34. Tanna

863 122 31
                                    












Pasusu 2













"Tanna" Kala itu senja menghiasi langit sore, membingkai cantik bersama sekumpulan awan putih yang terlihat lembut bak tumpukan kapas, dipadukan senyuman papa yang begitu menawan; keduanya duduk saling bersisian di atas kursi taman di halaman belakang rumah, silih bergantian bertukar cerita mengenai hari ini, sesekali menyenandungkan lirik lagu anak kecil yang Tanna sukai, atau terkadang saling mencium pipi masing-masing untuk memberikan afeksi. Penutup harinya nyaris saja terasa berjalan sempurna, kalau saja presensi ayah ikut hadir di antara mereka berdua. Tetapi, sejujurnya dengan begini saja sudah lebih dari cukup, terlebih ketika papa menggenggam tangannya begitu lembut, mencium punggung dan telapak mungil tangannya berulang kali, seraya memberikan usapan-usapan kecil. Tanna menyukainya. Ia balas menggenggam tangan papa yang lebih besar, melakukan hal serupa hingga sebagian tangan papa menjadi basah, tetapi papa hanya menanggapi dengan kekehan renyah, tanpa rasa jijik tangannya terulur untuk mengusap air liur Tanna yang melebar ke sekitar mulut mungilnya dengan begitu hati-hati agar tidak menyakitinya. Tanna tahu, papa menyayanginya sama besar seperti ia menyayangi papa.

"Papa mau memberitahu sesuatu" Katanya memulai pembicaraan, nada suaranya terdengar halus sekaligus serius, membuat Tanna sedikitnya merasa bertanya-tanya, tetapi juga antusias ingin tahu. "Tanna sebentar lagi akan jadi seorang kakak" katanya melanjutkan, Tanna mengerjap-ngerjapkan matanya, memandang polos ke arah sang papa yang senyumannya semakin melebar. "Disini ada dua adik Tanna, they are twins, congrats to you" tangannya dibawa mendekati perut datar papa yang tertutupi pakaian tebal hangat, ia mengerutkan keningnya, bukan karena tidak mengerti dengan apa yang papa maksud, tetapi karena ada perasaan lain yang datang menyusup mengendap di dadanya ditengah-tengah papa yang terlihat begitu bahagia, dan otak kecil kelewat bijaknya berkata kalau perasaannya terasa salah.

Yang tidak Jungkook sadari dan yang sejujurnya tidak Tanna mengerti adalah ia tidak merasa senang. Bahkan setelah hari itu berlalu, Tanna hanya mendapati dirinya yang kebingungan sendirian meski tidak begitu banyak berubah, sebab anak sekecil dirinya masih tidak mampu mencerna dengan baik apa yang sebenarnya ia rasakan, tetapi yang pasti ia ketakutan dan perasaan seperti itu seharusnya tidak boleh hadir, karena itu, ia sengaja tidak mengatakannya pada papa, pun tidak menceritakannya pada ayah. Hanya saja, semakin lama ia pendam, ia menjadi merasa kian kesusahan, jadi disana, saat ia mendapati Namseo dan menatapnya dengan dalam, juga hanya berhadapan dengan Seokjin dan Seojun, ia tidak ingin terus menahannya, lalu tanpa sadar ia melontarkan sebuah pertanyaan, "Papi, apa hamil itu menyakitkan?" tanya secara tiba-tiba, sontak membuat Seokjin yang tengah berdiri di depan pantry dapur, menoleh cepat ke arahnya, menatap dengan sorot keheranan dan raut terkejut, barangkali tidak menyangka jikalau pertanyaan seperti itu akan dilontarkan oleh anak seusia Tanna. Sementara yang melemparkan pertanyaan hanya menundukkan wajahnya, menatap pada segelas susu dihadapannya yang tengah di aduk acak, mengabaikan tatapan Seojun yang sama bingungnya seperti Seokjin.

"Apa adek Namseo dulu menyakiti perut papi?" tanyanya lagi tanpa memberi Seokjin kesempatan untuk menjawab pertanyaan sebelumnya. Si kecil yang merasa namanya di sebutkan lekas mengangkat tangannya tinggi-tinggi, mulutnya penuh oleh biskuit, ia menyebut namanya sendiri secara berulang kali dengan bahasanya yang cadel, "Ini Namyo, ini Namyo" tingkahnya membuat gemas, tetapi bukannya tertawa, air mata Tanna justru turun melewati pipinya tanpa permisi, ia terisak kecil, "Apa melahirkan itu menyakitkan?" diucapkan dengan terbata-bata, nada suaranya terdengar bergetar menahan tangis.

"Lho, cantik, kenapa menangis?" Seokjin langsung terburu-buru berjalan mendekat, membawa tubuh si kecil ke dalam pelukan hangatnya lalu diberikannya usapan lembut disertai lontaran-lontaran kalimat penenang. "Sayang tidak papa menangis, papi disini" ujarnya diakhiri ringisan pelan ketika tangisan Tanna justru terdengar semakin keras, disusul tangisan Namseo yang sedari tadi memperhatikan keduanya, beruntungnya keberadaan Seojun membantu banyak, yang lebih tua itu berusaha menenangkan sang adik dengan melakukan hal serupa seperti yang Seokjin lakukan. "Abang, tunggu disini sebentar ya? Tolong bantu tenangkan adek" katanya sesaat sebelum menggendong Tanna dan membawanya menuju kamarnya. Ia butuh ruang untuk berbicara dengan si gadis kecil.

Pasusu 2 √ tk.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang