Pasusu 2
“Enak?”
“Enak, tapi kakak lebih suka strawberry”
“Adik-adiknya kakak sepertinya suka anggur”
“Kalo begitu kakak juga suka anggur” —— mengerjapkan mata secara perlahan-lahan, langit-langit kamar menjadi hal pertama yang dilihatnya dalam penglihatan buram, lantas ia kembali memejamkan matanya untuk beberapa saat, membawa tangan bertumpu pada kening hingga menutupi sebagian wajah, kemudian hembusan napasnya mulai terdengar teratur dalam tempo yang melambat. Ia barangkali sudah hendak kembali terlelap. Namun, sayup-sayup telinganya mendengar suara obrolan diselingi kekehan, dengan terpaksa karena begitu ingin tahu, kelopak matanya kembali dibuka. Ia menoleh ke samping, mendapati cahaya matahari menyapa lewat celah-celah kecil yang sepertinya sengaja dibuka, keningnya berkerut dengan mata yang menyipit, refleks meringis dan mengalihkan tatap.
“Ayah, tidak tidur ya? Mata ayah jadi seperti papi Yo kalo tidak tidur, katanya papi Ji seperti panda” menolehkan kepala ke arah sumber suara lagi, ia baru menyadari jikalau pintu balkon kamarnya dalam keadaan setengah terbuka, angin pagi berhembus dingin, mengantarkan sejuk yang terasa begitu nikmat masuk ke penghidunya. “Ayah masih sedih, ya? Disini masih sakit, ya?” keningnya berkerut heran, ketika menyadari suara milik si putri kecilnya terdengar begitu jelas. Ini tentunya bukan mimpi. Maka, ia lekas mendudukkan tubuhnya, lalu berdiri dengan hati-hati, membawa langkah mendekat ke arah balkon untuk memastikan jikalau ini bukanlah hanya sebuah mimpi.
“Masih, sakit sekali” kemudian, ketika suara lawan bicara si putri kecilnya terdengar menyahut, langkahnya berhenti. Ia menatap lekat pada presensi dua orang yang terlihat membelakanginya dari balik gorden putih tipis yang bergoyang mengikuti hembusan angin. “Nenda pergi, kak. Bundanya ayah udah nggak ada” kepala mungil yang terlihat menyembul di antara bahu tegap milik sosok yang dipanggil dan memanggil dirinya sendiri dengan sebutan ‘ayah’ itu terlihat mengangguk lalu menggeleng beberapa kali seolah memahami kalimat dewasa yang baru saja didengarnya.
“Ayah, kakek bilang, nenda sudah tidak bisa dilihat lagi, tetapi nenda tidak pernah pergi” langkahnya yang sempat terhenti tadi kini dipercepat untuk kembali mendekat, kali ini ia bisa melihat dengan jelas dua orang yang tengah saling melempar obrolan itu. Senyumannya terukir disertai mata yang berkaca-kaca manakala suara si kecil kembali terdengar untuk melanjutkan kalimatnya yang tadi sempat diberi jeda, “nenda ada disini ayah” tangannya yang tengah menggenggam sebuah kukis itu terangkat menunjuk dada lelaki dewasa yang sedang memangkunya juga bergantian ke arah dadanya sendiri, “disini juga. Ayah jangan sedih lagi, ya? Kakak sedih melihat ayah dan daddy sedih” lalu tanpa banyak kata, lelaki yang lebih tua dan besar itu terlihat langsung merengkuh si kecilnya ke dalam pelukan, memeluknya begitu erat seraya menciumi keningnya berulang kali. Bersamaan dengan itu, air matanya tiba-tiba jatuh membasahi pipi. Perasaan haru dan sedih bercampur membentuk sebuah luka. Menunduk sejenak, ia memutuskan untuk segera pergi, lalu berakting seolah-olah tidak pernah melihat dan mendengar kejadian hari ini.
Hanya saja, belum sempat membalikkan tubuh, sebuah panggilan terdengar, “Papa” tubuhnya tiba-tiba terasa kaku, sontak ia mendongak, menemukan dua pasang mata kini tengah memandangnya dengan sorot yang berbeda makna. Refleks ia mengusap kasar air matanya, kemudian mengukirkan senyumannya guna membalas sapa dari si putri kecilnya yang kini terlihat mengangguk-angguk setelah dibisiki sesuatu. “Kalo begitu, kakak bangunkan abang Junnie dulu” si kecil turun dari pangkuan sang ayah, mendekati Jungkook yang langsung merendahkan posisi tubuhnya guna menyambut beberapa ciuman dan pelukan singkat yang sudah menjadi rutinitas keduanya di setiap pagi hari. “Selamat pagi papa, kakak ke kamar abang Junnie dulu ya” setelahnya ia berlari kecil keluar dari kamar, meninggalkan Jungkook berdua dengan Taehyung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasusu 2 √ tk.
FanfictionIni kelanjutan warna-warni dari kehidupan si Pasusu, diramaikan oleh si manis kloningan cilik mereka yang bernama Kim Taera. Akankah mereka merasa cukup hanya dengan bertiga? Ataukah yang dulu merasa utuh malah menjadi jenuh kemudian runtuh? Masih...