Kita Menikah Saja

685 109 38
                                    

"Ayo. Kita cari tempat yang lebih baik untuk bicara." Hendery tidak ingin membicarakan hal yang sangat penting di dalam mobil. Kesannya mungkin tidak baik bagi Aulia, jika membahasnya di tempat yang tidak sepantasnya.

"Hentikan mobilnya." Aulia memandang Hendery dengan tatapan tidak senang.

"Kita butuh bicara, Lia."

Aulia berdecih. "Tidak. Sikapmu sudah menunjukkan niatmu, Mas. Lupakan saja jika urusanmu hanya ingin membuat mbak Miska cemburu."

Bukannya berhenti, Hendery malah menambah kecepatan. Aulia sontak melotot sambil berpegangan ke jendela karena mobil Hendery melaju dengan kecepatan tinggi.

"Sebentar lagi kita sampai."

"Kamu gila, Mas! Hentikan mobilnya!"

"Tidak. Sampai kapan kamu terus menghindar. Kamu pikir apa yang terjadi bisa dilupakan begitu saja."

"Apa maksud kamu sih!"

Aulia tidak mengerti kenapa Hendery masih tertarik membahas cinta satu malam itu. Toh pria tidak dirugikan dalam hal apa pun. Apa jangan-jangan Hendery hendak meminta ganti rugi karena keperjakaannya telah dia renggut?

"Mas Hendery apa kamu masih perjaka malam itu?!"

Mobil Hendery mengerem mendadak membuat kening Aulia sedikit terbentur  jendela.

"Astaga!"

"Lia, maaf, kamu gapapa kan?"

Sambil memegang keningnya, Aulia mendelik ke arah Hendery. "Kamu mau mati, Mas?!"

Tatapan tajam Hendery sekarang hanya tertuju pada Aulia. Gadis itu baru saja membuat terkejut karena perkataannya.

"Maksud kamu apa dengan bertanya tentang perjaka?"

"A-Ada yang salah?" tanya Aulia tidak mengerti. "Habisnya kamu bersikap seolah tidak ... rela, seperti baru saja kehilangan keperja—"

"Hentikan." Hendery memerah. Ia menghela napas berat. "Kamu membuat saya tidak nyaman karena pertanyaan itu."

Sepasang manik mata almond milik Aulia berkilau. "Oh. Maaf kalau gitu," ucapnya pelan.

Aulia terbiasa mengatakan apa pun sesuai kehendaknya. Baginya pertanyaan tadi normal-normal saja diajukan pada Hendery.

"Apa malam itu benar-benar terjadi?" tanya Hendery tiba-tiba.

"Maksudnya?"

"Apa kamu yakin terjadi sesuatu di antara kita?"

Bayangan Hendery mencumbunya bahkan masih teringat jelas. Walaupun dia dalam keadaan mabuk, tapi dia tidak pernah lupa sentuhan yang memabukkan itu.

"Ya, terjadi. Tapi aku tidak yakin aku kehilangan keperawanan ku." Aulia segera menutup mulutnya setelah sadar mulutnya berulah lagi.

"Apa?" kaget Hendery mendengar Aulia berbicara tentang keperawanan. "Jadi kamu masih perawan waktu itu?"

"Maksud kamu apa, Mas! Apa aku kelihatan wanita murahan!" sentak Aulia dengan urat leher yang menegang.

"Santai, saya hanya bertanya, bukan menuduh." Hendery berkilah. "Tidak perlu emosi," lanjutnya.

Gadis berbibir tipis itu mengembuskan napas perlahan. Pembicaraan mereka membuatnya tidak nyaman.

"Sudahlah, Mas. Lagi pula aku tidak menuntut Mas. Malam itu hanya kesalahan semata. Bukan keinginan kita, kan?"

Itu yang ada di pikiran Aulia, tapi berbeda dengan yang ada di pikiran Hendery. Baginya harga diri wanita adalah nomor satu. Dia merasa sudah merusak harga diri Aulia semenjak kejadian malam itu.

Unforgettable NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang