BAGIAN 31

495 18 0
                                    


Tidak butuh waktu lama bagi Reynart untuk mengumpulkan bahan-bahan yang dibutuhkan oleh Wizard Berta. Benar, berkat bantuan dari kedua temannya, pria ini mampu mengumpulkan semuanya dengan begitu cepat. Meskipun demikian, Reynart tetap tidak ingin Axele dan Luc membantunya lebih. Dia tidak ingin melibatkan teman-temannya kali ini. Itu merupakan keputusan final Reynart.

"Apa ada lagi yang kau butuhkan, Wizard?" tanya pria ini.

Wanita tua itu pun terdiam, seperti sedang berpikir sejenak. "Ambilkan kuali di belakang, ambil beberapa kuali kecil karena aku butuh percobaan untuk menghasilkan ramuan yang sempurna."

Reynart mengangguk, dia pun segera menuju ke bagian belakang rumah. Reynart memutuskan untuk mengambil sepuluh kuali di sana, dan Wizard Berta merasa ini sudah cukup.

"Sekarang kau bisa kembali ke mate mu," perintah sang wizard. Reynart terdiam. Wizard Berta mengembuskan napas berat melihat tak ada respon dari pria ini. "Kau perlu meyakinkan mate mu bahwa kau tidak benar-benar menolaknya. Ingat, kau harus meminta maaf kepadanya lebih dulu karena hampir menghilangkan ikatan sakral ini."

Kali ini pria itu yang tampak ragu. "Tidak perlu ragu, kau hanya perlu melakukannya dengan benar. Kalian berdua sudah di takdirkan bersama, akan sangat menyedihkan jika kalian memutuskan untuk berpisah. Dan ya, aku akan segera menghubungimu jika ramuannya telah sempurna," ujar sang wizard lagi.

Reynart mengangguk. Lalu dia pun pamit untuk pulang.

Sesampainya di rumah Reynart langsung disuguhkan pemandangan ibunya yang sedang memasak. Terlihat cekatan menyiapkan makan siang mereka. Lalu pria ini memutuskan untuk menghampiri ibunya. Dia perlu berpamitan lagi tentu saja.

"Ibu sedang masak apa?" tanyanya.

Wanita paruh baya itu menoleh, terkejut melihat putranya yang sudah pulang. "Masak makanan kesukaan keluarga kita. Apa urusanmu dengan Wizard Berta sudah selesai?" tanya wanita itu dengan tangan yang masih sibuk ke sana ke mari.

Reynart mengangguk, dia mengambil buah apel tersedia di atas meja, lalu mengigitnya dengan gigitan besar. "Ibu, kapan Ayah pulang?" tanyanya.

"Mungkin sebentar lagi, Nak. Kenapa?"

"Aku sepertinya akan pergi lagi."

Tangan yang semula sibuk dengan penggorengan pun refleks terhenti. Dia menatap putranya yang duduk di kursi meja makan. Tanpa berpikir dua kali, wanita ini langsung mematikan kompor dan menghampiri putranya di sana.

"Ada apa? Apa ada hal yang belum kamu selesaikan lagi?" tanyanya dengan nada khawatir.

Reynart mengangguk, tidak berbohong kepada ibunya. "Urusanku memang belum selesai, Bu. Dan sekarang aku harus menuntaskannya hingga akhir," jawab Reynart dengan serius.

Sang ibu tampak tidak rela melihat putranya pergi dari rumah lagi. "Terakhir kali kamu pergi, kedatanganmu sangatlah lama, Nak. Apa sekarang akan lama lagi?"

Reynart menggeleng. "Maksimal sebulan, Bu." Reynart menggenggam tangan ibunya dengan hangat. "Ibu tidak perlu mengkhawatirkanku. Aku akan baik-baik saja. Aku akan kembali ke rumah dengan membawa kejutan untuk Ibu dan Ayah. Setelah itu kita bisa hidup bersama." Yang Reynart maksud adalah dia akan membawa Cila ke rumah untuk diperkenalkan kepada keluarga ini.

Sang ibu yang memang selalu percaya dengan keputusan anak-anaknya pun mau tak mau harus merelakan putranya pergi.

"Kapan kamu akan pergi?"

"Malam ini," jawab Reynart tanpa ragu. Semakin dia cepat kembali, semakin besar pula kesempatan dirinya untuk memperbaiki hubungannya dengan Cila.

"Ya sudah. Nanti kita akan bicara dengan ayahmu saat makan siang. Dia akan pulang sebentar lagi," ujar sang ibu. Reynart mengangguk setuju.

MATE TERAKHIR✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang