Karena pak Aming mendadak sakit dan tidak bisa menjemput, mama langsung menelepon Ralia dan memberi kabar kalau Ralia akan dijemput sendiri oleh mamanya. Namun, seseorang berkata kalau Ralia akan diantarkan pulang olehnya dan menyuruh mama Ralia untuk tidak khawatir.
"Ya, Ma? Udah denger Jevan, kan?"
'Jevan itu siapa? Temen kamu apa temen Harris?'
"Dua-duanya sih," jawab Ralia. "Nggakpapa kan aku pulang dianter Jevan? Dia sekalian mau ke daerah sana juga katanya."
'Sama siapapun nggakpapa, asal jangan ojek online. Yaudah Mama tutup, bilangin ke Jevan harus anter kamu sampai depan rumah. Tanggung jawab sama omongannya, ngerti?'
"Iya, Mama."
Panggilan terputus. Ralia tadi berdiri didepan perpustakaan bersama Jevan setelah ponselnya bergetar tanpa henti karena mama berusaha menghubungi.
"Serius gue mending sama yang lain aja," kata Ralia tidak enak. "Nanti gue minta tolong Randu aja, dia mau sih biasanya."
"Ngapain? Gue emang mau ke rumah Shira kok. Udah sama gue ajalah," kata Jevan.
Ralia menggeleng, perlahan otaknya mulai sadar. "Nggak mau Jevan, gue nggak mau sama lo."
Jevan melunakkan pandangannya. "Kenapa sih?"
"Nggakpapa, gue cuma nggak mau aja. Udah ya, gue pulang sama yang lain. Lo kalau mau ke rumah Shira ya silahkan."
Jevan kehabisan kata-kata untuk membuat Ralia mengiyakan tawarannya kali kedua ini. Pada akhirnya ia membiarkan Ralia beranjak pergi tanpa menahan sama sekali. Padahal tangannya sudah tergerak untuk meraih tangan gadis itu.
***
"Sorry banget, gue disuruh Mama ambilin keranjang laundry, udah pasti lo nggak muat kalau ada keranjang itu," kata Randu penuh penyesalan. "Serius, bukannya gue nggak mau."
Ralia tertawa. "Santai aja kali, yaudah lo hati-hati bawa keranjangnya."
"Besok aja gimana?"
"Orang gue butuhnya sekarang, Ran." Ralia menepuk pundak laki-laki itu. "Udah santai, gue masih punya banyak temen."
"Minta Felix aja, pasti tuh anak mau deh." Kebetulan saat Randu menyarankan, tampaklah Felix yang baru keluar dari dalam kelas. Laki-laki itu selesai piket dan baru akan pulang sekarang. "Felix!" panggilnya kuat.
Felix menoleh dan menghampiri. "Kenapa?"
"Hari ini bawa motor?" tanya Randu tanpa basa-basi. "Anterin Ralia pulang ya."
Felix melihat Randu dan Ralia bergantian. "Ayo!" katanya senang. Selama ini, boncengannya belum pernah disentuh gadis manapun. "Kebetulan banget gue baru cuci motor kemaren sore."
"Terus?" Randu menaikkan sebelah alisnya.
"Mau bonceng cewek, malu lah kalau motor gue kotor."
"Heh! Inget ini pacarnya temen lo!" Randu hendak menoyor kepala Felix yang isinya hanyalah hal-hal tidak masuk akal.
Felix tertawa. "Gue juga tau kali."
Randu mengangguk pada Ralia. "Sama Felix aja, ya? Biar gue nggak merasa bersalah."
Menurutnya Randu agak berlebihan. Tapi terima kasih atas bantuannya. "Iya, dibilangin santai juga."
"Nggak bisa," imbuh Randu melirik tajam pada Felix. "Dianterin sampai rumah dengan selamat, jangan mampir-mampir lagi. Mamanya Ralia orang baik, tapi kalau lagi galak, habis lo." Randu sengaja menakut-nakuti Felix.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden relationship (00-01line)✔️
Teen FictionPenyesalan kadang-kadang memang berakhir buruk. Ketidak setiaan hati seseorang bisa menyebabkan patahnya banyak hati yang lain. Memaksakan sesuatu, apalagi perasaan, sangat jarang bisa berakhir dengan kebahagiaan. Keharmonisan akan sirna bila satu...