Ketika bintang bersinar terang tanpa dihalangi sinar rembulan, ketika itu juga segala impian mulai terajut pelan-pelan. Gadis itu tak mengerti mengapa ia harus bergetar ketika lelaki itu berucap. Gadis itu tak mengerti mengapa tubuhnya seakan diambil alih orang lain.
Ketika harapannya terwujud, bahwa ia telah mendengar suara pria asing yang ditemuinya ini, seketika ketakutan menyeruak ke dalam dada.
"Siapa kau?" tanya gadis itu tanpa suara. Seseorang telah mencuri suaranya.
Lelaki itu menatapnya tanpa ekspresi. Lunark akan menganggapnya patung jika ia belum pernah bertemu dengan lelaki ini seumur hidupnya. Tetapi, orang ini jelas bukan patung. Ia adalah manusia yang sempurna. Ya, kini ia telah sempurna di mata gadis itu. Tidak cacat, tidak buta, tidak bisu, dan tidak tuli. Akan tetapi suara yang baru saja ia dengar cukup mengguncang jiwanya.
Itu adalah suara yang tidak asing. Lunark yakin suara aneh yang selama ini ia dengar, yang selama ini ia jadikan pedoman adalah suara yang sama dengan suara yang dikeluarkan lelaki di hadapannya saat ini. Lunark mundur selangkah. Tangannya berusaha menggapai sesuatu untuk bertumpu. Namun, lelaki ini, meraih tangannya agar gadis itu tidak terjatuh. Lunark menjerit dan menepis tangan lelaki itu. Wajahnya memucat, tatapannya sudah tidak bisa dikatakan baik-baik saja.
Ia ketakutan.
"S...siapa kau?! "
Lelaki itu tidak lagi berusaha menggapai Lunark. Ia menurunkan tangannya dan hanya menatap Lunark saja.
"Aku membawa jawaban besar atas pertanyaan yang menghantuimu selama ini," ujar lelaki itu.
Lunark yakin seratus persen ia tidak salah orang. Suara lembut, jernih, menyenangkan untuk didengar adalah milik orang ini.
"Apa? " tanya Lunark tak mengerti.
"Jawaban dari pertanyaanmu itu dinamakan rahasia langit. Kau ingin mengetahuinya? "
~👑~
Alaric mengamati gadis di sebelahnya yang asik membaca buku. Perpustakaan memang tidak sepi orang tapi suasananya seperti di kuburan. Tidak ada yang mengobrol. Jujur Alaric ingin kabur dari sana dan bersenang-senang dengan teman-temannya. Tetapi ia sudah berjanji menemani Lilac belajar hingga lonceng asrama berbunyi.
Jelas mereka tidak berdua saja. Ada banyak murid lain (yang rata-rata berkacamata) sedang membaca, mengerjakan PR, atau sekedar mencari ketenangan. Tak jauh dari mereka berdua, ada Kenji sedang membuka halaman sebuah buku. Alaric berpikir ulang, jika dilihat-lihat Kenji memang mirip ayahnya dari segi pemikiran. Mereka sama-sama cerdas (Alaric sudah mendengar popularitas adiknya), gemar membaca buku, mencari segala ilmu atau informasi-informasi yang bagi Alaric tidak terlalu penting untuk diterapkan dalam kehidupan. Berbanding terbalik dengan Alaric yang lebih menyukai pedang daripada buku. Akan tetapi mereka berdua sama-sama mewarisi sifat ayahnya. Geoffrey juga pandai berpedang. Ia adalah teman baik Emmerejne. Keduanya selalu memimpin pasukan perang saat melakukan perluasan wilayah.
Tapi jika dipikir ulang, sebenarnya keberadaan Emmerejne tidak menguntungkan di dalam kavaleri kerajaan. Justru Geoffrey yang banyak dirugikan. Fokusnya terbelah antara melindungi pangeran dan mengatur strategi perang. Alaric menyayangkan kesetiaan ayahnya terhadap pangeran. Jika saja saat itu ayahnya bukan teman baik pangeran, mungkin saja ayahnya masih hidup sampai sekarang. Dan mungkin saja keluarganya tidak menjadi bulan-bulanan di kalangan bangsawan karena telah mengkhianati ratu. Bisa dikatakan ia cukup beruntung karena hak kebangsawanannya tidak dicabut oleh Hersen atau bahkan Yang Berjubah Putih itu sendiri.
Alaric menggebrak mejanya cukup keras sampai membuat orang-orang berdesis geram. Tapi mereka tidak menuntut. Alaric selalu dihantui penyesalan atas perbuatan ayahnya. Andai saja ia sudah dewasa di waktu itu, dia tidak akan membiarkan ayahnya terjerumus dalam lingkaran pertemanan beracun tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen Chronicles
Fantasy"Kau tahu, di langit tersimpan sebuah rahasia. Rahasia besar mengenai pewaris tahta. Jika kau mau tahu, suruh mereka bercerita. Maka mereka akan bercerita. "