47. Goresan luka baru

633 103 32
                                    

MCD; Minor Character Death













Pasusu 2















“… selamat pak Kim, suami anda dan kedua calon bayi anda dalam kondisi yang sehat dan sangat baik” —— adalah sepotong pembicaraan dari seorang dokter kandungan di salah satu rumah sakit Daegu yang cukup ternama. Setelahnya, helaan nafas lega terdengar dihembuskan, disusul seulas senyuman yang kian melebar, kebahagiaan menyebar memenuhi dada, seolah-olah yang di dengarnya merupakan hal pertama kali, padahal sudah nyaris delapan bulan kalimat serupa selalu diucapkan. Namun, seakan-akan tidak cukup puas, kekhawatiran masih belum sepenuhnya hilang, terkadang singgah menakutkan, beruntungnya yang terjadi dalam kenyataan selalu merupakan hal-hal yang menggembirakan. Hari itu, semesta seperti turut berbaik hati dengan enggan menyakiti, bagai sengaja menghias langit sewarna biru safir, disusul awan-awan seputih kapas yang dibiarkan menaungi dari sorot panas sinar matahari, juga mengirimkan kesejukan lewat semilir angin. Taehyung merasa teramat disayangi, bahkan oleh bumi sekalipun. Melirik ke sebelahnya, dikecupnya berulang kali punggung tangan Jungkook yang berada di dalam genggamannya.

Kemudian, bak dipatahkan secara paksa, ketika langkah dibawa semakin masuk ke dalam rumah dan pelukan ayah menyambutnya secara tiba-tiba; Taehyung mendadak menyadari bahwa takdir tidak pernah benar-benar berbaik hati, apalagi berupaya mengasihaninya. Seharusnya, ia belajar mempersiapkan diri, kendati Tuhan tidak pernah memberikan tanda jika tawa akan mudah ditukarnya dengan duka.

“Ayah…” panggilnya lirih ketika bahu ayah mulai terasa bergetar dan suara tangisannya yang kini terdengar, genggamannya pada sebelah lengan Jungkook terlepas secara paksa, ia melirik punggung si kesayangannya yang berjalan terseok-seok ke arah seokjin, lelaki itu terduduk di lantai dengan tangisan yang terdengar paling nyaring; hampir memenuhi seluruh penjuru ruangan. Sesaat ketika Jungkook menyentuh bahunya, Seokjin lekas memeluknya dengan erat, menumpahkan air mata dengan semakin deras, ia mengadu seperti anak kecil kepada ibunya, “bunda udah nggak ada, bunda pergi, Kook” lantas begitu kalimat itu terucap dengan terbata-bata, tangisan Jungkook menyusul tak kalah keras dan Taehyung merasa telinganya berdengung menyakitkan, dalam hitungan detik, seolah nyawa tidak lagi berada dalam raganya, Taehyung merasakan dunianya runtuh.

“Temui dan lihat raga bunda mu untuk terakhir kali sebelum dikebumikan” bisik ayah tepat di telinganya, lalu pelukan di lepas, lelaki itu menatap sendu; untuk pertama kalinya Taehyung melihat kesedihan dari tatap mata tajamnya. Sebelum bergeser posisi, bahunya ditepuk beberapa kali. Sembari melangkah pelan, Taehyung membawa tatapannya menyorot kosong ke arah ranjang tempat bunda berbaring, perempuan dibalik selimut itu terlihat damai dengan mata yang terpejam rapat. Tidak ada yang berubah—— bunda selalu terlihat cantik kendati napasnya kini tak lagi ada, kendati nyawanya kini tak lagi bersanding dengan raganya, kendati kini ia telah tiada.

Duduk bersimpuh di sebelah ranjang, Taehyung menggenggam sebelah tangan bunda yang terasa dingin, bersamaan dengan itu air matanya mengalir begitu banyak, ia menunduk untuk sesaat, sebelum kembali beralih memperhatikan wajah bunda dengan seksama, barangkali untuk terakhir kalinya—— rasa sakit menghujami jantungnya bak batu-batu besar, seolah-olah tidak pernah cukup, sayatan belati turut serta menggoreskan luka. Baru semalam, keduanya saling berpelukan, mengutarakan kasih sayang, dan saling menguatkan serta memberi pengharapan, juga barangkali salam perpisahan yang tak pernah Taehyung duga. Bunda bilang, tidak ada yang abadi di dunia ini dan ia merasa sudah semakin dekat, tetapi siapa yang akan mengira kepergiannya akan terjadi teramat cepat tanpa sempat mempersiapkan diri untuk saling melepaskan dan berakhir merelakan, ditengah-tengah banyak sekali doa kesembuhan yang sudah ia panjatkan. Meskipun kecupan sudah saling diberikan diselingi rasa sayang yang begitu hebat, bukan berarti Taehyung kini sanggup menjadi kuat, bagaimanapun meski bunda pamit sekalipun, Taehyung tak akan pernah siap untuk ditinggalkan, apalagi oleh sosok berharganya.

