Kamu Hamil?

897 110 27
                                    

Ponsel Aulia terus berdering setelah dinyalakan kembali. Baru saja dia menginjakkan kaki di rumah. Ya, Aulia masih tinggal di rumahnya. Lebih tepatnya, rumah warisan kedua orang tuanya.

"Siapa sih!" Aulia melihat nama yang muncul di layar ponsel. "Jason?"

Gadis itu menghela napas berat, lalu menolak panggilan tersebut. Lebih baik dia abaikan saja pesan-pesan maupun panggilan yang masuk tidak habis sejak tadi.

"Ck! Mau apa lagi sih?" decaknya, lama-lama ia kesal sendiri karena sikap Jason yang selalu ingin tahu apa pun aktifitasnya.

"What's wrong, Jason?" ucap Aulia, dengan terpaksa menerima panggilan itu.

"Where are you?" tanya Jason terdengar mencemaskan Aulia dari nada bicaranya.

"Don't bother me, Jason."

"But ... Lia!"

"Please, Jason. Kasih aku waktu untuk sendiri." Panggilan pun dia akhiri.

Aulia hendak mematikan ponselnya kembali. Tapi, satu panggilan masuk membuat mata bulatnya melebar sempurna.

"Astaga! Kak Brina?"

Aulia seperti anak kecil yang masih terus diawasi. Padahal dia sudah bilang pada Sabrina bahwa, gadis dua puluh lima tahun sudah masuk kategori dewasa. Jadi berhenti untuk mencemaskan dirinya berlebihan.

"Yobosseo?" Suara Aulia pelan.

"Lia! Kamu di mana semalaman? Mbak Murni bilang kamu nggak pulang!"

Suara Sabrina terdengar setengah berteriak. Pasti kakaknya itu sedang marah. Aulia sempat menjauhkan ponsel dari telinga, kalau tidak, bisa-bisa pendengarannya yang menjadi korban.

Mbak Murni adalah wanita paruh baya yang ditugaskan bersih-bersih di rumah Aulia. Dia juga biasa mengisi makanan di dalam kulkas untuk Aulia makan sehari-hari.

Aulia mengembuskan napas pelan sebelum mendekatkan ponsel ke telinganya kembali.

"Em, Lia di rumah temen, Kak," jawab gadis itu, berusaha setenang mungkin.

"You're lying!" sentak Sabrina, dia yakin Aulia hanya sedang menutupi sesuatu.

"...." Aulia mengumpat pelan. Dia yakin Hendery tidak mungkin membocorkan tentang kejadian semalam. Lantas, kenapa kakaknya tidak mau percaya?

"Apa sih Kak?"

"Kata Hendery kamu mabuk, kan?" Sabrina mencoba mengulik informasi, itu yang Aulia pahami maksud dari pertanyaan Sabrina itu.

Untuk apa Hendery memberitahu Sabrina. Itu yang Aulia tidak mengerti.

"Kak...." kata Aulia sambil mendesah panjang.

"Baby, geuleoji ma."

Aulia mendengarnya, suara Sean berusaha membujuk Sabrina yang mulai tersulut emosi.

Suami kakaknya itu cenderung lebih santai. Dia tidak pernah mengurusi urusan Aulia. Sean justru lebih sering mengerti keadaannya dibandingkan Sabrina.

Kalau sudah begini,  pasti urusannya akan berbuntut panjang. Padahal kepala Aulia masih terasa pusing, karena efek pengar semalam.

Suami Sabrina itu mengambil alih ponsel kemudian berbicara pada Aulia.

"Aulia, kamu sebaiknya istirahat," ucap Sean akhirnya berhasil membuat Sabrina melunak.

"Gamsahamnida, Oppa."

"Ne."

Udara berdesis melewati gigi Aulia saat ia menarik napas dalam. Wajah pria itu rupawan. Hidung mancung, alis tegasnya, semua yang dimiliki Hendery nyaris sempurna di matanya.

Unforgettable NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang