Seseorang Yang Mirip

303 39 28
                                    

Hendery mengetuk-ngetuk meja kerjanya sambil sesekali melirik ponsel yang tergeletak di atas tumpukan map.

Padahal sudah satu jam sejak ia mengirimi pesan pada Aulia untuk menanyakan kabar istrinya itu.

Namun Aulia belum juga membalas pesan darinya. Ditelepon sudah, tapi hanya terus berdering saja.

"Ck."

Hendery kembali menekan nomor sang istri. "Kenapa tidak dijawab sih."

Ponselnya terus berdering. Padahal dia sedang beristirahat sambil mengelus perutnya sejak tadi. Mual-mual membuatnya bolak-balik ke kamar mandi. Bahkan ia tak makan sama sekali karena semua makanan terasa sama sekali tidak menarik di matanya. Jangankan untuk makan, minum saja rasanya ia mau muntah.

"Astaga." Ia terkejut melihat puluhan panggilan tak terjawab dari suaminya.

"Ya Tuhan, maaf Mas. Aku dari tadi gak main hp sama sekali," ucap Aulia setelah menerima panggilan telepon dari Hendery.

Hendery mengembuskan napas berat. Ia ingin marah, tapi mendengar suara lemas Aulia membuatnya tak tega.

"Kamu gak apa-apa, kan, Lia?"

"Aku lemes banget."

"Udah makan?"

"Belum. Malahan aku belum minum juga."

Hendery langsung berdiri tegak dari duduknya. "Kenapa?"

"Mual banget Mas."

Jawaban Aulia membuat Hendery jadi cemas.

"Lia, kamu mungkin mengidam sesuatu. Biar saya carikan, ya."

"Enggak Mas. Huek!" Aulia berlari ke toilet tanpa mematikan panggilan itu.

Hendery mendengar suara Aulia memuntahkan sesuatu meski agak samar. Ia jadi cemas, padahal beberapa menit lagi akan ada meeting.

"Astaga. Apa yang harus saya lakukan sekarang."

"Pak Hendery, apa meeting nya bisa kita mulai?" Sekertaris Hendery muncul begitu saja.

"Meetingnya tunda saja," kata Hendery lalu mengenakan jasnya.

"Tapi, Pak, semua sudah menunggu di ruang meeting."

Hendery menatap sekertarisnya sekilas. "Baik, saya mengerti."

Hendery menyerahkan tumpukan map pada sekertaris nya itu. "Kamu saja yang pimpin, saya harus pulang."

Sekertaris Hendery sampai tak dapat berkata-kata. Bagaimana bisa dia memimpin meeting yang amat penting. Lebih baik menundanya, daripada dia yang disalahkan nantinya.

Aulia kesal bukan main. Karena mual-mual itu sangat tidak mengenakkan. Dia jadi tidak bisa melakukan hal-hal lain. Tubuhnya yang lemas sangat tidak biasa. Padahal sehari-hari Aulia adalah pribadi yang sangat aktif.

"Duh, apa separah ini rasanya hamil? Tapi kata kak Brina, dulu dia gak begini. Kenapa gue gini banget sih." Aulia melihat pantulan dirinya di cermin. Bibirnya sampai memutih dan kering karena tidak minum air sejak pagi.

Akhirnya Aulia pergi ke dapur untuk sekedar minum saja. Tapi begitu bibirnya menyentuh mulut gelas, ia langsung merasa amat mual. "Huek!"

Sambil mengusap-usap perutnya, Aulia jadi cemas. Bagaimana jika bayinya kekurangan nutrisi.

"Maafkan mama ya nak," sesalnya ingin menangisi keadaan tapi itu sama sekali bukan gayanya.

Meski ia lelah dan merasa tak nyaman, Aulia tak ingin menangisi setiap keadaan yang harus dihadapinya sekarang.

Unforgettable NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang