41

273 37 8
                                    

"Jevan sanaan dikit donggg." Tenaga Ralia sebenarnya sudah lebih dari kuat untuk mendorong tubuh besar Jevan, tapi tetap saja laki-laki itu tidak bergerak barang sejengkal.

Jevan masih menempeli Ralia, duduk rapat di sebelah Ralia sambil memainkan ponselnya. Seolah tidak terganggu, Jevan masih terus memainkan ponselnya.

"Ihhh Jevan." Ralia memutar bola mata malas. "Aku udah mentok banget diujung sofa gini masa dipepet terus?!"

Jevan menaruh ponselnya ke atas meja, suasana sepi rumah Ralia membuatnya gencar melakukan aksi bermanja-manjaan dengan sang kekasih. Terhitung sudah lebih dari 30 menit Jevan duduk tanpa jarak dari Ralia, wajar kalau pacarnya mulai bosan.

Jevan menyandarkan kepalanya ke bahu kecil Ralia, perbedaan tinggi keduanya membuat Jevan mengalami kesulitan, tapi tetap ia lakukan.

"Kamu pake parfum apa?" tanya Jevan menciumi bahu Ralia, nyaris mengenai kulit leher si gadis.

Mendapati perlakuan seperti itu, sontak tubuh Ralia menegang, bagian leher sangat sensitif untuk dirinya pribadi.

"Lupa aku namanya." Ralia menutupi lehernya dengan sebelah tangan. "Jev, serius aku nggak bisa kalo kamu nafasnya kena leher gini."

Bukannya berhenti, Jevan kini malah meniup-niup leher Ralia. Membuat seluruh tubuh Ralia menegang hebat, ditambah kedua tangan Jevan kini memeluk pinggangnya dari samping. Ralia tidak bisa bergerak, Jevan seolah sedang memerangkap tubuhnya.

"Sssssh, Jevan!" Ralia berusaha menjauhkan kepala.

"Kamu wangiiiii," kata Jevan kembali mendaratkan ciuman di leher pacarnya, tidak peduli sekalipun itu membuat Ralia memberontak. "Ish aku boleh nggak sih?"

"Boleh apa?!" Ralia memejamkan mata, berusaha menetralisir rasa geli yang lehernya terima.

Tangan Jevan yang semula berada di pinggang Ralia, kini berpindah ke pipi dan memutar arah wajah Ralia menjadi menghadap padanya. Keduanya bertatapan di jarak kurang dari dua jengkal. Ibu jari Jevan mengelus lembut garis rahang Ralia.

Ralia pernah mendapati perlakuan seperti ini, tapi sensasi yang Jevan beri, Ralia berani bersumpah kalau ini adalah yang pertama kali dirasakannya.

"Ra..." Dengan suara serak, Jevan menatap satu persatu bagian dari wajah Ralia. Dimulai telinga, mata, hidung dan bibir gadisnya. "May I?"

Seolah kewarasannya menipis, Ralia mengangguk pelan.

Jevan tersenyum, wajahnya perlahan mendekati wajah Ralia. Saat ini Ralia bisa merasakan nafas hangat yang menyapu setiap ujung kulit wajahnya. Seperti Jevan yang memujinya wangi, Ralia pun akan memuji hal yang sama. Aroma rambut Jevan bisa tercium di jarak sedekat ini, parfumnya yang beraroma segar namun manis tersimpan jelas dalam indera penciumannya.

Ralia memejamkan mata serapat mungkin saat sebuah benda lembut tanpa rasa itu mendarat tepat di permukaan bibirnya. Benda lembut yang hangat milik Jevan menyapu sempurna di bibirnya.

Basah.

Ralia merasa bibirnya dibasahi sesuatu, namun ia terlalu malu untuk membuka matanya. Maka dari itu, Ralia tetap terpejam sambil menikmati cumbuan lembut yang Jevan berikan. Laki-laki itu membubuhkan bibirnya ke bibir Ralia berulang kali setelah dirasa puas dengan lumatan yang sebelumnya ia lakukan.

Cup

Cup

Cup

Jevan mencium apapun yang bisa dicium olehnya di wajah Ralia.

Lumatan Jevan tidak terasa seperti paksaan.

Cumbuannya tidak seperti ia dikelilingi nafsu yang membutakan.

Forbidden relationship (00-01line)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang