BAGIAN 16

616 18 0
                                    


"Astaga aku lupa." Wanita itu menepuk dahinya pelan. Cila yang saat itu sedang bersama Ele menuju ke halte bus di dekat kantor pun menghentikan langkahnya.

"Ada apa?" tanya temannya itu.

"Ada barangku yang ketinggalan. Tadi aku lupa jika membawa payung kecil untuk berjaga-jaga. Maaf Ele sepertinya aku harus kembali. Kamu ke halte duluan saja. Pulanglah dulu, bus kita juga arahnya beda kan."

Ele mengangguk. Cila berbalik dan berlari kecil kembali ke arah kantor. Dari tempatnya tampak Ele yang memperhatikan temannya tersebut.

Cila memang sengaja membawa payung dari rumah, itu juga atas perintah dari ibunya mengingat sekarang sudah memasuki musim hujan. Lebih baik berjaga-jaga agar dirinya tak sampai di rumah dengan tubuh yang basah.

"Aduh."

Karena terburu-buru dan tak memperhatikan ke depan, pantat Cila pun akhirnya mencium lantai. Wanita ini menatap si pelaku, orang yang sudah menabraknya hingga terjatuh seperti sekarang. Setelah melihat si pelaku, seketika dia pun menganga. Itu Reynart. Entah bagaimana takdir malah membuat mereka kembali bertemu. Cila pun berdiri dari duduknya, lalu menatap Reynart dengan sewot, sebelum pada akhirnya wanita ini pun memutuskan untuk mengabaikan pria itu.

Reynart yang melihat respon wanita itu terasa aneh setelah terakhir kali berkunjung ke rumahnya pun tampak mengernyit bingung. Tanpa berlama-lama Reynart memutuskan untuk mengikuti Cila yang malah kembali masuk ke dalam kantor di saat jam pulang kerja seperti ini.

Cila menuju ke arah lokernya. Dia membuka loker menggunakan kunci. Kemudian senyum di wajah wanita ini muncul seiring dengan tangannya yang mengambil payung di dalam sana. Sebenarnya agar tidak terus membawanya seharusnya Cila membiarkan payungnya berada di sana. Tetapi kata sang ibu payung itu harus dia bawa setiap berangkat dan pulang kerja karena kita tidak tahu di mana dan kapan hujan akan turun.

"Apa yang kau lakukan?"

Cila menoleh ketika mendengar suara yang tampak tak asing di gendang telinganya. Ternyata benar, itu suara Reynart. Wanita ini kembali mengunci loker, setelah itu berjalan menuju ke arah pintu di mana Reynart menunggunya. Namun, bukannya menjawab pertanyaan pria ini, Cila malah mengabaikan keberadaan Reynart sekali lagi.

Pria itu pun menarik lengan Cila pelan. Untung saja wanita ini memakai cardigan lengan panjang. "Ada apa?"

Cila terdiam, lebih kepada bingung harus menjawab apa. Tak mendapat respon dari wanita itu, Reynart membawa Cila kembali masuk ke dalam ruangan di mana di sana terdapat loker-loker tempat para pekerja menyimpan barang.

"Apa yang kau lakukan?" protes Cila.

Reynart mengernyit ketika nada bicara wanita tersebut telah berubah, tidak formal lagi, lebih kepada kasar. "Turunkan nada bicaramu itu. Kau harus ingat sedang berhadapan dengan siapa," tegur Reynart.

Cila memutar bola matanya malas. "Aku lupa mengingatkanmu juga, Tuan. Ini bukan jam kerja, jadi derajat kita tetaplah sama," sahut Cila yang jauh lebih berani. Reynart pun mulai memahami keadaan di mana wanita ini mulai tak terkendali. "Hari sudah semaki sore, jika tak keberatan aku akan pulang sekarang," ucap Cila yang berlalu begitu saja meninggalkan Reynart.

Tak terima dengan respon wanita itu, Reynart kembali mencegah Cila pergi. "Apa lagi?!" sentak Cila tanpa sadar. Jam sudah menunjukkan semakin sore, dia akan ketinggalan bus jika terus-terusan di tahan oleh pria ini.

"Aku ingin bertanya," ucap Reynart.

"Apa? Cepatlah, aku tidak punya waktu banyak," desak wanita tersebut.

MATE TERAKHIR✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang