Debu ditiup.
"Kita bisa mengirim tiga ribu pasukan untuk menjaga di perbatasan segera setelah mereka menerima suratku. Dan aku sudah menyiapkan sekitar tiga ribu pasukan juga untuk membantu jikalau kita terdesak. Dan—"
"Tunggu. Kau tidak bisa menambahkan pasukan sesuka hatimu. Jumlahnya harus diperhitungkan. Kita tentu tidak akan membuang-buang pasukan berharga kita untuk secuil tanah. Kemarikan," Alaric merebut pion yang ada di tangan Lunark.
"Kita mengirim delapan ribu di hari yang sama. Lima ribu pasukan akan maju (Alaric menaruh pion kecil di peta tepat di wilayah perbatasan), sedangkan sisanya mengintai sekitar setengah kilometer di belakangnya. Aku pernah menggunakan taktik perang ini sebelumnya dan selalu berhasil. Jika pasukan pertama mulai terdesak, segera kita kerahkan yang kedua. Maju per seribu-seribu. Ketika musuh mulai lengah, sisanya langsung menggempur musuh dan..." Alaric menggulingkan pion Raja Winterland dengan pion milik Raja Walterlish. "Kita menang."
Lunark hendak menyela tapi langsung didahului oleh Alaric. Sekalipun dia ratu, Alaric tidak bisa membiarkan Crimson Conqueror diacak-acak oleh Lunark yang notabennya tidak mengerti soal perang sama sekali. Ia memang pemimpin pemberontakan mawar berdarah, Alaric mengakui kehebatannya. Tapi, pemberontakan dan perang tidak bisa disamakan. Lagipula memang tugasnya mengatur strategi bersama dengan pemimpin kerajaan.
"Jika mereka memiliki rencana lain, kita tahan tiga ribu pasukan ini dan menyergap dari belakang. Kita bisa menang telak, tidak bisa diragukan lagi. Terakhir, jika pasukan kita terlanjur maju dan mereka baru saja mengeluarkan rencana cadangannya...aku menaruh pemanah di paling belakang. Hanya mereka yang bisa diandalkan. Jika mereka mempunyai rencana A dan B, kita harus mempunyai rencana A, B, dan C. Jika mereka memiliki seribu cadangan lain, kita tinggal atur formasi. Mereka prajurit terlatih, tidak perlu khawatir, Your Majesty."
Lunark tersenyum sedikit tidak senang. Di sisi lain ia bangga pada Alaric, tentu saja strateginya akan menguntungkan kerajaan. Di sisi lain ia melihat semakin banyak kebodohannya. Begitu banyak hal yang tidak ia kuasai. Idenya sudah ditentang oleh bocah 7 tahun. Sekarang strateginya ditangkis oleh Alaric Vedmord.
Belum pernah seumur hidupnya ia begitu ingin belajar.
"Strategi yang bagus, kau sangat bisa diandalkan, Alaric."
~👑~
Stefan memelintir tangkai bunga lily. Ia tampak termenung. Seorang pelayan membawakannya teh seperti biasa. Stefan yang menatapnya saja tanpa menyentuhnya. Dipandanginya wajah patung kekasihnya.
"Bagaimana aku menjalani hidup di negrimu, Chals? Aku tidak dianggap ada disini. Semua orang mengacuhkanku. Aku tidak memiliki seorangpun di dekatku selain putri kita."
"Selamat sore," sapa seseorang menyelanya.
Stefan berdiri, lantas membungkuk penuh rasa hormat. Ia tahu yang menyapanya adalah seorang Duke. Dan beberapa kali ia lihat duke muda ini ada di sekitar putrinya.
"Your Grace," sapa Stefan.
"Jangan canggung begitu, Tuan Valency, aku agak tidak enak. Omong-omong anda sendiri?" Tanya Olivander santai sambil duduk di bangku sebelah Stefan.
"Ya, Your Grace."
"Tuan, karena kita sedang berdua disini, kau boleh memanggilku Olivander, atau Valerius, terserah kau saja."
"Olivander? Tentu tidak sopan memanggil anda seperti itu."
"Oh ayolah, jangan merasa sungkan begini. Tolong, Olivander saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen Chronicles
Fantasia"Kau tahu, di langit tersimpan sebuah rahasia. Rahasia besar mengenai pewaris tahta. Jika kau mau tahu, suruh mereka bercerita. Maka mereka akan bercerita. "