Jerit Malam

34 30 30
                                        

"Kita hanyalah setitik senja yang kadang indah lalu surut dengan bermuram durja, dunia bagi masa kecil kita hanyalah mainan fana yang terus membumbung, mengitari angkasa dan membuat kita terlena akan keindahannya."
- Chara Perdana

******************

Kelompok kami terduduk lekat pada sebuah gundukan tanah kosong tidak terlalu jauh dengan Bumi perkemahan. Pelukan gadis yang amat saling merekat layaknya tali pionering yang kemudian tepaku keindahan senja. Layaknya pasak yang jatuh cinta pada bumi kami duduk hingga tak peduli kalaupun malam menjemput.
Dengan sedikit meracau penuh harapan dan keluhan masing-masing dari kami melontarkan kalimat terindahnya tentang senja. Dengan masih menggunakan seragam coklat kebanggaan topi sesek dan berkalung hasduk merah putih. Diawali dariku yang tiba-tiba mencoba mengukir langit.

"Kedatangan senja yang menenggelamkan matahari mengajarkan pada kita, bahwa segala sesuatu tak ada yang abadi."

"Senja tak pernah salah. Hanya kenanganlah yang kadang membuatnya basah. Dan pada senja, akhirnya kita mengaku kalah."

"Sekali pun hanya sejenak, namun senja pergi meninggalkan rasa hidup ini amat teramat singkat. Titipkanlah asa."

"Senja mengajarkan bahwa menanti itu tidak mudah, berjuang pun juga sama susahnya. Apalagi harus berjuang menunggu seseorang dalam ketidakpastian."

"Senja mengajarkan kita bahwa keindahan tak harus datang lebih awal."

"Senja mengajarkan kita bahwa sesuatu yang terlihat indah sebagian besar hanya bersifat sementara."

"Matahari yang tenggelam akan mengajarkan pada kita, agar bisa menghargai apa yang diberikan matahari untuk kita."

Sesosok rupawan penuh dengan cahaya senja yang mengukir di tubuhnya dari kejauhan bayangannya mulai mendekap kami. Perlahan-lahan kami mulai tersadar akan kehadirannya. Tinggi tubuhnya dengan kabaret coklat dan berbagai bet serta tiska yang menjadi kebanggaannya selama ini atas dasar kecintaan pada pramuka. Dua langkahnya kedepan sudah mulai menggambarkan lekuk lesung dengan senyum nan rapi. Gigi seputih susu yang tak pernah kering mulai menyapaku lembut.

"Jatuh hati pada senja itu sekaligus patah hati, karena ia hadir namun sudah diatur untuk pergi. Kuharap kamu tidak begitu."
" Ciyeee Buat siapa itu kak ??? " Tanya Widya yang disambut riuh teman-temanku.
" Sudah kalian sana mandi bau banget nih !!! Tau gak saking baunya sampek tercium dari Tenda panitia. "
" Idih.... Dikira kami mayat yang membusuk. " Ketus Vina sembari berdiri.
" Sudah Gak sopan, Vin. Yaudah kalian sana gih mandi. Aku tadi udah mandi soalnya " ucapku lirih sambil menahan tawa.
" Apa ? Sejak kapan kamu mandi " sahut Siti.
" Yah... Hmm .... Kapan yah wkwkwkk.. tadi pagi "
" Yaudahlah Kak Kqmi permisi mau mandi dulu. " Ucap Widiya pada Kak Irfan.

Belum selangkah aku berjalan tiba-tiba tanganku digegamnya erat saking eratnya aku tidak bisa berkata-kata. Pundaku kemudian dipegang halus dengan tatapan penuh harapnya dia memberikan sebuah kejutan senyum itu lagi yang biasanya selalu membunuhku.
" Jangan buat aku patah hati lagi karenanya, senja. "
" Hmmm... Jangan terlalu berharap pada senja. "
" Senja cantik, indah, dan penuh cerita. Kenapa kamu tidak mau menjadi senja itu ?? "
" Senja hanya sementara tak bisa lama. Aku mau jadi sesuatu yang hadirnya tidak sementara tapi selamanya "
" Harus bagaimana lagi aku membuatmu kau ingin jadi malam. Sebagai tempatku berpulang, lelah, dan pelampiasan rinduku??? "
" Mungkin.... "
" Atau haruskah ku menjadikanmu pagi tempatku memulai segalanya dengan penuh semangat. Tempat ku menatapmu setelah tidurku ??? "
" Entahlah... Yang pasti aku mau mandi dulu.... Sampai jumpa Kak "

Dengan penuh senyuman mengoda aku berlari kearah tenda. Ku melihat wajah kesal mencuat pada raut mukanya. Dia terduduk kembali kemudian lenyap pada rerumputan.

Sayap-Sayap CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang