"Baru pulang kok cemberut, Nak?" tegur sang ibu. Cila pun langsung mengambil duduk di kursi kosong dekat ibunya. Tampak sang ibu masih memiliki pekerjaan dengan baju-baju yang harus ia rapikan.
Cila melepaskan sepatu serta tasnya. Sekali lagi wanita ini mengembuskan napas berat. "Apa ada hal yang membuatmu tidak nyaman di kantor?" tanya wanita paruh baya itu kembali.
"Ada. Sejak awal aku masuk kantor itu, bahkan saat wawancara pun ada hal yang mengusikku, Bu," sahut Cila dengan nada yang kentara bila dirinya sedang tidak merasa baik-baik saja.
Sang ibu pun meletakkan setrikaan di tempatnya lebih dulu agar baju yang sedang dia kerjakan tidak rusak. "Ceritakan kepada Ibu," perintahnya kemudian yang kali ini berfokus kepada putrinya. Tak lupa wanita itu mematikan setrika yang tadinya panas.
Cila mengembuskan napas berat. Sebenarnya hal ini tidak perlu ia besar-besarkan, tetapi mengingat pria itu yang terus membuatnya emosi, Cila jadi malah terbawa suasana alias menjadi ikut emosi.
"Saat wawancara pekerjaan, aku bertemu dengan pria mesum, Bu."
"APA? Di mana?" pekik sang ibu.
"Di kantor itu. Jadi aku lagi di toilet sebelum wawancara di mulai. Lalu saat aku keluar, ada seorang pria yang tiba-tiba masuk ke dalam bilik toilet juga. Aku benar-benar terkejut. Untung saja aku sudah selesai buang air kecil, dan untungnya tidak ada wanita lain di sana."
"Astaga. Kenapa kantormu bisa sampai begitu? Apa tidak ada pembeda antara toilet pria dan wanita?" tanya sang ibu.
"Ini cerita selanjutnya, Bu. Aku menegur pria itu ketika dia sudah keluar dari toilet. Tapi bukannya minta maaf, dia malah pergi begitu saja. Karena kesal, aku akhirnya memberi dia pelajaran kecil dan tanpa sengaja jas yang ia pakai sedikit robek karena saking kuatnya tarikanku. Salah dia sendiri kenapa mengabaikanku begitu saja tanpa mau minta maaf."
Sang ibu mengangguk paham. "Sikapmu benar, Nak. Lantas apa yang terjadi selanjutnya? Perdebatan kalian pasti di lihat oleh orang-orang di kantor itu bukan?"
Cila mengangguk. "Semuanya melihat, Bu. Aku canggung, tapi bukan karena di lihat oleh mereka. Tetapi aku canggung karena aku adalah orang yang bersalah di sini."
Ibu dari wanita ini pun mengernyit bingung. "Di lantai itu hanya di isi oleh pekerja wanita, jadi memang tidak disediakan toilet wanita, Bu. Dan orang yang aku tegur itu ternyata adalah pemilik perusahaan." Seketika mata sang ibu pun melotot. "Aku tau aku salah, dan aku terkena masalah karena itu, Bu. Tapi aku sudah minta maaf," ungkap Cila sembari meringis.
"Lalu apa yang terjadi selanjutnya?"
"Aku di tempatkan di office girl begitu saja tanpa ada tes wawancara. Sepertinya pemilik perusahaan memiliki dendam kepadaku karena semenjak hari pertama kerja, dia selalu mempermainkanku dalam hal pekerjaan. Sungguh menyebalkan." Cila mengakhiri ceritanya di sana.
"Kalau kamu sudah tau jika pria itu menyebalkan, kenapa kamu malah menerima begitu saja pekerjaan di sana?"
"Ini masalahnya, Bu," sembur Cila. "Aku sudah menolak, tapi dia mengancamku dengan mengatakan bila aku tidak akan di terima di perusahaan mana pun. Aku pun terpengaruh oleh perkataannya saat itu. Dan juga kita butuh uang untuk menyambung hidup, jadi aku mencoba untuk menjalani pekerjaan ini saja sembari coba mencari pekerjaan lain."
Pada akhirnya sang ibu pun paham dengan cerita semua putrinya. Dia cukup prihatin melihat Cila yang berjuang begitu keras demi hidup mereka.
"Maafkan Ibu ya, Nak. Ibu akan coba cari-cari pekerjaan di luar. Ibu rasa, Ibu bisa bekerja menjaga toko. Mungkin gajinya jauh lebih besar."
KAMU SEDANG MEMBACA
MATE TERAKHIR✔
Fantasy[SPIN OFF dari The Cursed Vampire dan Sleeping Mate] "Pergilah ke dunia manusia," ucap Wizard Berta kepada Reynart dengan wajah seriusnya. "Untuk?" tanya pria itu dengan sejuta kebingungan di sana. "Bukankah kau sedang mencari tahu di mana mate mu...