Seorang pria baru saja memasuki rumah dengan aura yang tampak sedikit remang. Di bagian depan terdapat patung-patung yang memiliki tanduk serta wajah yang seram. Pria ini melangkahkan kakinya tanpa kenal rasa takut.
Saat berada di dalam, sudah ada sosok bayangan yang telah menunggunya. Tampak seperti seorang pria dengan jubah panjangnya dan membelakangi pria tadi.
"Ada perkembangan apa?" tanya pria dengan jubah kebesarannya itu. Matanya masih tertuju pada perapian di rumah tersebut yang berguna menghangatkan ruangan tersebut.
"Ada, Tuan. Saya sudah masuk lebih jauh sekarang. Lalu, tinggal menunggu waktu tepat untuk berjalan lebih dalam lagi," jawab pria yang baru masuk itu.
"Bagus. Terus laporkan perkembanganmu dalam menembus pertahanannya."
"Baik, Tuan."
***
Di sore hari Reynart meminta Cila untuk membantunya membawa beberapa barang ke kamar di lantai dua. Wanita itu melakukan tugasnya dengan penuh tangung jawab dan tampak bersemangat juga karena dalam setengah jam lagi pekerjaannya sudah selesai alias dia boleh pulang.
"Apa sudah semua, Pak?" tanya wanita ini yang telah meletakkan kardus tadi di lantai. Reynart mengangguk. Di tangannya juga ada sebuah kardus. "Isinya apa ya, Pak?" tanya Cila dengan rasa ingin tahunya.
Tak menjawab pertanyaan wanita itu, Reynart mengeluarkan barang yang ada di dalam kardus-kardus tersebut. Cila yang tampak mengenali salah satu barang pun langsung terlonjak terkejut dan buru-buru menghampiri pria tersebut.
"Ini ... bukannya ini lukisan yang terkenal itu, Pak? Saat masih kuliah, dosen saya pernah menunjukkan beberapa lukisan terkenal dalam presentasinya. Bagaimana Bapak bisa mendapatkan lukisan ini?" tanyanya dengan penuh kegirangan. Seingat Cila lukisan aslinya tidak berada di negara ini. Jika memang Reynart memiliki lukisan asli tersebut, maka ini benar-benar menakjubkan.
Reynart menatap wanita itu dengan memicing curiga, kemudian mengambil alih lukisan yang Cila pegang tersebut. "Ini mahal. Jangan coba-coba untuk merusaknya," semburnya. Cila mendengkus.
"Saya hanya bertanya, Pak. Tidak ada niatan mau merusak apalagi mengambilnya kok." Wanita ini beranjak dari tempatnya. "Apalagi tugas yang harus saya kerjakan sebelum pulang, Pak?" tanyanya.
Reynart terdiam sejenak. Kemudian dia melihat kardus-kardus yang belum ia buka. "Keluarkan semua barang yang ada di dalam kardus di sana," perintah Reynart sembari menunjuk kardus-kardusnya. Cila mengangguk dan langsung mengeluarkan satu per satu isinya.
Jika ada lebih dari seorang di dalam ruangan tentu rasanya akan canggung jika tidak ada obrolan bukan? Jadi Cila berinisiatif untuk memulai obrolan di sana.
"Bapak benar-benar tinggal sendirian di rumah ini?" tanyanya.
"Hmm." Reynart menjawabnya dengan dehaman saja.
"Bukankah rumahnya terlalu besar jika hanya di tinggali satu orang saja, Pak?"
"Apa rumahku menjadi urusanmu juga?" kata Reynart yang membuat Cila menjadi tak enak hati karena bertanya. Padahal dia hanya inisiatif mencairkan suasana saja. Pada akhirnya wanita itu pun memilih untuk diam sampai jam kerjanya selesai.
Reynart yang tak melihat Cila berbicara lagi pun memilih untuk mulai meletakkan barang-barangnya di dalam ruangan tersebut. Rencanya ruangan ini akan Reynart jadikan tempat kerjanya di rumah. Padahal nih ya dia bisa saja mengambil ruangan di lantai bawah. Tapi menurutnya lantai dua perlu dia gunakan juga.
Sebuah panggilan masuk ke ponsel Reynart, itu adalah Elijah. Pria ini pun memilih mengangkat panggilannya di luar ruangan sedangkan Cila berfokus pada tugasnya saja di dalam ruangan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
MATE TERAKHIR✔
Fantasia[SPIN OFF dari The Cursed Vampire dan Sleeping Mate] "Pergilah ke dunia manusia," ucap Wizard Berta kepada Reynart dengan wajah seriusnya. "Untuk?" tanya pria itu dengan sejuta kebingungan di sana. "Bukankah kau sedang mencari tahu di mana mate mu...