“Bunda…” ia berucap pelan, disamping telinga bundanya yang tak akan lagi mampu berikan jawaban seperti biasanya, “cepat sekali perginya sampai-sampai Taehyung tak diberi kesempatan untuk mendengar suara bunda lagi, sampai-sampai Taehyung tidak menyadari, sampai-sampai Taehyung tidak sempat berikan yang terbaik” jeda diambilnya untuk menarik napas, Taehyung menangis terisak, “Taehyung takut bun, pilar berharganya Taehyung hancur” Diusapnya kasar air matanya sendiri, ia mendekatkan wajahnya dengan perlahan lahan mendekati wajah bunda, dikecupnya kening bunda sebanyak dua kali dalam durasi waktu yang cukup lama, “bagaimana ya, bun, Taehyung tanpa bunda” katanya lagi diakhiri kecupan yang kini dibubuhkan nyaris di seluruh permukaan wajah bundanya.

“Ada kabar bahagia yang belum sempat bunda dengar” Taehyung kembali berbisik, “calon cucunya bunda, calon bayi-bayi Taehyung, keduanya laki-laki” lalu setelahnya Taehyung menjatuhkan kepalanya pada ruang kosong disisi bantal milik sang bunda, menumpah tangisan pilunya disana tanpa suara, berharap hanya bunda yang mendengarnya. Sementara dari balik punggungnya langkah kaki terburu-buru terdengar disusul teriakan histeris sang abang, juga suara ayah yang berusaha menenangkan, dan tangisan Jungkook serta Seokjin yang masih terus terdengar keras.

“Bunda ku nggak meninggal ayah, bunda ku janji untuk sehat”

“Sudah, nak. Ikhlaskan”

Namjoon menggeleng, ia menangis seperti anak kecil, “nggak, nggak boleh bunda, kenapa bunda? Ayah kenapa Tuhan ambil bunda ku lagi” tanyanya tidak terima—— semua orang tahu bagaimana Namjoon tumbuh besar dari tangan penuh kasih milik bunda, meski bukan kandung sekalipun, kasih sayangnya pada bunda sebanyak kasih sayangnya pada sosok yang sudah melahirkannya, bahkan mungkin jauh lebih besar. Bagaimanapun, bunda adalah sosok yang berperan penting dalam hidupnya. “Seharusnya aku temani bunda dari semalam, nggak perlu pergi, bodoh” ujarnya menyalahkan dirinya sendiri, pekerjaan yang menuntutnya pergi pagi ini nyaris saja membuatnya tak bertemu raga bunda untuk terakhir kalinya, beruntung Tuhan memberinya sebuah kesempatan terakhir.

Daddy? Kenapa? Papi?” Suara Seojun dan tangisannya kemudian terdengar, ia memandang bingung orang-orang disekelilingnya hingga tidak menyadari melepaskan pegangannya pada lengan Tanna, lelaki kecil itu berlari ke arah sang papi yang masih menangis terisak sembari memeluk sang papa, tubuh mungilnya masuk ke dalam pelukan papinya dan ikut menangis histeris walaupun sejujurnya masih belum mengerti dengan keadaan yang terjadi.

Tanna mencebikkan bibirnya, air matanya ikut mengaliri pipinya, ia mengalihkan tatap dari entitas Namjoon dan kakeknya ke arah punggung sang papa, lalu pada punggung bergetar milik sang ayah, langkah kecilnya dibawa mendekat pada lelaki yang selama ini selalu terlihat paling kuat, pada sosok hebat yang selalu memberinya pelukan lebar, pada sosok tangguh tempatnya dan papa bertumpu. Dipeluknya punggung ayah dari belakang, dengan begitu tangisan kecil ayah terdengar semakin jelas. Lantas, tatkala pria itu menariknya untuk balas di peluk, Tanna menangis panik, sembari mengusap dada sang ayah berulang kali ia berujar, “ayah, kenapa menangis? Disini sakit, iya?” dengan asal ia mengucapkan mantra-mantra ajaib, seolah-olah dengan begitu sakitnya ayah akan berkurang, disusul kecupan-kecupan pada dada sang ayah yang terbalut pakaian.

Taehyung tak kunjung menjawab, lelaki itu hanya semakin memeluk tubuh mungil putri kecilnya, berusaha mencari kekuatan agar tetap waras. Sementara si kecil balas memeluk dengan erat, berupaya memberikan afeksi agar ayah tak lagi menangis kesakitan. 






Love,
Ad💜

Pasusu 2 √ tk.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang