BAGIAN 10

797 22 0
                                    

"Ibu, perkenalkan ini Pak Reynart. Beliau adalah atasanku."

Cila memperkenalkan pria asing yang bersamanya itu kepada sang ibu. Cila baru bisa menemukan ibunya saat acara telah selesai. Sang ibu pun tampak bingung melihat sosok di sebelah putrinya. Terlebih lagi dia melihat jika ada aura berbeda yang keluar dari pria tubuh pria tersebut.

Reynart menjabat tangan ibu dari Cila itu. "Perkenalkan, saya Reynart."

"Selamat siang, Tuan. Maaf jika anak saya mungkin merepotkan Anda."

Pria itu pun mengangguk. Cila kembali berbicara kepada ibunya, lebih tepatnya mencari keberadaan sang adik. Namun ada yang menarik di sini. Reynart juga tanpa sengaja melihat kalung yang sama di leher ibu Cila. Keduanya tampak tak ada bedanya. Kenapa mereka bisa memiliki kalung yang sama?

Lalu Ajil datang kepada kakak serta ibunya dengan sedikit berlari kecil. "Kakak. Kakak. Bagaimana penampilanku tadi? Bagus, kan?" tanya bocah kecil itu dengan penuh bersemangat. Melihat bocah laki-laki ini membuat Reynart mengingat adiknya, yakni Vera. Dia merindukan adik cantiknya itu. Tanpa sadar Reynart pun tersenyum kecil.

"Bagus banget, Jil. Kamu keren," puji Cila di sana dengan suara tawanya.

"Dia siapa, Kak?" tanya Ajil sembari menunjuk sosok Reynart.

"Ini adalah atasan Kak Cila. Kamu salam dulu sana," jawab wanita tersebut.

"Halo, Om. Saya Ajil," ucap bocah kecil itu dengan formal. Reynart pun menerima uluran tangan itu.

"Reynart. Nama saya Reynart," balas pria ini dengan sedikit kaku.

Ajil pun mendekati sang kakak, lalu sedikit berbisik di telinganya. "Atasan Kak Cila kaku banget. Lihat juga pakaiannya, tampak seperti bapak-bapak." Meskipun suara bocah ini kecil, tetapi Reynart masih bisa mendengar. Cila pun hanya tertawa kecil di sana.

"Sudah, jangan bicara seperti itu," tegur wanita ini. "Ibu mau pulang sekarang?" tanya Cila kemudian.

"Ya. Ibu akan pulang bersama Ajil. Kamu masih harus pergi bekerja bukan?"

Cila mengangguk, lalu menghadap kepada Reynart di sana. "Setelah ini Bapak ingin ke mana lagi?" tanya Cila yang malah salah fokus dengan perban di kepala pria itu.

"Apa sebaiknya kita antar ibu dan adikmu?" tawar pria ini yang entah mengapa tiba-tiba bibirnya mengatakan demikian.

"Eh? Tidak perlu, Pak. Terima kasih banyak. Ibu dan adik saya akan menggunakan transportasi umum. Lagi pula mobil tidak bisa masuk ke dalam gang rumah saya," tolak Cila secara langsung, sang ibu juga mengangguk setuju.

"Itu benar. Terima kasih banyak untuk kebaikan, Tuan. Tapi kami masih akan mampir ke tempat lain," sambung ibu dari Cila. Reynart pun mengangguk paham dan tak memaksa.

"Ya sudah, Bu. Aku dan Pak Rey pergi sekarang ya. Ibu dan Ajil hati-hati di jalan," pamit wanita ini.

Keduanya pun menuju ke mobil. Kali ini Reynart belum mendapat kejelasan tentang kalung yang dikenakan oleh mereka. Cila diam-diam melirik atasannya yang tampak memiliki banyak pikiran di sana.

"Saya ingin bertanya," celetuk pria ini tiba-tiba. Cila mencoba memasang telinganya baik-baik. "Mengenai kalung yang kau pakai ... dari mana kau mendapat kalung itu?"

Wanita ini langsung memegang liontin di kalungnya itu. "Ini ... ini pemberian Ibu saya," ungkap Cila di sana. Reynart mengangguk paham, pantas saja kalung mereka terlihat sama.

"AWAS, PAK!!"

CITTTT.

Ban mobil bergesekan dengan aspal menimbulkan decitan yang cukup memekikkan. Kejadiannya begitu cepat. Reynart buru-buru menginjak rem mobilnya ketika mendengar teriakan wanita di sebelahnya ini. Cila yang tadinya terkejut pun buru-buru keluar dari mobil.

MATE TERAKHIR✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang