Aulia menutup pintu kamar sambil memegang dadanya. Barusan apa yang terjadi dengan dirinya. Sambil mengutuk tindakannya, Aulia seolah kehilangan muka di hadapan Hendery karena kejadian tadi.
"Aku bukan patung."
"Aulia."
Aulia menghentikan langkah kaki. Hendery berjalan mendekatinya, lalu memutar tubuhnya. Kini keduanya saling menatap satu sama lain.
"Kapan saya memperlakukan kamu seperti patung?"
"Hem, ya menurutku kamu terlalu kaku untuk dipanggil suami," jawab Aulia.
"Jadi, karena saya kaku? Kamu merasa saya menganggap kamu seperti patung?"
"Ya, betul."
Memang sejak pertama kali bertemu, Hendery sudah kaku begitu. Aulia pun tahu, tapi dia hanya ingin Hendery bisa lebih santai ketika berbicara dengannya.
"Saya akan tetap seperti ini. Saya tidak pernah berubah demi orang lain."
Aulia tersenyum. Dia akhirnya menyadari Hendery memang selalu seperti itu. Dia saja yang menuntut terlalu banyak.
Berjalan mendekat, Aulia menyentuh rahang kokoh Hendery sambil menatap matanya.
"Jadi benar dugaanku, kamu masih perjaka waktu itu?"
Hendery tampak meneguk ludah. Dia mulai salah tingkah lalu menggaruk lehernya sendiri.
"Hentikan. Jangan membahas sesuatu yang tidak penting."
"Sama, aku pun masih perawan. Sepertinya kamu pun tahu, malam itu tidak terjadi apa-apa di antara kita, Mas."
Dua alis Hendery bertaut. Dia mencengkeram pergelangan tangan Aulia dengan tatapan tajam. "Dari mana kamu tahu hal itu? Tidak ada yang menjamin karena saat kita bangun, kamu dan saya sama-sama tanpa busana."
Aulia meneguk ludah. "Aku bisa merasakannya. Tidak ada yang terjadi di antara kita. Memang kita tidak pakai baju, tapi bukan telanjang!" tegasnya.
Barulah Hendery melepaskan pegangan tangannya pada Aulia. "Tetap saja kita sekarang sudah menikah. Apa pun yang terjadi, kamu tanggung jawab saya."
Aulia berkacak pinggang. Dia lalu menantang Hendery dengan mata membulat. "Kalau begitu buktikan. Jika kamu menanggap aku benar-benar istrimu, lakukan tugasmu sebagai seorang suami."
Hendery berdecih. Aulia salah menantang dirinya. "Kamu pikir saya tidak mampu melakukannya?"
Pria itu melepaskan kaus yang tengah ia kenakan lalu membuangnya sembarangan. Dia mendekati Aulia, mengangkat tubuhnya lalu mendudukkannya ke atas meja makan. Kebetulan hanya meja makan yang paling dekat dengan tempat mereka berdiri barusan.
Aulia menggeleng, dia hanya bercanda. Dia tidak mengira jika Hendery akan benar-benar melakukannya.
"Kenapa? Kamu kira saya tidak mampu. Kamu kira saya melakukannya hanya karena mabuk?"
Hendery mengelus pipi Aulia dengan punggung ibu jarinya. Saat itu Aulia tidak tahu apa yang bisa dia perbuat untuk lari. Tidak ada jalan. Hendery sudah mengunci pergerakannya.
"Mau melakukannya di sini, atau kamu lebih suka di atas ranjang?"
Bibir Hendery. Aulia tidak bisa mengabaikan bagian lembut itu. Seolah kesadarannya menghilang. Dia lupa bahwa dia sedang ketakutan. Dia tidak ingat dia baru mengalami kegugupan. Dia hanya terfokus pada bibir Hendery yang tidak terlalu tebal, tapi tidak juga ketipisan.
Sewaktu Hendery masih menatapnya intens. Aulia langsung meraih bibir Hendery, mengecupnya berulang-ulang. Hendery mengerjapkan mata. Padahal tadi dia yang hendak menakut-nakuti Aulia. Tapi sekarang, malah sebaliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unforgettable Night
RomanceFollow dulu biar cakep Rate 18 - 21+ Hendery Darian Ericson bukan pria dingin biasa. Dibalik sikap dinginnya, Hendery menyimpan pesona luar biasa terutama dimata gadis bernama Aulia. Aulia Mahira merupakan gadis muda yang sangat pemberani. Mencintai...