiliki rekam jejak yang mencurigakan. Dia adalah anggota dewan yang bersih. Tapi soal kesetaraan yang selalu dia serukan itu, sampai sejauh mana dia akan memperjuangkannya?" Ucap Albert lalu menatap William. "Bagaimana menurutmu, William?"

"Kemungkinan pelaku pengeboman itu adalah mafia suruhan Majelis Tinggi. Kalau ditemukan keterlibatan dengan Majelis Tinggi dan dia menjadi pencetus revolusi penduduk, tidak akan sulit baginya untuk menjadi Perdana Menteri sehingga usulannya bisa dipastikan lolos di parlemen. Tapi di sisi lain, hal itu akan menyebabkan kegaduhan politik dan sosial yang sangat besar di negara ini sehingga memicu pemberontakan dan kekacauan yang tentu saja akan memakan banyak korban jiwa. Apa dia menginginkan hal seperti itu terjadi? Aku ingin mengujinya terlebih dulu." Ucap William.

"Kesetaraan, ya? Politisi yang menjanjikan hal seindah itu pasti bukan orang yang jujur." Ucap Sebastian.

"Itu masih belum pasti. Tidak ada yang tau isi hati manusia yang sesungguhnya." Ucap Quella.

"Benar. Sikap Whiteley akan menentukan apakah kita masih diperlukan untuk menuntun negara ini menuju jalan kesetaraan." Ucap William.

Tak sampai sehari, pelaku pengeboman Adam Whiteley ditemukan tewas di dalam selnya.

"Pelaku pengeboman yang mengincarku sudah mati?" Ucap Adam yang terkejut mendengar itu dari Patterson selaku Kepala Inspektur Kepolisian.

"Benar. Seorang petugas menemukannya tewas bersimbah darah akibat tenggorokannya ditusuk dengan pena. Departemen Investigasi Kriminal sedang menyelidiki apakah ini kasus bunuh diri atau pembunuhan." Ucap Patterson.

"Mengerikan sekali." Ucap Adam.

"Saya minta maaf atas kelalaian yang terjadi di dalam kantor ini, Pak Anggota Dewan." Ucap Patterson sambil sedikit menundukkan kepalanya.

'Tidak mungkin rasanya mafia yang dibayar akan bunuh diri atas dasar kesetiaannya pada Majelis Tinggi. Kalau ini pembunuhan, bisa dipastikan kalau ada seorang pengkhianat di dalam kepolisian.' Pikir Adam.

"Pak Kepala Inspektur Patterson, sepertinya akan sulit untuk menguak dalang pelaku pengeboman itu. Sebagai gantinya, bagaimana kalau saya yang memilih langsung penyidik untuk ditugaskan pada penyelidikan berikutnya?" Ucap Adam.

"Anda yang memilih langsung?" Ucap Patterson.

"Benar. Serahkan pada saya. Saya sangat baik dalam menilai orang." Ucap Adam sambil tersenyum.

To be continued

The Devil (Moriarty the Patriot x OC)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang